Ada Joki di Balik Tugas

Lydia Fransisca
Mahasiswi jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
27 Juni 2021 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lydia Fransisca tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengerjaan tugas (Foto: Unsplash).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengerjaan tugas (Foto: Unsplash).
ADVERTISEMENT
Skripsi sebagai penentu kelulusan jenjang pendidikan S-1 terkadang menjadi hal yang ditakuti. Ketidakmampuan mahasiswa untuk mengerjakan skripsi membuat joki skripsi hadir sebagai solusi dari ancaman ketidaklulusan. Tidak berhenti sampai di pengerjaan skripsi saja. Kini, tugas harian mahasiswa juga diselesaikan oleh para joki. Dunia akademis semakin terancam.
ADVERTISEMENT
Ribuan akun yang bergabung dalam sebuah base, berinteraksi secara bebas untuk menawarkan jasa sebagai joki tugas di Twitter. Bahkan, kegiatan transaksi pun diatur mengikuti ketentuan-ketentuan yang telat dibuat base. Tim berusaha menghubungi base tersebut. Namun, hingga kini, tidak ada respons baik yang diperoleh. Padahal, akun tersebut aktif membuat cuitan.
Salah satu joki tugas yang ditemukan di base tersebut adalah Agni (bukan nama sebenarnya). Mulanya, Agni hanya menjadi joki sendiri. Kemudian, ia berpikir untuk bekerja sama dengan joki tugas lainnya agar saling menguntungkan. Sekarang ia sudah memiliki lebih dari 17 orang pelanggan sejak Maret lalu.
ADVERTISEMENT
Joki tugas yang bekerja sama dengan Agni (20) akan mendapatkan bayaran sebesar 90% dari satu orang pelanggan, sedangkan Agni akan mendapatkan 10% sisanya sebagai bayaran karena telah membawa pelanggan.
Tidak hanya di Twitter, tim menemukan joki tugas di TikTok. Mereka membuat konten video, seperti tangkapan layar (screenshot) testimoni dari pengguna jasa joki tugas, nilai akhir yang didapatkan, hingga kemampuan joki tugas untuk mengejar deadline selama satu jam dengan tujuan menarik minat pelanggan lainnya. Terkadang, mereka juga memenuhi kolom komentar pengguna TikTok lainnya untuk menawarkan bantuan dalam pengerjaan tugas.
Ilustrasi pengerjaan tugas melalui ponsel dan laptop (Foto: Unsplash).
Salah satunya adalah Nathania (19), mahasiswa semester dua jurusan Sastra Jawa yang baru menjadi joki tugas sejak Februari lalu untuk menambah uang jajannya. Ia dapat menerima pesanan dua hingga tiga tugas dalam sehari. Alhasil, Nathania sudah mengumpulkan Rp1,5 juta hingga wawancara dilakukan pada Kamis (16/04/2021). Tak hanya menambah penghasilan, ia juga beranggapan joki tugas dapat menambah ilmu.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tim menemukan Jeni (bukan nama sebenarnya) yang juga mencoba peruntungannya menjadi joki tugas di TikTok. Sebagian besar konten video yang dibuatnya memuat informasi bahwa ia membutuhkan uang untuk makan dan membayar indekos karena orang tuanya kekurangan biaya. Jeni (22) berhasil mengumpulkan sekitar Rp1 juta selama sebulan sejak menjadi joki.
Mahasiswa semester tujuh jurusan Filsafat tersebut dapat mengerjakan tiga hingga empat tugas dalam sehari. Jenis tugas yang kerap ia kerjakan berbentuk makalah atau presentasi. Rata-rata tugas yang dikerjakan berasal dari jurusan Kebidanan. Jeni akan mencoba untuk memahami terlebih dahulu materi melalui Google dan merangkum berdasarkan pemahamannya.
ADVERTISEMENT
Joki tugas memberi jalan pintas kepada mahasiswa. Perasaan bersalah karena menjadi joki tugas hanya dirasakan oleh Agni. Walaupun berpotensi untuk ketahuan oleh dosen, ketiga joki tugas tetap melanjutkan pekerjaannya.
Peristiwa tidak menyenangkan pun dialami oleh ketiga joki tugas. Jeni diprotes karena laptopnya yang sempat eror sehingga tidak dapat mengirimkan tugas. Padahal, tenggat waktu pengumpulannya sudah dekat. Nathania tidak mendapatkan bayaran sebagai akibat dari kesalahannya dalam pengerjaan tugas. Ia juga sempat dibohongi oleh pelanggan yang menghilang begitu saja. Berbeda dari yang lain, Agni diprotes oleh pelanggan karena harga joki yang ditawarkan terlalu mahal.

