Konten dari Pengguna

Kontroversi Konser Coldplay dalam Pendekatan Strukturalisme Budaya

Lutviana Herawati
Undergraduate Student at Politics and Government UGM
14 Juni 2023 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lutviana Herawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konser Band asal Inggris Coldplay dikecam banyak pihak karena dianggap membawa kampanye pelangi. Kampanye pelangi atau bendera LGBT umumnya disebut sebagai simbol dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan gerakan sosial LGBT. Kita ketahui bersama bahwa isu tersebut dianggap sangat sensitif di Indonesia. Melihat komposisi masyarakat Indonesia yang berbudaya dan beragama, isu tersebut tentu sangat ditentang. Dengan kontradiksi tersebut muncul pertanyaan mengenai Bagaimana penentangan tersebut dapat terjadi?
ADVERTISEMENT
Tulisan ini akan dijabarkan dengan menggunakan teori strukturalisme. Mengingat bahwa terlaksananya konser band Coldplay di Indonesia pasti melibatkan banyak pihak dan tentunya melihat ke heterogenitas masyarakat Indonesia. Selain itu, teori ini diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan stabilitas negara mengenai konser Coldplay dan isu LGBT. Teori ini relevan untuk memberikan penjelasan mengenai kontradiksi yang ada.
Dilarang Konser di Indonesia
Coldplay merupakan band asal Inggris yang secara terang-terangan mendukung adanya kampanye LGBT. Dalam salah satu konsernya, Chris Martin vokalis band tersebut jelas membawa dan mengibarkan bendera pelangi. Selain itu dalam beberapa interview band tersebut juga menyumbang suaranya untuk kaum LGBT atas kebebasan mereka untuk hidup dengan jati diri mereka. Jika melihat dari sudut pandang masyarakat Indonesia, banyak pihak yang menentang ajaran tersebut dengan mengaitkannya dengan agama dan budaya bangsa. Kaum-kaum agamis dan ekstremis menganggap LGBT bukanlah jati diri dan hanya akan merusak budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari TVOne News, wakil ketua umum MUI, Anwar Abbas, berpendapat bahwa dengan datangnya band Coldplay tersebut akan merusak moral dan watak generasi muda bangsa. Beliau menganggap band Coldplay merupakan band yang besar dan pastinya antusias dari anak-anak muda juga akan tinggi. Dengan bergabungnya anak-anak muda dalam konser yang mendukung LGBT, tentu terdapat kekhawatiran akan terjadinya kegoyahan akhlak. Memang datangnya Coldplay akan membawa keuntungan ekonomi yang tinggi, tetapi akan memberi dampak negatif yang tinggi pula bagi generasi muda. “Oleh karena itu adanya keberatan terhadap kehadiran Coldplay tersebut adalah cukup beralasan,” kata Anwar Abbas.
Alumni 212 secara lantang juga menentang keras adanya konser Coldplay ini. Novel Bamukmin, Wasekjen PA 212, beranggapan bahwa penentangan ini bukan tanpa alasan. Bagi mereka LGBT bukanlah hal yang patut di normalisasi dalam agama, selain itu isu ini sangat bertentangan dengan pancasila. Secara ekstrem, Alumni 212 bahkan sampai mengancam akan mengepung bandara dan mengadakan demo besar-besaran jika konser ini tetap berlangsung. Tentu hal tersebut membuat banyak orang khawatir akan keberlangsungan konser Coldplay dan keselamatan selama konser berlangsung. Kekhawatiran tersebut memang patut untuk diperhitungkan mengingat banyak kejadian gagalnya konser akibat sebuah demo besar.
ADVERTISEMENT
Strukturalisme Budaya yang Berbeda
Problem mengenai perbedaan pandangan mengenai LGBT akan sesuai jika kita hubungkan dengan teori strukturalisme. Strukturalisme adalah salah satu teori ilmu sosial dimana para penganutnya percaya bahwa pengetahuan sejati didapat dari penemuan struktur yang saling mempengaruhi satu sama lain. Structuralis juga percaya bahwa strukturalisme adalah teori yang menjadikan konstruksi sosial menjadi pengaruh utama dalam mengambil suatu keputusan atau norma. Teori ini akan menjelaskan bagaimana problematik isu ini berawal.
Band Coldplay merupakan band asal Inggris. Dilihat dari backgroundnya Coldplay berasal dari negara yang melegalkan dan mendukung adanya LGBT. Diketahui bahwa pada 17 Juli 2013, Inggris secara resmi melegalkan pernikahan sesama jenis melalui reformasi undang-undang, setelah sebelumnya pada masa Henry III homoseksual adalah perbuatan ilegal. Hal tersebut mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan khususnya kaum LGBT.
