Konten dari Pengguna

Frenologi sebagai Salah Satu Pseudosains yang Pernah Dianggap Ilmiah

Lysandra Zayeda
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
7 Desember 2021 6:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lysandra Zayeda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Jesse Orico, Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Jesse Orico, Unsplash
ADVERTISEMENT
Ilmu berkembang disebabkan oleh rasa keingintahuan manusia yang tidak ada ujungnya. Dalam psikologi, perkembangannya kebanyakan dipengaruhi oleh ilmu lain seperti sosiologi, fisiologi, antropologi, biologi, dan juga filsafat. Wawasan yang didapatkan dari psikologi dapat membantu kita untuk memahami perilaku dan kepribadian individu dalam proses kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian berpikir kenapa kalian termasuk orang yang optimis? atau merasa memiliki kemampuan lebih pada bahasa? atau kalian merasa lebih unggul dalam memeriksa suatu hal dengan teliti? Kita seringkali berpikir tentang kemampuan kita baik yang sudah kita kuasai ataupun belum dikuasai sama sekali, kita juga memikirkan potensi yang kita miliki untuk kedepannya. Ternyata hal tersebut pernah dikaitkan dengan tengkorak setiap orang dan menjadi suatu sebuah penelitian yang cukup ramai, lho.
Ada sebuah ilmu yang mengaitkan hubungan antara tengkorak dengan karakter seseorang dikembangkan oleh seorang dokter dari Jerman yaitu Franz Joseph Gall (1758-1828) pada akhir tahun 1700-an beserta Johan Spurzheim (1776-1832) yang membantunya yang kemudian teori ini melibatkan pengukuran benjolan pada tengkorak sehingga dinamakan sebagai frenologi (phrenology).
ADVERTISEMENT
Pada awal pertengahan abad ke-19, frenologi memiliki pengaruh yang besar dalam bidang pendidikan, sastra, filsafat, dan agama dan juga berhasil melampaui para ilmuwan dan psikolog. Teori Gall tentang otak dan ilmu karakter dianggap sebagai fisiologis, kraniologis, dan filosofis karena merupakan sebuah kemajuan dalam bidang neuropsikologi.
Pada saat itu, sangat banyak orang yang berantusias mengikuti perkuliahan frenologi hingga mengikuti praktiknya langsung, mereka juga memperindah penampilan rambut mereka untuk memperlihatkan benjolan pada kepala mereka. Hal ini terjadi ketika frenologi mencapai masa kepopulerannya.
Bahkan, pengaplikasian frenologi juga berkembang salah satunya untuk menentukan hukuman penjahat di pengadilan. Selain itu, ada juga yang memakainya untuk membedakan cinta seseorang kepada anak-anak dan menentukan penyesuaian diri pada dua orang dalam suatu pernikahan, lho!
Sumber : Pixabay
Lalu, bagaimana teori ini dibuktikan oleh Gall?
ADVERTISEMENT
Gall mengemukakan teori ini dengan melakukan palpasi kranial yang kemudian dihubungkan dengan penilaian pada kualitas psikologis. Ia melakukan perabaan pada beberapa kepala orang lain sebisa yang dapat ia lakukan hingga mengetahui persis tengkorak mereka. Ia melakukan beberapa pengamatan dan membuat banyak pengukuran eksperimental pada tengkorak orang-orang terdekatnya dari keluarga, teman, hingga muridnya.
Teori organologi adalah teori yang berhasil ia kembangkan sebelum adanya frenologi, yang kemudian istilah frenologi dikembangkan oleh Spurzheim. Pada awalnya Gall menggunakan anatomi komparatif sebagai fokus utama dalam mengembangkan teori organologinya. Ia berhasil mengumpulkan banyak tengkorak baik manusia maupun hewan yang hidup dan mati, pada saat itu ia tidak terikat oleh institusi manapun yang menyediakan hal-hal tersebut, ia akhirnya menyediakan semua hal dengan biaya pribadi yang cukup besar. Ketika ia mengumpulkan tengkorak, ia mendapatkan berbagai macam tengkorak dari bermacam orang sampai orang yang terkenal dan berbagai spesies hewan.
ADVERTISEMENT
Gall percaya bahwa walaupun setiap manusia itu sama tetapi ia ingin menunjukkan bahwa ada bagian yang memiliki ukuran lebih besar yang memiliki potensi lebih besar daripada bagian yang lebih kecil dalam mengekspresikan perilaku (Spurzheim 1832). Itulah mengapa Gall berusaha untuk menghubungkan antara tengkorak dan gips dengan karakteristik yang terlihat dari kepribadian manusia dan perilaku manusia dan juga hewan. Ia melakukan pengukuran tengkorak manusia di berbagai tempat terutama di rumah sakit.
Kemudian Gall berhasil mengembangkan 27 fakultas otak dalam hal kemampuan otak yang berbeda-beda pada kepala yang memiliki hubungan dengan bagian tertentu pada kepala yang kemudian jumlahnya terus bertambah. Semakin bertambahnya jumlah fakultas otak, semakin bertambah juga ketidaksamaan antara teori asli organologi dari Gall dan pengembangan teori yang lebih baru.
