Konten dari Pengguna

Mengenal Si Paling "Perfeksionis"

Lutfi Faizaturokhmah
Psychology student at the State Islamic University of Jakarta
17 Desember 2022 17:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lutfi Faizaturokhmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang yang mengalami perfeksionis. Sumber : Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang yang mengalami perfeksionis. Sumber : Canva.com
ADVERTISEMENT
“Aduh, gambarnya jelek. Ulang dari awal saja kali, ya?”
“Ih, kertasnya ada coretan tinta sedikit. Sobek aja kali, ya? Bikin nggak rapi tulisanku aja, deh.”
ADVERTISEMENT
“Kenapa tugas aku biasa saja, ya? Perasaan aku sudah maksimal dalam proses pembuatannya. Buat yang baru saja kali, ya?”
Apakah kalian menyadari jika celotehan seperti itu dianggap sebagai bagian dari sikap perfeksionis? Sikap perfeksionis kerap kali membuat seseorang menjadi pribadi yang menetapkan standar yang tinggi dalam melakukan semua aktivitasnya. Akan tetapi, beberapa orang menganggap hal ini sebagai sikap yang positif dan menguntungkan. Jika dilihat sekilas memang benar. Seseorang tersebut mengerahkan segala waktu dan tenaganya dalam menjalankan semua pekerjaannya atau aktivitasnya agar menjadi sesuatu yang sempurna. Selain itu, mungkin tampaknya orang tersebut merupakan sosok yang pekerja keras dan tidak ingin menyepelekan hal sedikit pun dalam hidupnya. Bukankah ini memang merupakan sesuatu yang sangat baik? Di mana sisi negatifnya?
ADVERTISEMENT
Mengenal Sikap Perfeksionis
Seseorang yang mengalami sikap perfeksionis biasanya melakukan segala hal dengan penuh kerja keras dan terlalu mengedepankan sebuah kesempurnaan pada hasil akhirnya. Seseorang tersebut juga akan berusaha untuk menjadi yang terbaik dari segala hal yang dilakukan. Akan tetapi, tahukah kalian jika hal tersebut justru ternyata menjadi sesuatu yang buruk untuk dilakukan? Hal ini akan bernilai buruk karena kesempurnaan yang mereka inginkan jika tidak terwujud pada akhirnya akan berdampak negatif pada kesehatan mental dirinya sendiri, seperti gangguan kecemasan hingga berujung stres.
Hal ini didukung oleh pernyataan Hewit dan Flett (Silverman dalam Peters, 1996) yang mendefinisikan sikap perfeksionisme sebagai sebuah sikap yang memiliki keinginan penuh untuk bisa memperoleh kesempurnaan terhadap suatu hal yang disertai dengan standar yang tinggi bagi dirinya sendiri dan bahkan orang lain. Seseorang yang mengalami perfeksionisme ini menganggap bahwa orang lain akan menaruh harapan kepada dirinya tentang sebuah kesempurnaan. Maka dari itu, seseorang tersebut berusaha dengan sekeras mungkin untuk mengejar sebuah kesempurnaan itu.
ADVERTISEMENT
Apakah Sikap Perfeksionis Bisa Memberi Dampak Negatif Bagi Orang Sekitar?
