Gagal Fokus Tentang Macron

Lyra Puspa
President Vanaya Coaching Institute. Kandidat PhD Applied Neuroscience in Psychology Canterbury University, UK.
Konten dari Pengguna
5 Juni 2017 17:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lyra Puspa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Emmanuel Marcon & Brigitte Trogneux (Foto: Reuters)
Kalau mendengar nama Emmanuel Macron, yang pertama terlintas biasanya adalah sang istri, First Lady Perancis berusia 64 tahun. Padahal jika ada contoh kedewasaan intelektual dan emosional yang luar biasa, Presiden Macron adalah salah satunya.
ADVERTISEMENT
Tepat di hari yang sama setelah AS menarik diri dari Paris Agreement, Presiden Perancis yang baru berusia 40 tahun ini sudah mampu menyikapi dengan benar.
Paris Agreement adalah kesepakatan dunia yang diratifikasi oleh 147 negara, termasuk Indonesia, untuk berkolaborasi mengatasi pemanasan global. 147 negara untuk satu tujuan : suhu bumi abad ini tidak boleh lebih dari 2 derajat celcius di atas tingkat pra-industri.
Terlepas apakah kita pernah mendengar tentang Paris Agreement, atau apakah kita paham tentang isu pemanasan global, Macron tetap merupakan representasi kematangan pemikiran dan emosi yang patut kita pelajari.
Pertama, beliau mampu menyatakan ketidaksetujuan dengan sangat asertif. Tanpa basa-basi. Namun tanpa ledakan emosi, apalagi agresi.
Kedua, dengan sangat cerdas beliau memisahkan antara Donald Trump selaku Presiden AS dengan warganya. Langsung di kalimat-kalimat pertama. Dan Perancis bersama rakyat Amerika.
ADVERTISEMENT
Ketiga, sebagai pemimpin negara, Macron langsung menyatakan di mana posisi Perancis berdiri. Pemanasan global hanya sebuah isu. Sang Presiden muda ini mampu membawa isu itu untuk menempatkan Perancis sebagai pemimpin dunia.
Keempat, serangan AS dengan mundur dari Paris Agreement dibalas dengan serangan balik yang tajam tetapi elegan : mengundang warga AS untuk datang ke Perancis sebagai tanah air kedua. Dan justru dengan memelintir kalimat kampanye Trump,
"Make Our Planet Great Again."
Singkat. Sederhana. Namun fokus dan tajam.
Maka kita bisa belajar banyak bagaimana mengungkapkan ketidaksetujuan tidak harus dengan amukan, cacian, celaan, dan kemarahan.
Kita juga bisa belajar bagaimana sebuah serangan justru bisa dengan segera ditangkis menjadi sebuah serangan balik yang begitu elegan.
ADVERTISEMENT
Dan kita juga bisa belajar bahwa kedewasaan bukan semata faktor usia. Trump 70 tahun, Macron 40 tahun. Saksikan siapa yang lebih dewasa. Tua itu takdir, tetapi dewasa itu pilihan.
Maka sangat bisa dipahami mengapa Macron memenangi pemilihan presiden Perancis yang baru lalu.
Sebagaimana juga sangat dipahami jika sensasi Macron yang mengemuka di negeri ini justru bukan karena prestasi politiknya. Saat Macron menunjukkan strategi komunikasi politik tingkat tinggi, kita di sini malah memilih sibuk membahas mengapa presiden semuda dan setampan itu memilih istri yang 24 tahun lebih tua.
Gagal fokus nasional, kita memang.
Tapi tak apa. Kita memang masih lebih tertarik sensasi daripada fakta. Kalau dipaksa-paksa ya lumayanlah masih bisa ada hikmahnya.
ADVERTISEMENT
Anggap saja begini. Kedewasaan memang bukan hasil sulap semalam. Kematangan adalah hasil dari bertahun-tahun latihan penuh kegigihan. Kegigihan yang mungkin dirintis ketika Macron remaja berusia 17 tahun "menembak" sang guru dramanya yang berusia 41 tahun dan masih menikah dengan pengusaha kaya dengan berkata,
"Whatever you do, I will marry you."
Dan sang pemuda dengan gigih menunggu selama 13 tahun sebelum benar-benar berhasil menikahi sang pujaan hati. Persis seperti pidatonya kepada dunia: fokus, tajam, dan persisten.
Jadi sebelum kaum wanita terlanjur lupa isi pidato Macron dan kembali heboh dengan gossip rumah tangganya sambil menjerit,
"Aku gak relaaaa..."
Mungkin kita perlu sadari bahwa salah satu faktor yang mematangkan Macron hingga seperti sekarang, boleh jadi akibat memiliki pendamping hidup yang jauh lebih matang, sehingga jangan-jangan kita perlu berkaca dulu dan bertanya pada diri sendiri:
ADVERTISEMENT
Mau punya suami presiden yang cerdas dan tampan seperti Macron?
Maka... seberapa siap menikah dengan berondong berusia 24 tahun lebih muda?
Ingin jadi presiden di usia muda?
Maka... seberapa sanggup menikah dengan wanita yang berusia 24 tahun lebih tua?
Nah kan, gagal fokus lagi hahaha...
#eeaaaa
#gagalfokus