Kesalahan Tanpa Bukti

Salah satu mahasiswa yang tim berhasil hubungi, menggunakan jasa joki tugas karena harus mengurus bisnis hand sanitizer miliknya. Ia mencari akun joki tugas di Instagram untuk mengerjakan ujian tengah semesternya yang berbentuk esai.
ADVERTISEMENT
Untungnya, harga yang ditawarkan oleh sang joki tugas tidak terlalu tinggi yaitu Rp30.000. Mahasiswa tersebut akhirnya hanya membayar setengah dari harga yang ditetapkan karena hasil yang tidak memuaskan.
Cerita lainnya dari Ryan (19), mahasiswa semester dua dari jurusan Hubungan Internasional. Ia pernah menggunakan joki tugas karena harus membantu pemakaman salah satu anggota keluarganya. Sementara itu, tugas esai Bahasa Inggris yang diberikan hanya memiliki tenggat waktu satu hari. Ryan harus merogoh kantong Rp200.000 untuk membayar joki tugas. Meskipun begitu, ia memperoleh hasil yang cukup memuaskan.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga disampaikan mahasiswa Jurnalistik yang tidak ingin disebutkan namanya itu, “Namanya orang mau nyari duit, mah, sah-sah aja. Zaman sekarang nyari duit susah gak, sih? Jadi semakin banyak cara kreatif aja.”
Selain tugas yang menumpuk, ketidakpahaman terhadap materi menjadi permasalahan yang dialami oleh Ben (21) saat menjalani semester empat di kampusnya. Ia ditugaskan untuk membuat abstrak dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Serupa dengan Ryan, Ben perlu mengeluarkan Rp250.000 untuk membayar joki tugas karena tenggat waktu yang diberikan hanya satu hari.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, harga yang ditawarkan oleh joki tugas terlalu mahal baginya. Ben juga memandang penggunaan joki tugas sebenarnya adalah pelanggaran etika. Akan tetapi, pihak kampus dinilai sulit untuk mendeteksi apakah seorang mahasiswa menggunakan joki tugas atau tidak. Tuduhan akan mustahil untuk dilayangkan.
Ketiga mahasiswa tersebut mungkin baru pertama kali menggunakan joki tugas. Berbeda dengan Akbar (21). Mahasiswa semester enam jurusan Akuntansi itu sudah sering menggunakan joki tugas sebelum pandemi. Tugas mingguan untuk membuat presentasi, jurnal, dan buku besar yang membeludak, membuatnya takut tidak mengumpulkan tugas tepat waktu.
Sebelum pandemi, ia rutin menghabiskan Rp150.000 untuk joki tugas dalam sebulan. Harga tertinggi yang pernah ia habiskan untuk membayar jasa joki adalah Rp600.000. Harga tersebut juga sudah dipangkas dari Rp1 juta untuk mengerjakan tugas praktikum perpajakan.
ADVERTISEMENT
Menurut pengalamannya, hampir semua dosen tidak memeriksa tugas mahasiswa satu per satu. Maka dari itu, Akbar memilih untuk menggunakan jasa joki tugas. Teman-teman di kelasnya pun ikut menggunakan jasa joki tugas.
Tak hanya kalangan mahasiswa, tim menemukan joki tugas sudah meluas ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Temuan ini juga divalidasi Ryan yang menyatakan bahwa ia sudah mengetahui joki tugas dari SMA.
Ternyata, para dosen yang tim wawancarai mengetahui tentang fenomena joki tugas di kalangan mahasiswa. Akademisi di Universitas Sahid Jakarta Nindy Sabrina (28) memandang joki tugas sebagai fenomena yang sangat aneh. Menurut Nindy, kualitas jawaban yang diberikan joki tugas patut dipertanyakan karena mengerjakan tugas dari jurusan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Nindy menjelaskan, “Kami (para dosen) enggak punya waktu untuk menegur mahasiswa. Karena kami merasa aneh dengan jawabannya, kita juga enggak boleh menuduh tanpa bukti. Apalagi kalau online itu soft file semua, beda kalau tulisan tangan bisa ketahuan.”
Pemberian sanksi kepada mahasiswa sulit dilakukan. Menurut Nindy, pekerjaan tersebut hanya sebatas tugas harian yang tidak dapat terdeteksi. Berbeda dengan joki ujian yang sudah dapat dikenakan sanksi.
Nindy juga mengatakan apabila mahasiswa melewati proses menyeleksi berbagai sumber untuk pengerjaan tugas, seseorang sangat mudah terkena paparan berita bohong dan menjadi kurang kompeten serta kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis saat berada di dunia kerja.
Akademisi Universitas Multimedia Nusantara Yulika Satria Daya (42) juga memandang joki tugas sebagai tindakan yang tidak beretika. Lingkaran setan akhirnya terbentuk antara mahasiswa dengan joki tugas yang mengandalkan kepintarannya karena tidak memiliki tanggung jawab moral. Tim sempat menceritakan beberapa alasan joki tugas melakukan pekerjaanya, tetapi Yulika tidak menerima alasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalaman Yulika, mahasiswa yang menggunakan joki tugas tidak akan melewati proses pembelajaran dan pemahaman. Saat diuji, ia tidak dapat menjawabnya. “Dampaknya turun-temurun karena si pelaku dan pengguna akan berkeluarga. Karakter itulah yang kemudian akan diturunkan. Tujuan menuntut ilmu kan bukan transaksi dan jual beli,” tambah Yulika.
Dari informasi-informasi yang tim peroleh dari mahasiswa dan akademisi, belum ada peraturan atau regulasi yang mengatur joki tugas di perguruan tinggi. Adapun hal yang baru dibahas ke dalam regulasi secara resmi adalah plagiarisme. Lalu, tidak semua dosen memperbarui informasi terkini mengenai perkembangan joki tugas di kalangan mahasiswa.
ADVERTISEMENT