Seseorang yang mempunyai sikap perfeksionis secara tidak langsung bisa memberi dampak negatif bagi orang yang ada di sekitarnya, loh. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Hal ini terjadi karena seseorang yang mengalami sebuah sikap perfeksionis rata-rata tidak dapat mengontrol emosinya yang nantinya akan berdampak kepada orang yang ada di sekitarnya. Kasusnya seperti ketika sedang menjalankan sebuah kegiatan yang melibatkan orang lain atau tugas kerja kelompok, maka secara tidak langsung orang yang ada di sekitar dirinya juga harus menerapkan standar tugas yang sesuai dengan ekspetasi yang mereka inginkan. Lalu, apa yang akan terjadi jika hasil dari sebuah tugas tersebut tidak sesuai dengan apa yang diinginkan? Tentu saja, seorang perfeksionis akan menjadi marah, kecewa, badmood, bahkan bisa jadi meminta untuk mengulangi hasil pekerjaan tersebut sampai dirasa sempurna. Hal ini tentunya akan sangat membuat orang di sekitarnya menderita terhadap standar yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Selain hal itu, apakah kalian menyadari jika seorang perfeksionis juga sebagian besar memiliki kecenderungan untuk mengerjakan sesuatunya secara mandiri? Seorang perfeksionis lebih memilih untuk mengerjakan segala sesuatunya secara mandiri, termasuk jika tugas tersebut sifatnya tugas kelompok. Mereka tidak mempercayai atas hasil yang akan dikerjakan oleh orang lain. Loh, kenapa seorang perfeksionis memiliki sikap seperti itu dan cenderung egois? Hal ini terjadi karena seorang perfeksionis sangat menghindari atas adanya sebuah kegagalan dan kesalahan dan takut hasilnya tidak sesuai dengan ekspetasi yang dibayangkan. Padahal, hal itu lumrah dilakukan oleh seorang manusia yang tidak luput dari sebuah kesalahan, bukan? Mereka beranggapan bahwa sebuah kegagalan itu akan membuat orang sekitar merasa kecewa terhadap dirinya. Selain itu, sebuah pemikiran untuk takut mendapatkan kritik dan pencapaiannya takut ditolak oleh orang sekitar yang membuatnya memiliki keinginan untuk mencapai sebuah hasil tanpa sebuah cacat.
ADVERTISEMENT
Apakah Semua Orang yang Memiliki Sikap Perfeksionis Membahayakan?
Tentu saja, tidak, dong! Bahaya dan tidaknya dari dampak sikap perfeksionis ini tergantung kepada jenisnya itu sendiri. Profesor Don Hamachek telah mengklasifikasikan sikap perfeksionis menjadi dua jenis, yakni perfeksionis adaptif dan perfeksionis maladaptif. Kedua jenis tersebut tentunya memiliki ciri-ciri dan juga dampak yang berbeda. Berikut adalah penjelasan mengenai sikap perfeksionis adaptif dan juga sikap perfeksionis maladaptif :
1. Perfeksionis adaptif.
Perfeksionis adaptif ini merupakan jenis perfeksionis yang bisa dibilang masih normal dan tidak membahayakan mental seseorang yang mengalaminya. Orang yang mengalami jenis perfeksionis adaptif biasanya memiliki ciri ambisius terhadap apa yang ingin dicapai dan menetapkan target yang tinggi. Di mana sisi normalnya? Hal ini dinilai normal karena jika hal tersebut belum bisa memenuhi ekspetasi dirinya, mereka tidak bersedih dan akan tetap merasa puas terhadap apa yang telah dilakukan sebelumnya. Mereka akan menjadikan kegagalan tersebut sebagai tolak ukur agar kedepannya bisa lebih baik dan tetap bersemangat dalam mengejar target yang hendak dicapai.
ADVERTISEMENT
Lalu, tahukah kalian jika perfeksionis adaptif memiliki dampak positif tersendiri bagi yang mengalaminya? Dampak positif ini muncul karena sikap ini dapat menjadikan seseorang tersebut mendapatkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah, ambisius, dan tidak lupa untuk mensyukuri atas segala sesuatu yang telah mereka kerjakan.
2. Perfeksionis maladaptif.
Perfeksionis maladaptif ini merupakan jenis perfeksionis yang bersifat negatif dan berbanding terbalik dengan jenis perfeksionis adaptif. Kenapa dinilai sebagai sikap yang bersifat negatif? Hal ini terjadi karena seseorang yang mengalami sikap perfeksionis maladaptif biasanya memiliki ciri ambisius untuk mencapai suatu target yang tinggi, akan tetapi target tersebut bersifat tidak realistis terhadap diri sendiri. Lalu, jika target tersebut belum berhasil ia raih, maka seseorang tersebut akan merasa khawatir, kecewa, dan takut jika dirinya mengecewakan orang lain. Selain itu, orang yang mengalami jenis perfeksionis seperti ini biasanya sangat berhati-hati dan detail dalam melakukan sesuatu agar tidak menimbulkan suatu kesalahan. Hal ini tentunya sangat menguras tenaga dan waktu, belum lagi jika hasilnya tidak sesuai ekspetasi, bisa jadi seseorang tersebut akan mengalami stres.
