Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Beragam Budaya dan Etnis dalam Warna-warni Busana Betawi
22 Juni 2020 12:06 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta, Batavia, Jayakarta— apa pun namanya seiring roda sejarah, adalah bandar yang selama berabad-abad menyaksikan datang-perginya beraneka suku-bangsa dari sudut lain Nusantara, negara jiran, sampai benua yang berbeda. Banyak yang datang untuk berniaga, banyak pula yang datang untuk menancapkan kuasa. Berada di mulut teluk tak jauh dari selat sempit yang memisahkan Jawa dengan Sumatera, lokasi bandar ini memang menggoda.
ADVERTISEMENT
Jejak para pendatang nyata pada sosok dan tradisi orang Betawi, suku di Jakarta yang terbentuk dari kawin-mawin pelbagai etnis ini selama ratusan tahun. Tanjidor dan gambang kromong kental diwarnai musik Cina dan instrumen Portugis. Tetarian Betawi, seperti Tari Topeng yang dipilih sebagai perwakilan Jakarta untuk produk aksesoris Kamalika dan .gif di media sosial, dibentuk oleh kesenian Cina dan Sunda. Kuliner Betawi merengkuh citarasa India, Arab dan peranakan Tionghoa dalam belanganya.
Bagaimana dengan busana tradisionalnya? Bak kuliner dan kostum tariannya, batik dan kebaya Betawi adalah belanga percampuran. Mari melongok catatan dari beberapa kolektor wastra dan pemerhati budaya.
Batik Betawi
Buku riset mendalam tentang wastra Indonesia belum banyak, terlebih-lebih khusus batik Betawi. Pada tahun 2018 kolektor batik kampiun Hartono Soemarsono mendokumentasikan koleksinya dalam buku bertajuk Batik Betawi, di mana ia beropini bahwa batik Betawi yang berkembang sejak abad ke-19 cenderung mengikuti selera pasar, karena jejak motif baik dari Solo-Yogya maupun pesisiran bisa ditemukan.
ADVERTISEMENT
Hartono Soemarsono juga menggarisbawahi bahwa cap dan cetak, dua teknik yang lebih mudah dan cepat ketimbang batik tulis, adalah metode yang paling dipakai untuk batik Betawi.
Mengingat posisi Batavia sebagai bandar perdagangan multi-etnis, masuk akal bila industri lokalnya saat itu luwes pada pengaruh dan sigap dalam berproduksi.
Kedua batik Betawi di atas, dan sehelai di bawah ini, menampilkan motif dan warna yang teramat berbeda. Motif garuda pada salah satu kain di atas, walau disebut tapak kebo di Betawi, mengisyaratkan unsur mitologi Hindu dalam budaya Jawa Tengah.
Burung sawunggaling dan warna pastel pada sarung di bawah ini menyiratkan pengaruh Cina, walau pembatiknya, Setiowati, keturunan Pekalongan dan Garut.
Dalam koleksinya yang luas Hartono Sumarsono juga menemukan batik Betawi pasca-Kemerdekaan yang terinspirasi dinamika masa itu, seperti lagu pop dan kemenangan atlet Tan Joe Hok di Piala Thomas 1958.
ADVERTISEMENT
Cukup nyata terlihat perbedaan citarasa antara pembatik Betawi tempo doeloe dengan generasi anyar yang gemar menawarkan warna kontras dan motif ramai ornamen Betawi.
Mungkin mencoba keluar dari kejenuhan itu, label pakaian jadi Jarit menampilkan koleksi bermotif ondel-ondel berwarna monokromatik teduh dalam Jakarta Fashion Week tahun lalu.
Kebaya Betawi
Serupa dengan batiknya, ragam kebaya tradisional Betawi pun menyimpan berbagai jejak budaya, sebagaimana bisa ditelaah dari Kebaya Betawi dan Kelengkapannya, buku yang ditulis budayawati Betawi Hj. Emma Amalia Agus Bisrie pada tahun 2012.
Kontras warna bordir dan kerancang kebaya Betawi seirama dengan kebaya encim, bentuk kerah tinggi tertutup dan pasangan kerudung sampir dalam tipe “Kebaya Hajjah” mirip dengan shalwar kameez dari Asia Selatan, sedangkan 6 kancing dada dalam tipe “Kebaya None” merujuk pada Rukun Iman dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Hj. Emma Amalia Agus Bisrie mengidentifikasikan 8 tipe kebaya Betawi, dan sebagian bisa dilihat di bawah ini.
Aksesoris Betawi
Pelengkap lain dalam berbusana seperti sanggul dan perhiasan juga menggambarkan betapa budaya Betawi sejak dulu terbuka menerima unsur-unsur asing.
Sanggul Bu Atun, sanggul acuan pengantin wanita Betawi, berbentuk stupa dan diisi irisan daun pandan. Sekilas sanggul ini mirip dengan sanggul Aceh. Sanggul Sisir dihiasi sisir hias melintang yang amat mirip hiasan kepala perempuan Cina. Hiasan peniti dada mengadaptasi bentuk koin lama Eropa.
Masih berlimpah ragam budaya dan tradisi Betawi. Tugas para budayawan Betawi untuk memperkenalkan kembali kekayaan ini dalam konteks kehidupan urban Jakarta abad ke-21.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan rumah warga Jakarta, terlepas berdarah Betawi atau tidak, adalah berusaha mengenal lebih jauh tanah bersejarah berwarna-warni tempat kita bermukim, menuntut ilmu atau mendulang rejeki ini. Jakarta selalu punya bersama semua warganya.
Dirgahayu ke-493, Jakarta!