Konten dari Pengguna

MENDUNG TAK BERARTI HUJAN

13 Mei 2018 22:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lya Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ia sesenggukan menahan tangis di sudut kamar mandi. Kabar yang ia terima pagi itu membuat hatinya remuk redam. Ingin rasanya ia berlari saat itu juga. Matanya berkaca kaca membaca kembali pesan singkat yang terkirim di ponselnya. Dunianya tak lagi seindah angan anganya dulu. Segala harapan yang ia pendam seakan sia sia.Pagi itu ia harus menerima kenyataan yang selama ini menjadi hal yang tak sanggup ia bayangkan. Kehilangan itu benar benar merubah dirinya. Perasaan bersalah , menyesal yang ia rasakan kini.
ADVERTISEMENT
Sudah seminggu ini Lea merasakan perasaan yang tak menentu di hatinya. Sudah beberapa hari ini juga merasa seluruh tubuhnya seperti berontak. Terkadang ia harus terjaga tengah malam tanpa sebab. Menjelang 2 minggu kepulangannya ke tanah air seperti membuatnya menjadi pendiam. Bahkan ia belum memberitahu keluarganya tanggal berapa jadwal penerbanganya.
Entah kebetulan atau apa ia sering mengurungkan niatnya untuk memberi tahu keluarga di kampung. Nanti saja biar surprise, pikirnya. Sudah seminggu pula ia tak berkomunikasi dengan orang rumah. Tak seperti biasanya yang hampir tiap malam ia melepas rindu dengan mendengarkan suara kedua orang tuanya melalui telepon genggamnya.
“ what happen to you ?( apa yang terjadi padamu) “suara nenek dari luar kamar mandi .
ADVERTISEMENT
“ why you crying …?(kenapa kamu menagis ) Di tatapnya mata lea yang membengkak sambil di pegangi pundaknya.
Tak seperti biasanya melihat Lea yang sembab di pagi pagi buta . Lea hanya diam tak satupun kata yang keluar dari mulutnya selain menunduk. Air matanya terus mengalir seakan tak mau berhenti.
“ Are you Ok ,Lea …?( apa kamu baik baik saja Lea ?) Dia hanya menggelengkan kepalanya sesekali mengusap wajahnya yang sudah memerah. Ia jatuh tertunduk di lantai kali ini tangisnya pecah tak tertahankan. Nenek di sampingnya semakin heran apa gerangan yang terjadi.
Lea masih menangis sejadi jadinya tanpa suara. Di peluknya erat kedua lututnya sambil di benamkan wajahnya.
ADVERTISEMENT
“ Tell me , what happen to you Lea ..!( ceritakan apa yang terjadi Lea)" pinta nenek yang sudah tak sabar dengan kebungkaman Lea.
“ I want go back right now, can I please… ?( aku ingin pulang sekarang , aku mohon) di pandangi wajah wanita berambut putih di depanya.
“Why …? (kenapa?) Wanita itu heran. Your air ticket already booked 2 week later.
“My father pass away ." ( ayah saya meninggal ) tangisnya kembali pecah . Wajah ayahnya kembali terlintas di benaknya. Perasaan bersalah membuatnya tak bisa berpikir jernih. Rasanya ia ingin segera pulang melihat wajah ayahnya untuk terakhir kali. Tak ada lagi semangat bekerja , tak ada lagi nafsu makan, pikiranya melayang.
ADVERTISEMENT
“Alright I will talk to your sir later.. but I can’t promise you."( baik saya akan bicarakan dengan tuan , tapi saya tidak bisa janji ) Wanita tua itu berusaha menenangkan Lea. Di peluknya tubuh Lea yang semakin tenggelam dengan tangisan.
Suara pintu terbuka ketika kakeknya pulang dari senam pagi. Seperti biasa tugas Lea mempersiapkan sarapan untuk majikan laki lakinya itu. Kali ini dia tak harus repot repot mempersiapkanya karena hari itu jadwal sang kakek chek up ke rumah sakit. Di tatapnya wajah Lea yang sembab.
“Are you ok.. ?"( apa kamu baik baik saja) Lea menggelengkan kepala. Sang kakek yang berpikir bahwa Lea bertengkar dengan istrinya. Memang nenek yang Lea rawat kadang kadang sangat menjengkelkan. Ia sering marah marah entah marah ke pada lea atau suaminya tanpa sebab. Mungkin pengaruh usianya yang sudah renta atau pengaruh obat yang harus ia minum setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Entah apa yang di bicarakan mereka berdua ,ia tak perduli. Di kumpulkanya semangat pagi itu untuk sekedar menyelesaikan pekerjaanya yang tertunda. Sesekali ia mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti.
“We going out ,if something happen you call me..take a rest ."( kami pergi keluar, kalau terjadi apa apa telpon saya , kamu istirahat saja). Pesan majikanya sebelum meninggalkan ia sendiri di rumah. Di raihnya telepon genggam yang ia taruh di saku celananya. Dia tekan nomer nomer di layar ponselnya dengan tangan gemetar. Nafasnya tersekat dadanya begitu sesak.
“ Assalamuaalaikum… suara perempuan di seberang sana. Lea merasakan butiran bening kembali membasahi kedua pipinya. Tak mampu membuka suara meski sekedar membalas salam. Mulutnya ia tutupi dengan telapak tangan untuk menahan tangis, ia kumpulkan keberanian untuk menyapa.Tetap ia tak kuasa selain menangis sejadi jadinya.
ADVERTISEMENT
Suara tangis terdengar dari ujung sambungan telepon. Terdengar Ibunya berusaha membesarkan hati Lea untuk bersabar dan ikhlas. Walau ia tahu hatinya sendiri menahan kesedihan yang sama.
