Antara Indonesia, Dunia, dan Energi Surya

The PV Enginner
PV engineering at its finest
Konten dari Pengguna
12 September 2021 15:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari The PV Enginner tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Instalasi panel surya, Sumber : Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Instalasi panel surya, Sumber : Pexels.com
ADVERTISEMENT
Matahari yang setiap hari kita nikmati adalah anugerah yang luar biasa. Tak semua negara memiliki kesempatan mendapatkan hangatnya sepanjang tahun. Sebagai pusat tata surya, matahari meyimpan sumber energi yang sangat besar, namun energi matahari tidak bisa diubah menjadi energi lainnya secara langsung. Untuk mengubah menjadi energi listrik misalnya, dibutuhkan sebuah panel surya sebagai piranti tambahannya.
ADVERTISEMENT
Panel surya merupakan teknologi lama yang menjadi tren belakangan ini. Panel surya sendiri sejatinya sudah muncul sejak tahun 1941 dengan ditemukannya bahan dasar pembuatan panel surya yaitu silicon crystalline. Mengejar transisi, melampaui tren nuklir yang mulai surut, dunia pun mulai berbondong-bondong menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai pembangkit yang ramah lingkungan.
Penggunaan PLTS didorong juga dengan tujuan hidup warga dunia yang tercantum dalam SDG no 7 dan perjanjian Paris Agreement yang setuju untuk menguragi global warming. Banyak negara yang bertransisi ke PLTS ini. Menurut data International Energy Agency (IEA), 10 besar pasar panel surya dunia pada tahun 2020 dipimpin oleh China dengan angka 48,2 GW, diikuti oleh Uni Eropa dengan 19,6 GW, kemudian diikuti oleh US dengan 19,2 GW, dan diikuti oleh Vietnam 11,1 GW. Bagaimana dengan Indonesia? Berapa kapasitas panel surya yang terpasang di Indonesia?
10 Negara dengan penggunaan PV Terbesar, Sumber : International Energy Agency (IEA)
Bisa kita lihat bahwa pasar panel surya di dunia sudah sampai hitungan GigaWatt. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2020 sudah terpasang 153,5 Mega Watt (MW). Artinya, Indonesia baru bisa memasang panel surya sebanyak satuan MegaWatt, sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan lain,bahkan dibanding negara tetangga Vietnam. Menurut data IEA Vietnam sudah berhasil memasang 16,4 GW panel surya untuk memenuhi kebutuhan energi di negaranya. Padahal Indonesia sendiri memiliki potensi cahaya matahari yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Vietnam.
ADVERTISEMENT
Jika ditelisik lebih dalam,ternyata salah satu yang membuat Vietnam memimpin adalah karena negara tersebut menggunakan panel surya tanpa memproduksinya. Mendatangkan produk-produk impor untuk membangun PLTS. Sementara Indonesia saat ini berusaha untuk memproduksi panel surya sendiri dengan diterapkannya peraturan TKDN panel surya sebesar 40%. Apakah kita akan meniru Vietnam begitu saja? Alih-alih mandiri energi, kita justru akan dijejali berbagai produk impor di pasaran. Sasaran empuk penetrasi negara-negara produsen solar panel.
Satu hal lain yang membuat Vietnam unggul adalah letaknya yang berbatasan langsung dengan China yang membuat suplai panel surya dari China mudah. China merupakan negara terbesar dalam penggunaan PLTS. Menurut Raras dari Catur Elang Energi, China berhasil mengimplementasikan 205 GW panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik warga. Kesuksesan China tidak lepas dari dukungan pemerintah China dalam rangka menetralisasi karbon pada tahun 2060. China juga berhasil membangun Ladang PLTS terbesar di dunia yang berada di Tengger Desert Solar Park yang memiliki kapasitas 1547 MW. China juga memproduksi modul panel surya sendiri sehingga mempercepat implementasi PLTS.
ADVERTISEMENT
China bisa menjadi produsen panel surya terbesar di dunia yang mendominasi pasar modul panel surya secara global. China bisa mendominasi didukung oleh pemerintah yang bisa memberikan insentif untuk EBT dan dengan teknologi-teknologi yang bisa mempercepat produksi panel surya. China juga menguasai bahan-bahan modul panel surya hingga bisa memproduksi modul panel surya. Proses produksi modul panel surya yang dimulai dari Silicon kemudian menjadi Ingot, selanjutnya menjadi Wafer, wafer digabungkan menjadi sel surya (Cell), dan proses terakhir sel-sel surya digabungkan menjadi modul Photovoltaic. Dengan proses produksi dan teknologi yang sudah lama dimiliki maka China memang pantas untuk mendominasi pasar dunia dengan harga modul yang cukup murah dibandingkan produk lokal.
Bagaimana dengan di Indonesia, Beberapa perusahaan energi yang fokus di bidang panel surya pun sudah mencoba memproduksi panel surya. Namun, sekali lagi memproduksi panel surya membutuhkan biaya yang besar dan hasil panel surya yang telah diproduksi juga memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel surya yang impor dari China. Dalam harga memang sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan China bisa memproduksi secara masif modul panel surya yang membuat harga produksi yang semakin rendah dan mengakibatkan harga panel surya akan semakin murah (Siklus ekonomi Closed Loop). Masalah harga panel yang memiliki perbedaan ini menjadikan tantangan untuk panel surya buatan Indonesia. Selain gempuran panel surya dari China Indonesia sendiri mempunyai tantangan yang menghambat perkembangan panel surya.
ADVERTISEMENT
Selain dari sisi hulu, tantangan terbesar Indonesia dalam pemanfaatan panel surya adalah kurangnya edukasi pentingnya energi bersih bagi masyarakat yang mengakibatkan ketidakpedulian masyarakat akan energi bersih untuk generasi yang akan datang. Masyarakat Indonesia menganggap panel surya bukan hal yang penting dalam hidup mereka, selama PLN masih bisa menyuplai listrik maka mereka tidak akan berpindah ke energi surya.
Selain itu teknologi panel surya sendiri dirasa masih sangat mahal untuk masyarakat Indonesia, bayangkan untuk mendapatkan satu kWh dibutuhkan biaya sebesar Rp 12-25 juta. Harga sebesar itu belum dapat dijangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah kebijakan pemerintah yang menyatakan bahwa ekspor listrik sisa dari penggunaan hanya sebesar 65%, yang membuat lamanya waktu untuk kembali modal. Dengan 3 tantangan besar itu untuk mengembangkan PLTS khususnya pada pasar Indonesia akan sulit walaupun Indonesia negara yang memiliki banyak potensi.
ADVERTISEMENT
Dengan tantangan yang ada, Indonesia diharapkan tetap akan melakukan transisi energi menjadi energi baru dan terbarukan. Dimulai dari masing-masing individu yang sadar akan pentingnya transisi energi akan menjadikan Indonesia pasar yang sangat potensial untuk panel surya maupun EBT lain. Apabila Indonesia sudah dianggap sangat potensial maka harga teknologi panel surya perlahan-lahan akan turun sehingga akan terjangkau bagi rata-rata masyarakat Indonesia.