Konten dari Pengguna

Kerajaan Gucci: Bisnis Seabad Jauh Melampaui Film House of Gucci

Lynda Ibrahim
A Jakarta-based business consultant who loves telling a tale.
28 Desember 2021 17:55 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Logo Gucci. Foto: AFP/FABRICE COFFRINI
zoom-in-whitePerbesar
Logo Gucci. Foto: AFP/FABRICE COFFRINI
ADVERTISEMENT
Sudah menonton House of Gucci? Terlepas dari perbedaan pendapat antara para kritikus film dan penonton, kerajaan bisnis jenama mode mewah dari Italia ini menjadi objek film yang diangkat ke layar lebar berdurasi 2,5 jam.
ADVERTISEMENT
Film di atas diangkat dari buku The House of Gucci: A Sensational Story of Murder, Madness, Glamour and Greed, perpaduan biografi dan ulasan bisnis karya Sara Gay Forden yang terbit pada 2000. Hasil riset menahun termasuk wawancara dengan keluarga, mitra dan mantan pegawai. Dalam 414 halaman itu, dijabarkan mengenai pendirian hingga terbunuhnya generasi ketiga, Maurizio.
Dibandingkan buku-buku yang ditulis anggota keluarga Gucci sendiri, buku ini paling lengkap dan objektif membahas drama jenama Gucci.