ADVERTISEMENT
Mengatasi Sisi Negatif Perfeksionis
Menjadi seorang perfeksionis memang merupakan suatu hal yang melelahkan bagi diri sendiri dan bahkan bisa berdampak buruk bagi orang sekitar. Lantas, apakah sikap perfeksionis ini bisa diatasi dengan baik? Tentu saja, bisa, dong! Dokter Alfin Saputra telah membagikan beberapa tips untuk mengurangi sikap perfeksionis yang ada dalam diri kita. Tips tersebut diantaranya :
1. Mencoba untuk menetapkan tujuan yang realistis.
Jika sebelumnya kita selalu menargetkan sesuatu secara tinggi dan bisa terbilang tidak realistis, ganti hal tersebut menjadi sesuatu yang realistis. Hal tersebut akan berdampak juga kepada fokus kita untuk mendapatkan sesuatu tersebut dan tidak terlalu memakan waktu serta tenaga yang kita miliki.
2. Belajar untuk mencintai dan menerima diri sendiri serta orang lain secara apa adanya.
ADVERTISEMENT
Apakah kalian ingat, jika manusia diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing? Kita juga tidak boleh membanding-bandingkan atau menyamaratakan atas kelebihan yang dimiliki satu individu dengan individu yang lainnya. Di sisi lain, manusia pasti wajar jika melakukan sebuah kesalahan maupun ketidaksempurnaan dalam menjalankan segala aktivitasnya. Semua ini menjadi hal yang sangat lumrah. Manusia hidup di dunia pasti pernah mengalami sebuah kesalahan, kegagalan, dan memiliki kekurangan di dalamnya.
3. Fokus kepada satu kegiatan dalam satu waktu.
Seorang perfeksionis akan cenderung melakukan satu kegiatan saja dalam waktu yang sangat lama demi mendapatkan sebuah hasil yang sempurna. Hal tersebut tentunya akan menghambat kita untuk melakukan kegiatan yang lainnya serta diri kita tidak bisa berkembang lebih jauh. Maka dari itu, ubah kebiasaan tersebut dengan berfokus pada satu kegiatan saja secara maksimal dan dalam satu waktu, kemudian ganti fokus kita kepada kegiatan yang lain jika sudah selesai. Tidak perlu terlalu dipikirkan lagi, karena hal tersebut dapat membuat kita terus-menerus mencari detail kesalahan yang ada.
ADVERTISEMENT
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti pernah melakukan sebuah kesalahan, bukan? Akan tetapi, hal ini tentunya tidak akan menghalangi semangat manusia untuk tetap melakukan sesuatu yang terbaik yang ada dalam dirinya. Melakukan segala sesuatu dengan versi terbaik memang merupakan hal yang sangat positif. Namun, jangan sampai keinginan kita untuk menjadi yang terbaik berujung kepada sikap perfeksionis yang memiliki dampak negatif.
Bukankah menjadi perfeksionis itu malah bisa menghambat aktivitas kita yang lain? Coba renungkan, deh. Berapa banyak waktu dan tenaga yang kita habiskan untuk stuck pada satu kegiatan saja? Ingat! Jika hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan target yang kita inginkan, bukan berarti hal tersebut menjadikan kita sebagai sosok yang lemah maupun tidak mampu. Hal tersebut wajar, karena kita ini hanyalah manusia biasa yang jauh dari kata sempurna. Tetap semangat, ya!
ADVERTISEMENT
Reference
Hamachek, D. E. (1978). Psychodynamics of normal and neurotic perfectionism. Psychology: A journal of human behavior.
Peters, C. C. (1996). Perfectionism. Australasian Journal of Gifted Education, 5(2), 12-17.
Aidohealth. (2022, Juni). Kenali Dampak Buruk Perfeksionis dan Cara Mengatasinya. https://aido.id/health-articles/dampak-buruk-perfeksionis-dan-cara-mengatasi-sifat-tersebut/detail