Konten dari Pengguna

Menilik Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis

luthfi Ibrahim
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10 Juli 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari luthfi Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Novel Salah Asuhan
zoom-in-whitePerbesar
Novel Salah Asuhan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moels, penerbit PT Bali Pustaka dengan penyunting tim editor Balai Pustaka, penata letak tim setter Balai Pustaka, dan desain sampul tim Desain Puri Margasa. Novel ini dicetak pertama kali pada 1928, kemudian pada cetakan ketiga puluh empat pada tahun 2006, cetakan ketiga puluh lima tahun 2007, cetakan ketiga puluh enam tahun 2008, cetakan ketiga puluh tujuh tahun 2009, cetakan ketiga puluh delapan tahun 2009 dan cetakan Ketiga puluh sembilan tahun 2009.
ADVERTISEMENT
Novel ini memperhatikan benturan kebudayaan, yaitu nilai-nilai tradisi dan modern, nilai-nilai timur dan barat. Kini ia menemukan relevansi barunya ketika kebudayaan Barat kian nyata menghegemoni kebudayaan kita. (Jamal D Rahman, pemimpin redaksi majalah sastra Horison). Benar sekali apa yang dikatakan oleh Jamal D Rahman seorang sastrawan Indonesia, beliau memberi ulasan mengenai novel "Salah Asuhan" dengan mengambil poin benturan kebudayaan. Secara keseluruhan banyak poin yang bisa diambil dari novel ini, antara lain perbedaan kelas antara bmiputera dan bangsa eropa, perbedaan keyakinan, dan adat-istiadat.
Joni Ariadinanta juga memberikan ulasan mengenai novel ini, seperti berikut "Salah Asuhan adalah tonggak sastra kontemporer pada zamannya. la memiliki tema aneh, dan barangkali dianggap lancang pada saat itu. Bagaimana mungkin seorang Hanafi yang hanya pribumi, vang notabene adalah kelas rendah untuk pandangan "kelas" yang diterapkan di Hindia Belanda bisa mencintai dan menikah dengan perempuan Belandal pertentangan-pertentangan psikologis, pertentangan keyakinan, di mana nilai agama dan nilai-nilai tradisi menjadi persoalan serius (yang membuat tokoh Hanafi dianggap menyimpang), dengan akhir kehidupan tragis vang dialami setiap tokohnya, menjadikan novel int terasa getir dan memilukan, inilah potret-potret manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang dilukiskan secara telanjang dan cerdas. Sebuah novel yang tetap berharga untuk kembali dibaca".(Joni Ariadinata, sastrawan, redaktur Majalah Sastra Horison).
ADVERTISEMENT
Dilihat secara tematik, novel Salah Asuhan menjadi salah satu novel yang mengalami pergeseran dari novel-novel pada zamannya. Dimana novel ini tidak lagi memersoalkan internal antar adat-istiadat di Indonesia, namun lebih dari itu novel ini membahas mengenai kawin campur antar bangsa. Tema tersebut penting karena menjadi tonggak kontemporer karya sastra dan juga disebut novel multidimensi. Novel Salah Asuhan secara tidak langsung memberi gambaran pendidikan Belanda pada masa itu mampu mengubah cara berprilaku pribumi, menjadi ingkar terhadap tanah airnya.
Kisah Singkat
Novel ini menceritakan Hanafi seorang anak laki-laki dari Solok, sejak kecil Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda. Ibunya menjadi janda setelah ditinggal mati oleh suaminya, kemudian Hanafi disekolahkan ke HBS (Hoogere Burgerschool) yang berada di Betawi. Tidak sembarang orang bisa bersekolah di HBS, karena hanya orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elite pribumi yang bisa bersekolah di sana. Hal ini secara tidak langsung memberi tahu bahwa Hanafi bukan lagi menjadi seorang kaum bumiputera biasa.
ADVERTISEMENT
Semasa sekolah Hanafi dekat dengan Corie seorang gadis campuran Indonesia Prancis. Mereka berdua seringkali terlihat bersama, melakukan hal secara bersama-sama, hingga menumbuhkan rasa cinta dalam hati Hanafi. Menyadari itu Corie menolak pesanan Hanafi, karena Corie sadar akan sangat susah kedepannya nanti jika dirinya menerima Hanafi. Pada akhirnya Corie memilih untuk menjauh dari Hanafi, dengan pindah dari Solok ke Betawi.
Setelah cintanya ditolak Hanafi mulai sedih dan mengurung diri, tetapi dia selalu mengirim surat kepada Corie. Dalam kesedihan itu, ibunya menjodohkan Hanafi dengan Rapiah anak dari paman yang membuat Hanafi menyelesaikan sekolah. Rapiah seorang pribumi yang memiliki sifat santun dan taat, tetapi dengan sifat itu tidak mampu menggantikan posisi Corie dalam hati Hanafi. Hingga pada masanya Hanafi akhirnya menikahi Rapiah, karena merasa balas budi dengan pamannya itu.