Bisnis Keluarga Gucci

Polisi berjaga di depan toko Gucci yang rusak akibat protes aktivis sayap kanan terhadap langkah-langkah pembatasan yang dilakukan pemerintah. Foto: Marco Bertorello/AFP
Guccio Gucci terlahir sebagai anak pedagang topi di Florence. Mengadu nasib ke London pada akhir abad ke-19 setelah ayahnya bangkrut, alkisah Guccio bekerja sebagai penjaga pintu hotel mewah Savoy dan jaringan kereta Wagons Lits. Di sana, Guccio melihat kebutuhan koper dan peti berkualitas untuk bepergian. Setelah tabungannya cukup, ia pulang ke Florence dan memulai bisnis tas kulit.
ADVERTISEMENT
Memutuskan pada 1902 untuk menikahi gadis setempat, Aida Calvelli, yang lebih tua dan telah berputra satu, Ugo, Guccio lalu diberkahi lima anak—Grimalda, Enzo, Aldo, Vasco dan Rodolfo. Enzo meninggal saat kecil dan Ugo tidak berminat, namun anak lainnya bekerja untuk keluarga sejak remaja.
Butik pertama Gucci dibuka pada 1921 di Florence, disusul butik kedua dalam dua tahun. Saat pasokan kulit impor berkurang pada 1935 karena diktator Italia, Benito Mussolini, menyerbu Ethiopia dan memancing reaksi embargo, Guccio beralih ke kulit lokal, kanvas, rafia, dan kayu.
Berbakat pemasaran sejak awal, Aldo membujuk ayahnya untuk membuka butik di jalan elit Via Condotti di Roma pada 1938. Menikahi Olwen Price, gadis Inggris yang tadinya bekerja untuk Putri Irene dari Yunani, Aldo dikaruniai tiga putra; Giorgio yang pemalu, Roberto yang saleh, Paolo yang flamboyan. Aldo membuka lini parfum dan jam tangan melalui lisensi. Aldo juga merantau ke Amerika Serikat dan mendirikan Gucci America; menyemai bibit rejeki sekaligus pertikaian.
ADVERTISEMENT
Vasco, yang tidak dimunculkan dalam House of Gucci dan paling minim terlibat drama gila keluarganya, mengepalai produksi di Florence.
Si bungsu Rodolfo sempat menjadi aktor dengan alias Maurizio D’Ancora. Menikahi Alessandra Winklehaussen, aktris keturunan Jerman-Swiss, putra tunggal mereka diberi nama panggungnya. Tampan dan apik, Rodolfo menangani desain di Milan. Katup pengancing emas untuk tas kulit buaya adalah salahsatu karyanya. Tahun 1966, saat Putri Grace dari Monako mencari syal, Rodolfo berkolaborasi dengan seniman Vittorio Accornero untuk menelurkan desain Gucci Flora yang lalu menjadi ikonik.
Si sulung Grimalda paling jarang dibicarakan. Berbakti di butik sejak awal, ditambah suaminya pernah meminjamkan uang saat bisnis kesulitan, Grimalda baru tahu setelah ayahnya wafat bahwa ia tidak diwarisi saham semata karena ia perempuan. Guccio Gucci meninggal pada 1953, setengah bulan setelah butik pertama di New York dibuka. Setelah menuntut ketiga adik lelakinya, Grimalda akhirnya diberikan harta tambahan walau tetap bukan saham perusahaan.
ADVERTISEMENT
Pada era ini, kepemilikan dan operasi perusahaan masih sepenuhnya dikuasai keturunan langsung Guccio Gucci; 3 anak dan 4 cucu, semua lelaki. Makin sukses, makin riuh perseteruannya.
Aldo kerap bentrok dengan kedua adiknya; para keponakan acap bersitegang dengan sepupu, paman dan bahkan ayah sendiri. Saat marah, Aldo bisa melempar asbak dan mesin tik. Waktu Maurizio diduga memalsukan tanda tangan ayahnya di sertifikat saham, Aldo dan dua putranya melapor ke polisi. Jenuh berselisih tentang desain produk dan etalase, Rodolfo menggelar jumpa pers untuk mendamprat Paolo dan menyuruhnya pindah ke AS, walau lalu memecat Paolo karena menelantarkan pekerjaannya di Italia. Saat Paolo bersikukuh mengembangkan mereknya sendiri, ganti Aldo yang memecat putra bungsunya.
Logo Gucci. Foto: REUTERS/Max Rossi
Tahun berikutnya, setelah alot bernegosiasi dan merestrukturisasi perusahaan demi memberikan unit baru bagi Paolo, keluarga besar kembali rusuh. Pada rapat direksi 16 Juli 1982 yang lantas melegenda, Paolo yang merasa pertanyaannya tentang keuangan diacuhkan lalu mengeluarkan alat perekam. Seketika Giorgio loncat merebut perekam dan Aldo lari mengejar Paolo. Maurizio, yang mengira Paolo akan menyeruduk Aldo atau Giorgio, memiting leher Paolo. Rapat berakhir dengan Paolo lari turun kantor melalui butik utama di Via Tornabuoni sambil memegangi wajah berdarah dan berteriak memanggil polisi.
Syal Paolo Gucci, Koleksi pribadi dan dokumentasi Lynda Ibrahim Foto: Dok. Istimewa
Para wanita Gucci pun menyumbang drama. Walau tak sukses menceraikan Olwen, Aldo menghabiskan hidup dengan Bruna Palombo, mantan pegawai butik, dan mendapatkan seorang putri, Patricia. Berhasil menikahi Bruna di AS, ia mewasiatkan seluruh hartanya di AS untuk Bruna dan Patricia, memancing proses hukum dengan para putra Olwen yang walaupun ribut soal bisnis ternyata akur soal harta waris.
ADVERTISEMENT
Setelah pisah dengan istri pertamanya, Paolo jatuh cinta dengan Jenny Garwood, wanita Inggris yang belajar seni suara di Florence. Hubungan itu berujung pada perceraian sengit yang berlarut, saat Paolo sudah berselingkuh dengan perempuan lain sampai memiliki anak.
Paolo wafat di Inggris dalam keadaan sakit, bangkrut, dan dirundung kasus hukum. Tak lama kemudian, salah satu putri dari istri pertamanya, juga bernama Patrizia, menggugat Jenny dan putrinya dengan Paolo, Gemma, karena mencoba meluncurkan produk gaya hidup berlabel Jennifer Gucci dan Gemma Gucci.
Kecuali Roberto yang menikahi putri aristokrat Roma, Drusilla Cafferelli, tiga generasi pertama pria Gucci menikahi wanita kelas menengah.
Terlepas penggambaran di House of Gucci bahwa Patrizia Reggiani berperan dalam perusahaan, wanita tak diberi kuasa di level eksekutif. Bahkan properti, kendaraan, dan karya seni dimiliki perusahaan demi menghindari aset keluarga direbut menantu bila terjadi perceraian. Deretan memoar yang ditulis para wanita Gucci menggambarkan betapa keuangan pria Gucci amat diatur perusahaan, terlepas dari akses ke kehidupan glamor. Mewah, tanpa memiliki.
ADVERTISEMENT

