Hari Bumi: Setelah Bumi 'Cuti' karena Corona, Lalu Bagaimana?

Lynda Ibrahim
A Jakarta-based business consultant who loves telling a tale.
Konten dari Pengguna
22 April 2020 10:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Corona. Foto:  Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah virus SARS CoV-2 secara bertahap menghentikan perekonomian dan kehidupan normal di berbagai negara, beberapa laporan mengilustrasikan penurunan kadar polusi udara dan suara. Beberapa rekaman pribadi yang terverifikasi menunjukkan kembalinya kawanan domba gunung ke sebuah kota di Wales, kelompok penguin ke sebuah kota di Afrika Selatan, dan terlihatnya gerombolan ikan kecil putih di dasar kanal Venesia karena airnya menjernih.
ADVERTISEMENT
"Bumi sedang cuti," canda seorang kawan. Senada dengan candaan itu, sampul majalah The Economist bulan lalu menampilkan sketsa Bumi yang dikalungi plang "Tutup" bak toko di luar jam operasi. Banyak orang, termasuk pesohor, yang kemudian menaburkan kata-kata mutiara di media sosial bahwa virus Corona sengaja hadir untuk membuat Bumi beristirahat sejenak.
Diluar ketakpekaan kata-kata mutiara tersebut, yang seolah menafikan ratusan ribu kematian dan hilangnya pekerjaan bagi ratusan juta orang sedunia karena Covid-19, pertanyaan yang lebih besar adalah seberapa benar Bumi beristirahat saat ini?
Pengurangan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan dan pabrik memang menurun, tapi bagaimana dengan peningkatan pemakaian air karena orang sekarang mencuci-tangan, mandi dan keramas dengan frekuensi dan durasi yang lebih tinggi? Bagaimana dengan limbah sabun dan deterjen yang meningkat sejalan ketakutan manusia tertular virus Corona? Pemakaian listrik perkantoran mungkin turun, tapi bagaimana dengan angka listrik dan gas rumah-tangga setelah banyak yang bekerja dan bersekolah dari rumah? Studi ilmiah diperlukan sebelum berkesimpulan bahwa jejak karbon kita serta-merta lebih rendah dari sebelum wabah. Mungkin Bumi sebenarnya tidak terlalu beristirahat, bisa jadi eksploitasinya sekadar berpindah arena.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan kedua, yang lebih menggelitik, bagaimana eksploitasi terhadap Bumi setelah vaksin ditemukan dan protokol obat Covid-19 ditetapkan?
Saat ini berbagai industri memperlambat atau menghentikan produksi karena peraturan jarak fisik pekerja atau rendahnya permintaan pasar. Dunia mode dan garmen pakaian-jadi Indonesia, salah satu industri yang pertama kali terpukul wabah berusaha bertahan dengan memproduksi masker kain atau Alat Pelindung Diri (APD), yang walaupun kreatif dan ramah-lingkungan karena banyak memakai sisa stok kain, tidak menghasilkan setinggi masa pra-wabah. Saat kehidupan nanti kembali normal, bisa dipastikan industri yang tertahan selama ini, apalagi industri seperti pariwisata yang tidak punya produk pengganjal selama wabah, justru akan berusaha melipatgandakan usaha demi mengejar pemasukan.
Masker kain MajorMinor. Foto: Dok. Lynda Ibrahim
Masker kain Alex(a)lexa. Foto: Dok. Lynda Ibrahim
Proyek 10000 APD oleh Cotton Ink. Foto: Dok. Instagram.com/cottonink
Sejarah menunjukkan bahwa, sayangnya, perubahan perilaku manusia lebih efektif didorong manfaat ekonomis ketimbang kesadaran lingkungan. Apa pun penghapusan jejak karbon yang terjadi selama wabah karena manusia terpaksa mengurangi kegiatan mungkin akan tercatatkan lagi begitu virus Corona berhenti menjadi ancaman mematikan dan tidak ada insentif ekonomi untuk melanjutkan perilaku “ramah” lingkungan.
ADVERTISEMENT
Hari Bumi digagas di Amerika Serikat pada 22 April 1970, dipicu insiden pengeboran lepas-pantai oleh Union Oil pada Januari 1969 yang menyebabkan kebocoran 3 juta galon minyak di perairan Santa Barbara, California. Benar ada sebuah poetic justice, keadilan puitis tersendiri, bahwa pada perayaan ke-50 tahun Hari Bumi harga kontrak futures minyak mentah malah anjlok ke angka minus karena pasokan yang jauh melampaui pemakaian menghabiskan kapasitas gudang penyimpan. Namun untuk menganggap bahwa masa “cuti” Bumi akan berlanjut karena adanya perubahan perilaku jangka-panjang, nampaknya hanya sekadar angan-angan versi kata-kata mutiara.
----------------------------
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!