ADVERTISEMENT
Pernikahannya dengan Rapiah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Syafi'i. Perlakuannya sangat kasar terhadap Rapiah, tetapi Rapiah tetap sabar menerima segala perlakuan Hanafi. Hingga akhirnya Hanafi harus membayar atas perlakuannya itu, dia terkena penyakit yang disebabkan oleh gigitan anjing gila. Untuk mengobati penyakitnya itu Hanafi harus pergi ke Betawi untuk berobat. Di Betawi Hanafi kembali bertemu dengan Corie, kini Corie terlihat bertambah cantik dan solek tubuhnya membuat Hanafi terpesona.
Sedikit mundur kebelakang, awal mulanya Hanafi bertemu Corie adalah pada saat Corie mengalami kecelakaan dan disitulah Hanafi menolongnya. Di masa itu Corie yang sudah ditinggal mati ayahnya merasa kesepian dan sadar bahwa dirinya butuh seseorang sahabat. Melihat itu Hanafi berpikir jalanya untuk mendapatkan Corie mulai terbuka, setelah lama tinggal Hanafi memutuskan untuk tetap berada di Betawi untuk kembali memperjuangkan cintanya.
ADVERTISEMENT
Hanafi mulai mengurus surat perpindahan kerja dari Solok ke Betawi, tidak lupa Hanafi juga mengurus surat perceraiannya dengan Rapiah. Keputusan Hanafi memilih menceraikan Rapiah, membuat sedih ibu dan anaknya. Disaat itu juga Hanafi mengurus surat permintaan kesetaraan dengan bangsa Corie. Semua hajatnya terselesaikan, dengan ini Hanafi sudah setara dengan kedudukan Corie. Pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk melakukan pernikahan, namun dari teman-teman Corie melarang hal tersebut, dengan alasan itu bisa merusak martabat bangsanya.
Cinta tetaplah cinta, yang bergerak bukanlah raga dan pikiran, melainkan hati yang menuntun jalannya. Hanafi dan Corie memutuskan untuk tetap melaksanakan pernikahan secara sembunyi-sembunyi. Lambat-laun pernikahan mereka diketahui oleh teman-temannya dan mulai dijauhi, karena dianggap telah mencelakan bangsa masing-masing dari mereka. Corie terasingkan dari bangsanya begitu juga Hanafi yang dianggap telah berkhianat terhadap bangsa Indonesia. Hidup mereka jauh dari kehidupan barat dan timur, tidak ada yang menerimanya.
ADVERTISEMENT
Kehidupan pernikahan mereka yang semula indah bagai sepasang merpati kini berubah menjadi penuh dengan kesulitan, Hanafi kembali menjadi seseorang yang pemarah sering menuduh Corie melakukan hal yang menyeron. Puncaknya pada saat Corie sering bertemu dengan tante Lien seorang mucikari, Hanafi menuduh Corie telah berzina dengan pria lain. Corie yang sakit hati karena telah dituduh memutuskan untuk pergi ke Semarang meninggalkan Hanafi. Kehidupan pernikahan mereka kacau dan Hanafi menyesal telah memperlakukan Corie dengan buruk.
Setelah beberapa waktu ditinggal Corie akhirnya Hanafi memperoleh informasi bahwa Corie sekarang berada di Semarang Jawa Tengah. Keadaan Corie ternyata sedang terkena wabah kolera yang membuatnya sakit parah. Di situ Hanafi meminta maaf atas perlakuannya, namun keadaan Corie yang tidak kunjung membaik membuatnya harus pergi meninggalkan Hanafi untuk selamanya. Kejadian tersebut membuat hancur dan sedih, jiwa Hanafi mulai terganggu saat ini dia tidak lagi memiliki siapa-siapa di hidupnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya Hanafi memilih kembali ke kampung halamannya bermaksud untuk meminta maaf kepada ibu dan istrinya. Di situ Hanafi melihat anaknya yang sudah tumbuh, dan menasehatinya agar kelak tidak seperti dirinya yang telah salah memilih jalan. Meninggalkan bangsa sendiri, menjauh dari adat-istiadat, kepercayaan dan keluarga. Bagai membayar hutang, Hanafi merasa sangat bersalah atas segala perlakuannya kepada ibu, istri dan anaknya. Di akhir cerita Hanafi yang sendang sakit, sengaja meminum sublimat dengan sembarangan membuatnya meninggal. Sebelum meninggal Hanafi meminta maaf kepada ibu nya dan berpesan "Ibu...ampuni...akan...dosa...ku... Syafiei pelihara... baik-baik. Jangan...diturutnya... jejak ku..." Dengan berjabat tangan dengan ibunya, melayanglah jiwa Hanafi.
Fakta cerita
1. Pengarang
Abdoel Moeis lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 3 Juni 1913. Ayahnya bernama Datuk Tumenggung Lareh. Pada masa remajanya, Abdoel Moeis pindah dari Minangkabau ke pulau Jawa. Dia belajar di Eur Legere School (ELS), antara tahun 1903-1905. Pada tahun 1900 hingga 1902, Abdoel Moeis belajar di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1917, dia pergi ke Belanda dan menjadi klerk.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1905, Abdoel Moeis diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang India, yang membahas isu politik. Setelah Bintang India tutup, Abdul Muis pindah ke Bandungsch Afdeelingsbank dan menjadi menteri lumbung selama lima tahun. Pada tahun 1912, setelah perdebatan dengan controleur, dia pindah ke De Prianger Bode, sebuah surat kabar harian Belanda yang diterbitkan di Kota Bandung.