“ Sabar ya nduk ,Ikhlaskan kepergian bapak, doakan semoga bapak khusnul khotimah.”
Lea terisak tak bisa menjawab selain menangis, ibunya pun ikut menangis. Di tutupnya telepon di tangannya , ia bangkit mencari kesibukan agar hatinya sedikit tenang. Ia coba membasuh mukanya yang kumal lalu ia coba menelpon sahabat karibnya. Beberapa kali tanpa jawaban ,mungkin sibuk.
Malam itu menjadi malam tersulit untuknya terpejam. Kepalanya terasa berat setelah seharian menangis. Pikiranya melayang mengingat 2 tahun yang lalu ketika ayahnya mengantarkan ke bandara. Di pandangi lama wajah ayahnya , ada perasaan tak tega meninggalkan ke dua orang tuanya itu. Atau beberapa hari ketika ia masih di rumah , ayahnya pulang dengan wajah lelah turun dari sepeda motor yang di naikinya.
ADVERTISEMENT
“ Mau kemana nduk..? kerumah temen bapak.
“ Bapak anter ya ? pinta ayahnya saat itu meski terlihat lelah. Sejak kecil Lea memang dekat dengan ayahnya . Bahkan ayahnya lah yang sering mengantar dirinya bepergian. Ia tak pernah menyangkan hari itu menjadi yang terakhir baginya untuk bersama ayahnya.
Sudah seminggu kepergian ayahnya tercinta . Lea terlihat masih berduka. Ia bersedih karena tak bisa segera pulang visa kontrak kerjanya yang masih tertahan di Imigrasi. Ia harus rela menunggu 2 minggu kepulanganya.
Memasuki ruang pesawat terbang pikiranya masih kosong. Ia tak tahu harus bagaimana ketika bertemu keluarga . Ingin rasanya ia tertidur dan melupakan semuanya ketika terbangun nanti. Tapi kenyataanya semua itu bukan mimpi. Ia harus kuat menghadapi kenyataan. Ia harus tetap tegar menghadapi semuanya , karena di sana ia masih punya ibu dan 2 saudara laki laki. Ia harus tetap kuat demi keluarganya. Semua cobaan pasti bisa di lalui. Lea tersenyum pada dirinya sendiri menyakinkan dirinya untuk bangkit dan terus semangat meraih mimpinya.
ADVERTISEMENT
Senja terlihat di langit kota Semarang sore itu, Lea melangkah keluar sembari mendorong koper berwarna merah muda miliknya.Langkahnya menuju pintu keluar yang sudah berkerumun orang di sana.Ia terhenti sejenak memandangi wajah orang yang berkerumun di sana. Nafasnya kembali sesak mata nya mulai berkaca ,di tariknya nafas dalam dalam. Teringat setiap kali ia pulang cuti ketanah air ayahnya selalu berdiri di sana melambaikan tangan. Dengan senyum memanggil namaya berkali kali. Ayahnya lah orang pertama kali yang akan mengelus kepalanya sembari menggandeng tangannya.
Lea keluar dengan tatapan kosong di sandarkan tubuhnya pada deretan bangku kosong di ruang tunggu jemplutan.
"Mbak, pulang kemana mari saya antar..? seorang lelaki muda menghapirinya menawarkan jasa taxi . " Ndak usah mas saya nunggu jemputan belum datang." Laki laki itu melangkah pergi meninggalkan tempat ia duduk.
ADVERTISEMENT
Dreeeet....dreettttt suara ponselnya bergetar. Di pandanginya nomer yang masuk di layar ponsel. "Hallo, mbak sampai mana kok lama sekali ?" suara adiknya di seberang telepon.
"Budhe sama rombongan belum sampai. " Lea menghela nafas panjang ia duduk sendirian di sana. Budhenya sudah berada di belakangnya. Lea menoleh seketika di dekap erat tubuh budhenya , ia menagis kembali di sana. Budhe berusaha menenangkan Lea untuk tetap sabar dan ikhlas. Di geretnya koper tadi menuju parkiran mobil untuk segera pulang.
Terlihat sosok ibunya yang menunggu di depan pintu. Dengan senyuman menyambut kedatanganya di rumah. Lea berlari di peluknya erat tubuh ibunya. Kali ini ia berusaha tidak menangis, ia tak ingin ibunya bersedih.
ADVERTISEMENT
Lea memandang gundukan tanah di depanya, ingin rasanya ia memeluk gundukan tanah itu untuk melepas rindu pada ayahnya. Lea duduk di antara pusara ayahnya , di pandanginya wajah ibu dan adiknya satu persatu. Butiran bening jatuh di kedua pipiya saat ia membaca surat Yasin. Ia teringat pesan ayahnya dulu memintanya pulang sudah terlalu lama ia bekerja. Jawabnya sendiri selalu nanti yah 2 tahun lagi begitu seterusnya. Andai ia tahu andai ia bisa mengulang pasti ia mau pulang tapi semua sudah terjadi.
Empat belas hari masa cutinya berakhir ia harus kembali lagi ke Hongkong, kembali meninggalkan keluarganya. Meski ia belum puas melepas rindu tapi tuntutan kontrak mengharuskanya untuk kembali. Ibunya yang bijak menasehatinya menguatkan hatinya agar baik baik bekerja.
ADVERTISEMENT
"Ibu bisa menjaga diri di sini, kamu hati hati bekerja nduk ... jangan banyak pikiran." Nasehat ibunya . Lea meraih tangan ibu nya mencium dan berpamitan. Ia kembali memeluk erat tubuh ibunya sebelum masuk ke dalam mobil. Melambaikan tangan bersamaan mobil yang melaju meninggalkan halaman rumahnya.