Era Investcorp

Tas Gucci Bamboo, Gucci Jackie dan Gucci Bardot. Koleksi pribadi dan dokumentasi Lynda Ibrahim Foto: Dok. Istimewa
Saat Maurizio melarikan diri ke Swiss pada Juni 1987, ia menghadapi 18 tuntutan hukum, mayoritas dari keluarganya. Ia mencari pihak ketiga untuk membeli saham saudaranya, karena likuiditasnya sendiri tidak mencukupi. Melalui bank investasi Morgan Stanley, Maurizio bertemu firma investasi Investcorp.
Didirikan tahun 1982 oleh Nemir Kirdar, pria Irak berpendidikan bisnis dan hukum di AS, Investcorp menjembatani investor di Timur Tengah dengan peluang di AS dan Eropa. Mereka membeli perusahaan bermerek dagang terkenal namun sedang kesulitan, membereskan keuangan dan operasional sampai sehat, lalu menjualnya. Investcorp telah sukses dengan proyek Manulife Plaza, Breguet dan Tiffany.
Setelah Vasco wafat pada 1974 tanpa pewaris, Aldo dan Rodolfo membeli sahamnya dari janda Vasco, sehingga masing-masing menguasai 50% perusahaan induk Guccio Gucci SpA. Kesetaraan ini diubah Aldo saat membagi 10% sahamnya untuk ketiga putranya. Artinya, Rodolfo (atau pewaris tunggalnya, Maurizio) memegang saham mayoritas; hanya butuh salah satu putra Aldo (3,3% saham) untuk mengunci keadaan.
ADVERTISEMENT
Mengingat perseteruan getir Paolo dengan ayahnya yang berujung pada Aldo dipenjara karena penipuan pajak berdasarkan aduan Paolo ke Pemerintah AS, ditambah kebutuhan Paolo untuk berbisnis sendiri, Maurizio menyarankan Investcorp untuk mendekati Paolo. Dan berhasil.
Investcorp juga sukses membeli saham Giorgio dan Roberto, yang telah dilimpahi 40% saham ayahnya di perusahaan induk saat Aldo dikejar hukum di AS. Akhirnya Aldo tak punya pilihan selain menjual sisa 16,7% sahamnya di Gucci America pada April 1989. Beda dengan adegan House of Gucci, Aldo datang ditemani Patricia untuk penandatanganan, bukan Paolo. Beberapa bulan berikutnya Aldo wafat pada usia 84 tahun.
Pernikahan bisnis Investcorp dengan Maurizio awalnya mulus, terutama setelah Maurizio membajak Dawn Mello, presiden direktur toserba mewah Bergdorf Goodman, untuk menangani operasional. Dawn menambah tali pada desain tas Gucci Bamboo. Dawn juga yang memilih Tom Ford, desainer muda dari Texas, sebagai desainer. Walau memulai lini pakaian pada pertengahan 1960-an di tangan Paolo, Gucci tak pernah serius menanganinya karena merasa akar perusahaan adalah aksesoris kulit.
ADVERTISEMENT
Tom Ford sukses menyajikan citra baru Gucci yang sexy dan berani, namun berkelas. Koleksi Fall 1995 dipakai Madonna dan Elizabeth Hurley di karpet merah. Tom pun cocok bekerja dengan Domenico de Sole, pengacara Italia berpendidikan Amerika yang bergabung sejak era Rodolfo—Tom di desain, Domenico di bisnis.
Maurizio bervisi bagus untuk mengembalikan pamor Gucci, namun lemah dalam eksekusi. Salahsatu keputusan gegabahnya adalah mendadak menghentikan produk kanvas dan penjualan grosir ke toserba tanpa menyiapkan penggantinya tepat waktu, sehingga perusahaan kehilangan omzet sambil menumpuk biaya stok dan pergantian bahan baku. Sementara itu, Maurizio terus membeli aset tak produktif. Saat puluhan bank menolak mengutangi lagi, Investcorp terpaksa bergerak menyelamatkan Gucci.
Mulai dari pendekatan pribadi sampai rapat menegangkan dan saling jegal secara hukum baik di Italia maupun AS berlangsung setahun lebih. Maurizio mengancam membangkrutkan Gucci. Kekeraskepalaan Maurizio cukup lama melumpuhkan dewan direksi sampai akhirnya, sesuai hukum Italia, memaksa perusahaan menyerahkan pembukuan ke Pemerintah untuk diperiksa.
ADVERTISEMENT
Baru lah Maurizio, yang juga menghadapi resiko kebangkrutan pribadi, menyerah. Jumat pagi 23 September 1993, Maurizio menjual sahamnya ke Investcorp, menandai titik terakhir kepemilikan oleh anggota keluarga di dalam Gucci. Senin pagi 27 Maret 1995, saat mulai semangat merencanakan usaha baru, Maurizio ditembak mati pembunuh bayaran yang disewa Patrizia Reggiani karena sakit hati diceraikan.