ADVERTISEMENT
Dukungan tersebut muncul dilatarbelakangi oleh faktor sejarah. Mulai dari penangkapan, diskriminasi, dan hukuman bagi kaum homoseksual yang kejam sehingga menimbulkan korban jiwa. Misalnya saja Alan Turing. Alan adalah seorang ilmuwan pada tahun 1950 an. Alan Turing juga terkenal karena kejeniusannya dalam bidang matematika dan sains. Alan dikabarkan meninggal bunuh diri dengan memakan sebuah apel yang dimasuki sianida. Bunuh diri dari Alan sendiri dikabarkan dipicu oleh adanya goncangan dalam diri yang diakibatkan oleh gunjingan, diskriminasi, dan kekerasan dari masyarakat dan pemerintahan inggris karena diketahui Alan adalah seorang homoseksual. Alan sempat mengalami depresi dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Dari peristiwa Alan mulai muncul beberapa orang yang merintis perubahan. Salah satunya John Wolfenden. Wolfenden berhasil mengubah stereotip masyarakat Inggris yang pada masa itu menganggap bahwa orang yang homoseksual adalah perilaku yang tidak wajar. perjuangan dari Wolfenden tentu menemui banyak rintangan. Butuh waktu lama bagi Inggris untuk mengakui hukum tersebut, hingga pada tahun 2003 terjadi penghapusan kriminalisasi seks anal dan pada 2013 muncul peraturan perundang-undangan mengenai homoseksual.
ADVERTISEMENT
Dukungan pemerintah Inggris semakin tinggi terhadap kaum LGBT ditunjukkan pada beberapa peristiwa. Salah satunya pada tahun 2022, akun media sosial kedutaan besar Inggris di Indonesia mengunggah postingan yang memperlihatkan berkibarnya bendera pelangi di samping bendera Inggris. Kejadian tersebut tentu memantik banyak pihak untuk bersuara. Pihak yang paham akan hukum internasional tentu paham bahwa kejadian tersebut dilindungi hukum kekebalan diplomatik, tetapi bagaimana dengan yang tidak memahami hukum tersebut? Banyak orang Indonesia yang mengecam peristiwa itu karena dianggap sebagai sikap tidak hormat terhadap negara Indonesia.
Namun, dari peristiwa tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah Inggris sangat serius dalam memperjuangkan kaum LGBT. Pemerintah Inggris berpendapat bahwa kaum LGBT berhak mendapatkan ruang bebas dan aman untuk mengekspresikan aliran seksualitasnya. Karena bagaimanapun mereka adalah seorang manusia yang dapat merasakan kesakitan, kebahagiaan, rasa kecewa, marah dll. Kita dan mereka adalah sama dan wajib hukumnya bagi kita untuk memberi mereka ruang yang sama untuk berekspresi.
ADVERTISEMENT
Walaupun alasan Pemerintah Inggris tidak salah, tetapi perjuangan kaum LGBT di Indonesia adalah tabu adanya. Perjuangan kaum ini mendapat kecaman hebat bagi banyak pihak di Indonesia. Terlebih lagi sumber struktural norma di indonesia paling besar berasal dari interaksi budaya dan agama yang sangat menentang gerakan LGBT. Interaksi yang kuat tersebut menimbulkan stereotip atau prasangka negatif terhadap LGBT. Hal tersebutlah yang menjadi alasan kaum LGBT kurang mendapat tempat di masyarakat Indonesia.
Dilihat dari perbandingan kedua negara tersebut Inggris cenderung liberal dalam menanggapi isu LGBT dan secara konstitusi mengakui keberadaan mereka. Inggris begitu lantang dalam menyuarakan perjuangan hak kaum LGBT. Tentu dengan munculnya hukum dan perjuangan lantang dari pemerintah, muncullah gerakan-gerakan yang hadir di tengah masyarakat yang secara lebih lanjut mampu menarik minat masyarakat inggris secara masif. Oleh karena itu Coldplay juga sangat lantang dalam menyuarakan kaum LGBT.
ADVERTISEMENT
Perbedaan pandangan Indonesia dan Inggris sendiri menjadi bukti bahwa telah terjadi strukturalisme budaya yang berbeda dari setiap negara. Perjuangan orang-orang yang pro LGBT menemui perubahan yang positif di Inggris. Hal tersebut belum tentu terjadi di Indonesia. Kedua negara dibangun dengan sejarah, pemikiran, dan pandangan yang berbeda.
Band Coldplay tentu memiliki kebebasan dalam menentukan arah pemikirannya sendiri. Kita tidak bisa memaksakannya. Keberlangsungan konser Coldplay pasti menimbulkan gejolak politik yang cukup tinggi di Indonesia. Mengingat band ini cukup memiliki popularitas yang tinggi. Tetapi, perlu diingat kembali bahwa banyak juga penggemar Coldplay yang datang ke konser tersebut untuk menikmati lagunya bukan aliran pemikiran yang dianut band Coldplaynya.
Di Indonesia isu LGBT seakan-akan tidak pernah menemui titik temu. Masih banyak sekali perdebatan di dalamnya. Jika ditanya mengenai peluang Indonesia dalam menerima kaum LGBT, tentu peluang tersebut pasti ada, yang tidak bisa kita pastikan adalah kapan Indonesia dapat menerima kaum LGBT secara konstitusi memberi hak kebebasan bagi mereka?
ADVERTISEMENT