Hukum yang Tak Dapat Dilibatkan

Jika ditilik dari sisi hukum, joki tugas juga belum dapat ditindaklanjuti lebih jauh. Laina Rafianti, selaku pakar hukum dalam bidang hak cipta menjelaskan bahwa seseorang memiliki hak moral dan hak ekonomi apabila sudah menghasilkan sebuah karya dalam bidang ilmu pengetahuan.
Fenomena joki tugas yang dilihat dari perspektif hukum hak cipta sudah melanggar hak moral. Hak moral berarti tetap mencantumkan nama, tidak mengubah ciptaan, dan tidak dimutilasi. Sebaliknya, untuk hak ekonomi tidak dilanggar karena tidak adanya tindakan komersialisasi.
ADVERTISEMENT
Dosen Universitas Padjajaran itu melihat bahwa fenomena ini tidak bisa sembarangan dibawa ke meja pengadilan dan dikenai sanksi hak cipta. Hal yang dapat dilakukan adalah memberikan sanksi administrasi atau sanksi akademik kepada mahasiswa seperti skorsing. Negosiasi juga menjadi jalan lain untuk menyelesaikan fenomena joki tugas tersebut.
ADVERTISEMENT
Laina kembali menegaskan bahwa hukum tidak semata-mata merupakan peraturan tertulis, tetapi harus melihat norma lain seperti norma agama dan norma sosial dan juga etika. Ia berpesan untuk tidak menyalahgunakan suatu karya cipta karena karya cipta tersebut melekat pada diri pribadi.
Junaedi Saibih selaku pakar hukum dalam bidang hukum acara juga melengkapi perspektif Laina. Menurutnya, joki tugas tidak dapat dimasukkan sebagai tindakan penipuan karena joki tugas sudah menyelesaikan tugas yang diminta oleh pelanggannya sesuai dengan perjanjian. Apabila tugas sudah diterima dan proses transaksi dilakukan, ikatan perdata sudah berakhir.
Fenomena joki tugas juga tidak dapat dilihat dari segi pemalsuan dokumen karena tidak adanya perbandingan antara tugas yang asli dan tugas yang palsu. Jika ingin dilihat dari segi Undang-Undang Pendidikan Nasional Pasal 70 Nomor 20 Tahun 2003, ketentuan pidana baru diberlakukan pada permasalahan terkait sertifikasi kompetensi seperti berkaitan dengan ijazah.
ADVERTISEMENT
Meskipun belum masuk ke dalam undang-undang, Junaedi merasa bahwa diperlukan hukum untuk memberantas joki tugas. Lalu, kesulitan juga pasti akan dialami mengingat permintaan akan joki tugas masih ada dan diiringi oleh penawaran jasa joki tugas itu sendiri.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor pun menyatakan fenomena joki tugas sangat membahayakan masyarakat. Mahasiswa yang menggunakan joki sangat tidak layak dari sisi mentalitas dan kapabilitas untuk menduduki suatu posisi pekerjaan tertentu.
ADVERTISEMENT
Menurut Firman, perlu ada hukuman yang keras untuk joki tugas agar orang-orang yang bekerja keras tidak dirugikan. “Harus ada efek jera sehingga orang tidak mau melakukan (joki tugas) lagi. (Entah) itu dipermalukan, diumumkan namanya melakukan joki, diberikan hukuman kurungan, atau dikasih denda yang besar,” ucap Firman.
Dede Rohana Putra, anggota DPRD Komisi IV Provinsi Banten, menyebutkan bahwa tidak ada upaya dari pemerintah maupun program kerja yang bertujuan untuk memberantas joki tugas. Menurutnya, fenomena ini lebih kepada bagaimana kampus mengawasi mahasiswa agar mengerjakan tugas dengan jujur, melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan sehingga tidak menggunakan pihak ketiga atau joki.
ADVERTISEMENT

