Membangun Ketangguhan Indonesia

Lyra Puspa
President Vanaya Coaching Institute. Kandidat PhD Applied Neuroscience in Psychology Canterbury University, UK.
Konten dari Pengguna
21 Juni 2017 13:13 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lyra Puspa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa bilang bangsa kita tak bisa unggul? (Foto: Pixabay)
Siapa bilang manusia Indonesia tidak cukup tangguh untuk memenangkan persaingan global?
ADVERTISEMENT
Di sebuah perusahaan multinasional otomotif terbesar dunia, senantiasa diselenggarakan kompetisi global antar negara bagi para teknisi. Anak perusahaan di Indonesia pun tak luput senantiasa mengirimkan peserta. Tahun lalu, sebuah hal menarik terjadi.
Sekitar lima tim dikirim dari Indonesia. Satu tim di antaranya dicoaching oleh Vanaya, sementara tim lainnya dipersiapkan secara internal. Apa yang terjadi? Alhamdulillah dari semua tim Indonesia, yang berhasil meraih emas adalah tim yang di-coaching oleh para coach Vanaya.
Artinya, bangsa kita sesungguhnya memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi juara dunia. Juara bisa dalam konteks apapun, bukan hanya jalur teknis otomotif belaka. Hanya sejauh mana kapasitas yang ada dilatih sehingga menjadi kapabilitas dan kompetensi yang betul-betul tangguh, di situlah letak kuncinya.
ADVERTISEMENT
Membangun manusia Indonesia yang tangguh dan berdaya saing global berarti membangun kecerdasan ketangguhan (Adversity Quotient) dalam dirinya. Membangun kecerdasan ketangguhan berarti membangun neuroplastisitas otak agar memiliki mental tahan banting. Dan Vanaya, melalui pendekatan NeuroCoaching, sudah membuktikan bahwa membangun daya saing manusia Indonesia yang tangguh sangat mungkin dilakukan.
Neuroplastisitas adalah kemampuan otak kita untuk berubah dan berkembang. Joseph Ledoux, neuroscientist yang risetnya menginspirasi Daniel Goleman menulis buku Emotional Intelligence, mengatakan bahwa coaching pada dasarnya adalah "self-directed neuroplasticity".
Tak heran, karena pada dasarnya coaching dalam perspektif neurosains adalah sebuah bentuk stimulasi terhadap sel-sel otak manusia. Dan memang self-directed, karena keputusan dan tanggung jawab sepenuhnya terletak di tangan coachee.
Pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia kita kerap kali terlalu menekankan pada aspek kompetensi teknis. Seakan-akan IQ adalah segalanya. Lantas lupa, bahwa kompetensi tanpa mental yang tangguh sama saja membentuk barisan manusia pintar yang mudah menyerah. Jangankan bersaing dengan orang lain, bersaing dengan diri sendiripun tak berani. Lantas, mau ke mana bangsa kita tanpa ketangguhan dan keberanian?
ADVERTISEMENT
Tahun ini para coach Vanaya kembali mendampingi tim teknisi dari klien korporasi ini untuk kejuaraan berikutnya. Sang pelatih internal sampai meminta agar seluruh tim yang ada di-coaching oleh Vanaya sehingga mendapatkan kualitas kesiapan yang sama. Apalagi tahun ini target emas digandakan jumlahnya.
Namun bukan tentang kejuaraan itu saja yang kemudian memenuhi benak saya. Saya justru membayangkan, jika tingkat teknisi saja dengan sentuhan NeuroCoaching bisa menjuarai kompetisi dunia, maka apa saja yang mungkin terjadi jika coaching menjadi gerakan massal di seluruh negeri?
Apa yang bisa terjadi jika para pemimpin perusahaan menggunakan coaching dalam membina tim dan organisasinya? Apa yang terjadi jika para guru menggunakan gaya coaching dalam mendidik siswa-siswanya sejak usia dini? Dan apa yang mungkin terjadi jika para pemimpin negara dan pemuka agama menggunakan coaching untuk membangun kesadaran bangsa?
ADVERTISEMENT
Maka, neuroplastisitas massal entah akan mewujud menjadi fenomena sedahsyat apa. Ketika mental bangsa menjadi tangguh, dewasa, dan berpikiran terbuka. Saat kita semua mampu berpikir kritis tanpa reaktif, tak mudah terbawa hoax dan isu emosional tanpa data. Tatkala kita lincah untuk beradaptasi dan konsisten berinovasi.
Semoga ini bukan utopia atau sekedar mimpi. Indonesia Coaching Movement yang lahir dari komunitas Coachnesia sejak tahun 2014 memang diniatkan untuk menebar manfaat coaching bagi bangsa Indonesia. Dari para guru, mahasiswa, penggerak masyarakat, penyandang kanker dan diabetes, narapidana, hingga wanita tuna susila. Karena neuroplastisitas dan ketangguhan bukan sekedar potensi, tetapi adalah hak kita semua sebagai manusia.