ADVERTISEMENT
Teori ini pernah termasuk sebagai suatu hal yang ilmiah selama beberapa waktu hingga akhirnya ditentang oleh para ilmuwan bahwa teori ini tidak bisa dikatakan benar.
Kenapa teori ini kemudian ditentang? Karena menurut para ilmuwan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut. Di masa sekarang juga sudah jarang sekali frenologi dibahas oleh orang-orang karena sudah tidak dipakai lagi sejak tahun 1900-an, walaupun masih ada beberapa yang mempercayai ilmu semu yang satu ini tetapi tidak ramai diperbincangkan seperti ilmu semu lainnya.
Saat teori ini populer pada masanya, banyak yang mempercayai dan banyak juga yang mengkritik teori Gall oleh komunitas ilmuwan lainnya ini karena kurangnya bukti ilmiah pada eksperimen yang dilakukan oleh Gall.
ADVERTISEMENT
Dalam frenologi juga membahas tentang lokalisasi fungsi pada cerebral cortex yang seharusnya memiliki pembuktian yang kuat oleh ilmu klinis. Tetapi dalam hal ini, Gall menggunakan intuisi dan studi kasus yang masih kurang jelas kejelasannya sehingga masih dipertanyakan.
Gall memberikan bukti empiris yang bertujuan untuk memberi penegasan bahwa otak merupakan bagian pikiran yang tidak bisa disangkal (Clarke & Jacyna 1987) dan mengetahui kemampuan dan bagian dasar otak. Pada teori ini, Gall bergantung pada bukti empiris pada kecerdasaan seseorang yang jika orang tersebut dikatakan cerdas maka ia memiliki otak yang lebih besar ataupun memiliki tengkorak yang ukurannya lebih besar dari kebanyakan orang.
Akan tetapi, kembali lagi ke penyebab teori ini ditentang oleh para ilmuwan yaitu bukti-bukti tersebut tidak memiliki bukti yang ilmiah dan biologis karena tidak dilakukannya eksperimen yang konkret sebagai pemeriksaan pada pernyataan tersebut. Seharusnya Gall tahu bahwa hal penting seperti kepribadian dan bagian tubuh manusia ini memerlukan penelitian yang dapat dibuktikan kebenaran dan keakuratannya.
ADVERTISEMENT
Pada studi ini juga tidak menerima klaim yang tidak disebutkan bahwa seseorang dengan ukuran otak atau tengkorak yang lebih kecil bisa menjadi cerdas. Nah, maka dari situlah frenologi dianggap sebagai pseudosains atau ilmu semu yang tidak dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Teori yang dikemukakan oleh Gall ini juga menjadi sebuah hal yang kontroversial pada saat itu karena dianggap bertentangan dengan suatu kepercayaan dan dianggap sebagai ancaman pada kehidupan masyarakat. Tetapi pada akhirnya teori tersebut tetap memberikan pengaruh yang baik terhadap beberapa bidang ilmu, gagasan Gall membuat minat tentang memahami cara bepikir manusia dan hubungannya dengan otak dan juga dalam mempelajari lokalisasi fungsi pada otak yang dilakukan oleh para ilmuwan dengan menggunakan alat pemindaian MRI dan PET.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu Gall juga membuat banyak orang berpikir bahwa kepala merupakan area yang sangat penting dalam mengetahui kemampuan dan sifat yang kita miliki dan juga berfokus pada bagian-bagian pada otak. Jadi, walaupun teori ini sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat diterapkan karena termasuk ilmu semu tetapi kita masih mendapatkan ilmu lain dari teori ini. Semua ilmu memiliki manfaatnya masing-masing dalam kehidupan manusia.
Referensi :
Cherry, Kendra. “Phrenology’s History and Influence”. 13 Mei 2020. https://www.verywellmind.com/what-is-phrenology-2795251
Greenblatt, Samuel H., M.D. (1995). Phrenology in the Science and Culture of the 19th Century, Neurosurgery, Volume 37(4), 790.
Sabbatini, R. M. (1997). Phrenology: The history of brain localization. Brain and mind, 21, 13.
ADVERTISEMENT
Simpson, D. (2005). Phrenology and the neurosciences: contributions of FJ Gall and JG Spurzheim. ANZ journal of surgery, 75(6), 475-482.
Staum, M. (1995). Physiognomy and Phrenology at the Paris Athenee. Journal of the History of Ideas, 56(3), 443–462. https://doi.org/10.2307/2710035
TEMKIN, O. (1947). GALL AND THE PHRENOLOGICAL MOVEMENT. Bulletin of the History of Medicine, 21(3), 275–321.
Zola-Morgan, S. (1995). Localization of brain function: The legacy of Franz Joseph Gall (1758-1828). Annual review of neuroscience, 18(1), 359-383.