Permata Dinasti Melayu Riau di Tepi Sungai Siak, Pekanbaru

Lynda Ibrahim
A Jakarta-based business consultant who loves telling a tale.
Konten dari Pengguna
27 September 2019 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu-minggu ini pemberitaan dipenuhi oleh kebakaran hutan Riau. Dampak kebakaran tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat di Sumatera, tapi sampai ke Kalimantan, Malaysia, dan Singapura.
ADVERTISEMENT
Selintas, nyaris tidak ada kisah lain dari Riau. Sayang, karena sesungguhnya Riau bukan sekadar sumber asap kebakaran hutan. Propinsi Riau memiliki sumber minyak bumi, wastra berbenang-emas bernama songket, dan kekayaan sejarah Melayu.
Rumpun kerajaan Melayu Islam, yang berjaya di antara abad ke-16 dan ke-18, meninggalkan banyak jejak di Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan Melayu Islam ini sekarang telah melebur di bawah negara Indonesia, Malaysia, atau Singapura; berubah menjadi penanda sejarah dan pengampu warisan budaya.
Di Indonesia istana kerajaan Melayu Islam yang umum dikenal berada di Medan, Pagaruyung, dan Pontianak. Padahal ada pula istana Melayu di Riau yang bukan saja sama bersejarahnya, namun juga amat terawat dan diawaki tim pemandu yang cakap.
Kompleks Istana Siak Sri Indrapura Foto: Lynda Ibrahim
Kesultanan Siak didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Syah pada 1723. Berasal dari Pagaruyung, bangsawan yang juga dikenal dengan nama Sultan Kecil ini sebelumnya sempat berkuasa di Johor. Kesultanan Siak lalu berkembang dan aktif dalam politik dan perdagangan regional dengan kerajaan Melayu lain, utusan dari Tanah Suci Mekkah dan perwakilan Eropa.
ADVERTISEMENT
Kompleks Istana Siak Sri Indrapura didirikan oleh sultan ke-11, Syarif Hasyim, pada 1889 dan memakan waktu 6 tahun untuk menyelesaikannya. Dari 4 istana di dalam kompleks, Istana Siak adalah yang terbesar dengan luas 1.000 meter dan saat ini terbuka untuk publik sebagai museum.
Sentuhan Melayu yang tampak pada pemilihan warna di Istana Siak Foto: Lynda Ibrahim
Berarsitektur Moor yang menggabungkan elemen Arab dan Eropa, Istana Siak dari luar sekilas mirip bangunan megah di Semenanjung Iberia atau barat-daya Amerika Serikat. Sentuhan Melayu terwakili dalam desain interior melalui aksesoris dan 3 warna utama Kerajaan Melayu; kuning, merah, hijau.
Komet, mesin pemutar musik klasik produksi Jerman antara 1886-1889 yang masih berfungsi sampai sekarang. Foto: Lynda Ibrahim
Perabotan porselen dari VOC yang ada di Istana Siak Foto: Lynda Ibrahim
Dibangun 3 tahun setelah lawatan Sultan Syarif Hasyim ke Eropa, lemari-lemari antik dalam lantai dasar Istana Siak dipenuhi perabotan porselen dan kristal Belanda. Kursi dan meja makan yang rangkanya dari kristal, dan instrumen canggih pada masanya seperti kotak untuk menonton film dan Komet, mesin pemutar musik klasik produksi Jerman antara 1886-1889 yang masih berfungsi sampai sekarang. Kursi singgasana asli yang rangkanya terbuat dari emas dapat dipirsa melalui kotak kaca di selasar samping, tidak jauh dari replika suasana balairung di selasar utama.
ADVERTISEMENT
Lantai kedua Istana Siak bisa diakses dengan tangga besi memutar buatan Belanda, juga dari 1886-1889, yang masih kukuh dan berfungsi baik sampai sekarang. Berlantai kayu dengan tirai beludru merah yang mirip dengan peraduan Istana Pagaruyung, ruangan di lantai dua dipenuhi dengan foto-foto bersejarah yang menunjukkan bagaimana sampai awal abad ke-20 Kesultanan Siak akrab dengan penguasa Kutai, monarki Jawa, perwakilan Jepang, dan utusan Eropa. Dari busana dan kopiah 2 Sultan Siak terakhir, pengaruh Turki bisa terlihat.
Tangga besi di Istana Siak Foto: Lynda Ibrahim
Sebelum turun lagi dengan tangga besi, coba tengok ruang belakang yang memajang miniatur istana lama di lokasi berbeda dan perangkat dapur raksasa. Dari jendela di tangga turun, pengunjung bisa selintas melihat salah satu istana kecil dalam kompleks yang kabarnya sedang direnovasi dan akan dibuka sebagai museum juga nanti.
Kursi antik di Istana Siak Foto: Lynda Ibrahim
Semua relik dan memorabilia di dalam Istana Siak terawat dan diberikan label. Pemandu berbusana adat Melayu tersedia dari Dinas Pariwisata setempat dan terampil menjelaskan kisah di balik benda-benda bersejarah yang ada. Sehingga kawasan ini bisa dijadikan sebagai lokasi kunjungan interaktif dan menambah pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Kompleks Istana Siak Sri Indrapura ini terletak di kota Siak Sri Indrapura, Ibukota Kabupaten Siak, sekitar dua jam perjalanan darat dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau. Menghadap Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia, kompleks Istana tidak jauh dari Klenteng Hock Siu Kiong dan blok pasar yang rumah-rumah makannya menawarkan udang galah nan segar.
Lucunya, walau juga dinamai Istana Matahari Timur, lapangan publik di seberang Istana Siak Sri Indrapura adalah tempat yang tepat untuk melihat turunnya senja di ufuk barat. Walau relatif kecil, kota Siak Sri Indrapura bersih, cantik, lapang, dihiasi warna-warna Melayu, dan bisa diakses dengan jembatan baru yang megah dan, meminjam istilah zaman now, instagrammable. Perjalanan darat dari Pekanbaru tidak terlalu terasa karena melewati kawasan bukit dan hutan yang asri.
Kuliner Siak Foto: Lynda Ibrahim
Suasana di tepi Sungai Siak Foto: Lynda Ibrahim
Luangkan sehari dari Pekanbaru untuk menyambangi Siak Sri Indrapura, di mana kekayaan lama Melayu Riau bertemu penataan kota baru. Pemerintah dan masyarakat Riau harus segera menyelesaikan krisis pembakaran hutan, supaya Riau bisa alih fokus pada permata lain yang jauh lebih indah dan membanggakan untuk ditawarkan.
ADVERTISEMENT