Pada tahun 1913, Abdul Muis meninggalkan De Prianger Bode untuk fokus pada kepentingan politik sebagai seorang pemuda patriot. Dia bergabung dengan Serikat Islam (S1) di mana ia bekerja sama dengan A.H. Wignyadisastra dan dipercaya sebagai pemimpin Kaum Muda. Bersama Serikat Islam, Abdul Muis terlibat dalam penerbitan salah satu surat kabar di Bandung. Pada saat yang sama, atas inisiatif dr. Cipto Mangunkusumo, dia turut membentuk Komite Bumi Putra untuk menentang rencana perayaan seratus tahun kekuasaan Belanda dan mendesak Ratu Belanda untuk memberikan kebebasan kepada bangsa Indonesia dalam urusan politik dan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1926, Serikat Islam (SI) mencalonkan Abdul Muis dan ia terpilih sebagai anggota Regentschapsraad Gontroleur. Di posisi ini, dia bertugas hingga kedatangan Jepang ke Indonesia. Selama pendudukan Jepang pada tahun 1942, meskipun dalam kondisi sakit, Abdul Muis tetap aktif bekerja. Jepang kemudian menunjuknya sebagai pegawai di bidang Kemasyarakatan, meskipun ia memilih pensiun pada tahun 1944 karena usia yang sudah lanjut. Setelah proklamasi kemerdekaan, dia kembali aktif dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan.
Abdul Muis mulai menonjol dalam dunia penerbitan dengan menggunakan inisial A.M. Salah satu karyanya yang terkenal adalah roman sejarah "Surapati", yang sebelumnya dipublikasikan sebagai cerita bersambung di harian Kaum Muda. Meskipun sebagai sastrawan ia tidak terlalu produktif, hanya menulis empat novel dan beberapa karya terjemahannya, namun karya-karyanya, termasuk novel "Salah Asuhan", dianggap sebagai terobosan dalam prosa Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. Penerbit
Balai Pustaka, yang awalnya didirikan pada tahun 1908 dengan nama Commissie voor de Inlandsche School en Volksectuur, bertujuan untuk melawan penyebaran "bacaan liar" pada awal abad ke-20. Istilah ini digunakan oleh Belanda untuk merujuk kepada karya-karya yang dianggap tidak bermoral, penerbitan yang tidak bertanggung jawab, serta sebagai sumber agitasi. Komisi ini juga dibentuk untuk menanggulangi pengaruh nasionalisme dan sosialisme yang mulai tumbuh di kalangan pemuda pelajar.
Sebagai akibatnya, pemerintah kolonial berusaha menyediakan bahan bacaan yang sehat bagi lulusan sekolah dasar. Balai Pustaka memainkan peran penting dalam memberikan saran kepada pemerintah kolonial mengenai pemilihan bahan bacaan untuk perpustakaan sekolah dan umum di seluruh koloni tersebut. Pada tahun 1917, Balai Pustaka terbagi menjadi empat bagian: Redaksi, Administrasi, Perputakaan, dan Pers. Fokusnya adalah untuk memajukan moral, budaya, dan mengembangkan apresiasi sastra di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Balai Pustaka menerapkan syarat ketat untuk naskah yang harus diterbitkan. Persyaratan tersebut mencakup netralitas dalam hal keagamaan, promosi budi pekerti, ketertiban, dan kesesuaian dengan politik yang dijelaskan dalam Nota Rinkes pada masa itu. Sebagian besar novel terbitan Balai Pustaka menggambarkan tokoh Belanda sebagai penolong atau figur utama yang dihormati, sementara tokoh lokal seperti kepala desa, pemimpin agama, atau haji sering digambarkan dalam cahaya negatif, sering kali sebagai karakter yang kejam, tidak adil, atau tidak bermoral.
Beberapa karya yang lulus sensor Balai Pustaka dan diterbitkan, antara lain:
• Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922),
• Cinta yang Membawa Maut (bersama Abd. Ager, 1926),
• Salah Pilih (1928),
• Karena Mertua (1932),
ADVERTISEMENT
• Tuba Dibalas dengan Air Susu (bersama Asramaradewi, 1933) Hulubalang Raja (1934)
• Neraka Dunia (1937),
• Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli
• Salah Asuhan (1928) karya Abdoel Moeis
• Azab dan Sengsara (1920) karya Merari Siregar
• Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938) karya Hamka
• Bunga Rampai (1917) karya G. Francis - Kumpulan cerita pendek dari berbagai penulis, salah satunya "Buiten het Leven" karya G. Francis sendiri.
3. Fakta Novel Salah Asuhan
• Pada tahun 1969 mendapat hadiah dari pemerintah
• Pada tahun 1976 diangkat ke layar perak
• Pada tahun 1988 diterjemahkan ke bahasa Cina dan Jepang
• Menjadi novel terlaris di Tionghoa.