Jalan Penyelesaian Masalah

Tim menelusuri keterangan dari mahasiswa dan akademisi dengan membandingkan peraturan kemahasiswaan yang ada di Universitas Multimedia Nusantara. Namun, tim hanya mendapatkan peraturan tentang plagiarisme. Panduan kemahasiswaan 2020 bagian peraturan akademik hanya mengatur kegiatan akademis mulai dari kehadiran perkuliahan, administrasi akademik, dan akademik secara umum beserta dengan keterangan tambahannya. Sementara itu, SK Wakil Rektor No. 053/SK-R/VII/2014 membahas mengenai ketentuan plagiarisme mulai dari pengertian, bentuk, dan hukuman bagi pelaku.
Bentuk-bentuk pelanggaran yang diatur oleh Dewan Etik Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara dijabarkan melalui situs daring kampus.
Sementara itu, tim juga tidak berhasil menemukan wadah untuk melaporkan pelanggaran joki tugas di website Dewan Etik Mahasiswa (DEM). Hanya pelanggaran-pelanggaran yang diatur dalam panduan kemahasiswaan saja yang dapat dilaporkan.
Tim mencoba meminta keterangan dari DEM. Johan Setiawan selaku Ketua Dewan Etik Mahasiswa (DEM) Universitas Multimedia Nusantara menyatakan secara tidak langsung bahwa belum ada peraturan mengenai joki tugas. Namun, hal tersebut merupakan perilaku yang salah secara etika dan moral sehingga DEM dapat memberikan sanksi atas perbuatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyebutkan bahwa segala bentuk pelanggaran dapat dilaporkan melalui website resmi DEM. Mahasiswa dapat menuliskan pelanggaran yang dimaksud. Lalu, DEM yang akan mempertimbangkan sanksi yang sesuai untuk mahasiswa. Keterangan tersebut bertolak belakang dari hasil penelusuran tim yang tidak dapat menemukan wadah untuk melaporkan pelanggaran.
ADVERTISEMENT
Belum adanya aturan yang konkret mengenai joki tugas, baik dari bidang hukum maupun perguruan tinggi, membuat joki tugas sulit untuk diberantas. Joki tugas dan mahasiswa akan terus melakukan transaksi selama tidak diketahui oleh siapa pun. Lantas, hanya kesadaran dari tiap-tiap individu yang dapat diandalkan saat ini, hingga peraturan konkret sudah ditegakkan.
Penulis: Lydia Fransisca, Shania, Caroline Saskia, Ratujesya Akira Yasin