Era PPR/Kering

Gucci Rhyton Foto: Dok. Highsnobiety
Setelah Gucci sukses dicatatkan sebagai perusahaan publik di bursa saham New York pada 1995, Investcorp secara bertahap melepas saham mereka yang bernilai hampir 2 miliar dolar AS. Segera sesudahnya mulailah perang merebutkan Gucci antara dua konglomerasi produk mewah dari Perancis, Louis Vuitton Moet Hennessy (LVMH) dan Pinault Printemps Redoute (PPR).
Setelah melalui serangkaian manuver akuisisi berbagai jenama lain untuk menekan lawan, LVMH dan PPR merncapai kesepakatan pada September 2001 dengan PPR sebagai pemenang. Tiga tahun berikutnya, saat kontrak mereka berakhir, Tom Ford dan Domenico de Sole menolak diperpanjang.
ADVERTISEMENT
PPR dimiliki Francois Pinault, miliarder Prancis yang membangun dinastinya dari bisnis kayu sebelum ekspansi ke ritel. Putra sulungnya, Francois-Henri Pinault beristrikan Salma Hayek, pemeran peramal langganan Patrizia Reggiani di House of Gucci. PPR berganti nama menjadi Kering pada 2013. Tiga tahun lalu, Kering menuntut Uberto Gucci, salah satu putra Roberto, atas pemakaian namanya untuk produk mode yang berbenturan dengan merk dagang Gucci yang dimiliki Kering.
Saat ini portofolio Kering mencakup Yves Saint Laurent, Bottega Veneta, Balenciaga, Puma dan Brioni, selain kemitraan strategis dengan Alezander McQueen dan Stella McCartney. Namun tak bisa dipungkiri, permata terbesarnya tetap Gucci, jenama yang berkibar selama seabad terlepas desainernya. Motif Gucci Flora, sepatu loafers, tas berpegangan bambu, tas Gucci Jackie (bertali satu), tas Gucci Bardot (bertali dua)—dua nama terakhir didapat dari pelanggan terkenalnya—adalah ikon yang masih dicari pencinta mode sampai sekarang.
ADVERTISEMENT

Buku-buku lain tentang Gucci

Buku-buku tentang Gucci> Koleksi pribadi dan dokumentasi Lynda Ibrahim
Tidak akan habis menggali kegilaan sejarah Gucci atau menganalisa prospek masa depannya. Bagi yang tertarik akan sejarah versi anggota keluarga, ada tiga buku yang beredar.
Gucci Wars, biografi Jenny Gucci (2008), menceritakan detail drama pernikahannya dan bisnis keluarga. Ia mengisahkan Patrizia Reggiani keberatan Jenny memakai nama suaminya saat sama-sama tinggal di New York karena hanya Patrizia yang seharusnya menjadi “Mrs. Gucci” utama di kota itu. Ia juga menceritakan bagaimana demi terkesan miskin dan terhindar tunjangan perceraian, Paolo tega menelantarkan istal miliknya sampai kuda-kudanya mati kelaparan.
In the Name of Gucci, memoar Patricia Gucci (2016), lebih merupakan pembelaan atas romansa orangtuanya. Dari kacamata Patricia, Bruna adalah cinta sejati Aldo, terbuktikan bahwa ibunya lah, bukan Olwen, yang mendampingi Aldo sampai akhir hayatnya.
ADVERTISEMENT
Gucci: A Successful Dynasty as Recounted by a Real Gucci, memoar Patrizia Gucci (2021), fokus pada sejarah pendirian perusahaan dan pernikahan Paolo dengan istri pertamanya, Yvonne Moschetto.
Sungguh sebuah ironi, bahwa walau dihalangi memiliki saham perusahaan, pada akhirnya para perempuan Gucci lah yang membagikan kisah dinasti ini ke publik. Kisah sebuah jenama berusia seabad yang, sekali lagi, terlalu kompleks dan mencengangkan untuk dinukilkan dalam tayangan 158 menit.