Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Merayakan Cinta pada Sang Rasul dengan Kearifan Lokal
13 Mei 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Lutpia Alaena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap junjungan alam, Rasulullah SAW. Di Desa Tiwulandu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah perayaan ini tidak hanya menjadi momentum religius, tetapi juga ajang memperkuat solidaritas sosial dan melestarikan tradisi lokal yang sarat makna.
ADVERTISEMENT
Terletak di daerah dataran, Desa Tiwulandu dikenal sebagai wilayah yang subur dengan pemandangan persawahan hijau dan udara sejuk. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan berprofesi di sektor informal. Meski sederhana, kehidupan masyarakatnya diwarnai semangat gotong royong dan keislaman yang kental. Tradisi Maulid Nabi telah menjadi agenda tahunan yang dinanti, tidak hanya oleh warga desa, tetapi juga masyarakat dari daerah sekitar.
Persiapan perayaan Maulid Nabi di Desa Tiwulandu dimulai sepekan sebelum acara. Para pemuda dan tokoh agama bergotong royong membersihkan masjid, balai desa, dan jalan-jalan yang akan dilalui prosesi. Para ibu-ibu pun tak kalah sibuk menyiapkan hidangan khas seperti nasi bogana, soto Brebes, dan kue tradisional seperti apem sebagai simbol permohonan ampunan. Selain itu, panitia juga menyiapkan dekorasi sederhana berupa bendera bertuliskan sholawat dan hiasan janur kuning yang dipasang di sepanjang jalan desa.
Setelah pengajian, warga berkumpul untuk menyantap hidangan bersama. Momen ini menjadi simbol kebersamaan dan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Allah SWT. Menjelang sore, digelar prosesi budaya yang disebut “Kirab Cahaya”. Puluhan anak-anak dan remaja membawa obor dari bambu dan lampion warna-warni, berjalan mengelilingi desa sambil melantunkan sholawat. Menurut sesepuh desa, tradisi ini melambangkan cahaya Islam yang dibawa Rasulullah untuk menerangi dunia.
ADVERTISEMENT
Yang unik dari perayaan di Desa Tiwulandu adalah adanya ritual “Sedekah Bumi” yang digabungkan dengan peringatan Maulid. Warga mengarak tumpeng raksasa yang terbuat dari hasil bumi, seperti padi, jagung, dan umbi-umbian, sebagai bentuk syukur kepada Allah sekaligus penghormatan terhadap alam yang telah menghidupi mereka. Tumpeng kemudian dibagikan ke seluruh peserta setelah didoakan bersama.
Bagi masyarakat Tiwulandu, tradisi ini bukan sekadar seremonial. Seperti diungkapkan sesepuh desa berusia 80 tahun, “Maulid Nabi mengingatkan kita untuk meniru akhlak Rasulullah yaitu sederhana, peduli pada sesama, dan mencintai tanah air.”
Perayaan Maulid Nabi di Desa Tiwulandu telah menjadi sarana mempererat silaturahmi antar warga, termasuk dengan pemeluk agama lain yang turut menghadiri acara. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang edukasi bagi generasi muda untuk mengenal sejarah Islam dan budaya leluhur.
ADVERTISEMENT
Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Tiwulandu adalah bukti bahwa kecintaan pada Rasulullah tidak harus diwujudkan dengan kemewahan. Justru, semangat sederhana, gotong royong, dan pelestarian kearifan lokal menjadi nilai utama yang menjadikan perayaan ini bermakna. Melalui tradisi ini, masyarakat Tiwulandu menunjukkan bahwa agama dan budaya dapat berjalan beriringan, menciptakan harmoni yang memperkaya kehidupan sosial dan spiritual.
Semoga semangat Maulid Nabi terus menyala di hati masyarakat Desa Tiwulandu, menjadi penerang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.(Lutpia Alaena Mahasiswa UIN Walisongo Prodi Matematika)