Konten dari Pengguna

Teknologi Deteksi Dini Penyakit Basal Stem Rot (BSR) pada Kelapa Sawit

Muhammad Achirul Nanda
Lecturer & Researcher, Department of Agricultural and Biosystem Engineering, Universitas Padjadjaran. He is passionate about developing smart biosensing technology as non-destructive technique quality inspection in agriculture.
30 Januari 2024 8:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Achirul Nanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Muhammad Achirul Nanda, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
ADVERTISEMENT
Kelapa sawit (sumber: https://palmdoneright.com/)
zoom-in-whitePerbesar
Kelapa sawit (sumber: https://palmdoneright.com/)
Industri kelapa sawit memainkan peran sentral dalam ekonomi global, khususnya di wilayah Asia Tenggara, termasuk negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit dijadikan sumber utama minyak nabati, yang digunakan dalam berbagai produk seperti makanan, kosmetik, dan bahan bakar biodiesel. Selain itu, industri kelapa sawit juga berperan penting dalam menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup komunitas lokal. Dengan pemahaman mendalam terhadap dampak positif dan negatifnya, upaya berkelanjutan dan tanggung jawab sosial semakin menjadi fokus utama industri kelapa sawit untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Meskipun memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan ekspor dan penerimaan negara, industri kelapa sawit juga menghadapi tantangan serius, terutama terkait dengan pengendalian hama dan penyakit.
ADVERTISEMENT
Penyakit Basal Stem Rot (BSR)
Penyakit Basal Stem Rot (BSR) pada kelapa sawit merupakan masalah serius yang mengancam industri kelapa sawit, terutama di wilayah Asia Tenggara. BSR disebabkan oleh infeksi jamur Ganoderma boninense, yang menyerang batang pohon kelapa sawit. Dampaknya sangat merugikan, mencakup kerugian ekonomi yang signifikan, penurunan produktivitas, dan bahkan dapat menyebabkan kematian pohon kelapa sawit. Gejala awal BSR pada kelapa sawit seringkali sulit dideteksi, dan penyakit ini dapat berkembang tanpa terlihat dengan jelas pada tahap awal. Pada tahap awal infeksi, tanaman mungkin menunjukkan tanda-tanda stres yang mirip dengan kekurangan air dan nutrisi. Salah satu tanda khas BSR adalah adanya tubuh buah (basidiokarp) yang muncul di sekitar pangkal batang kelapa sawit. Namun, tubuh buah ini mungkin muncul sebelum atau setelah gejala visual lainnya, sehingga identifikasi awal seringkali sulit dilakukan. Penting untuk dicatat bahwa BSR tidak hanya menyerang pohon kelapa sawit dewasa, tetapi juga bibit kelapa sawit. Bibit yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala lebih awal dan lebih parah. Infeksi G. boninense terutama mempengaruhi xilem, sistem pembuluh tanaman yang bertanggung jawab atas distribusi air dan nutrisi. Sebagai hasilnya, tanaman yang terinfeksi BSR dapat mengalami kesulitan dalam menyerap air dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan normalnya.
ADVERTISEMENT
Kerugian
Dampak BSR pada perkebunan kelapa sawit sangat besar. Produksi kelapa sawit di Asia Tenggara telah terpengaruh secara signifikan, dengan Malaysia melaporkan kerugian tahunan hingga mencapai RM 1,5 miliar akibat penyakit ini. BSR dianggap sebagai penyakit paling merugikan secara ekonomi di sektor pertanian, menyebabkan penurunan produksi dan menyulitkan upaya pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Penyebab utama kerusakan yang ditimbulkan oleh BSR adalah pengurangan jumlah pohon kelapa sawit yang sehat dan penurunan berat buah tandan buah segar (TBS). Setiap kelapa sawit mati dapat menyebabkan penurunan rata-rata sebesar 0,16 ton TBS per hektar. Studi-studi menyatakan bahwa setiap pohon kelapa sawit yang mati dapat menyebabkan penurunan hasil yang signifikan, dan apabila sekitar setengah dari pohon yang ditanam mati, hasil keseluruhan perkebunan bisa turun sekitar 35%. Berdasarkan tingkat kejadian BSR di Malaysia, luas total lahan yang terkena dampak pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 443.440 hektar, setara dengan 65,6 juta kelapa sawit. Ini merupakan ancaman serius terhadap industri kelapa sawit dan menunjukkan urgensi perlunya tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit ini.
ADVERTISEMENT
Deteksi Penyakit BSR pada Kelapa Sawit
Pentingnya deteksi dini, pencegahan yang tepat waktu, dan pengendalian penyakit BSR menjadi krusial untuk mengatasi masalah ini pada era pertanian cerdas dan presisi. Saat ini, terdapat berbagai metode untuk mendeteksi infeksi G. boninense, seperti metode kolorimetri menggunakan asam etilendiaminetetraasetat (EDTA), media selektif Ganoderma (GSM), antibodi poliklonal (PAbs), uji imunoserbent terkait enzim (ELISA), reaksi berantai polimerase (PCR), alat hidung elektronik (e-nose), fluoresensi sinar-X mikrofokus (µXRF), gambar tomografi, dan alat pemindai laser darat (TLS). Namun, metode-metode ini sering memerlukan waktu yang lama, tidak praktis untuk perkebunan berskala besar, dan beberapa di antaranya melibatkan prosedur laboratorium yang mahal dan memerlukan keahlian khusus.
Teknologi pemantauan jarak jauh hiperspektral menjadi solusi yang banyak digunakan karena kemampuannya untuk menangkap cahaya yang dipantulkan dari tanaman dalam rentang gelombang yang sempit dan berurutan. Setiap piksel dalam gambar mengandung reflektansi spektral lengkap yang dapat dikaitkan dengan tingkat dan jenis stres yang berbeda. Tanaman yang sehat cenderung memiliki reflektansi terlihat yang lebih rendah dan reflektansi inframerah dekat (NIR) yang lebih tinggi, sementara tanaman yang tidak sehat menunjukkan pola spektral yang berbeda tergantung pada kondisi fisiologi dan morfologi daunnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun teknologi pemantauan hiperspektral telah berhasil diterapkan untuk mendeteksi BSR pada kelapa sawit dewasa, penggunaannya pada bibit kelapa sawit belum sepenuhnya dieksplorasi. Studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada pengembangan indeks vegetasi optimal untuk membedakan tingkat keparahan penyakit pada kelapa sawit dewasa. Hanya sedikit studi, seperti yang dilakukan oleh Shafri dkk., berhasil mencapai akurasi yang memuaskan, yaitu sebesar 86%. Meskipun beberapa penelitian berhasil mengidentifikasi band-band spektral signifikan, seperti yang dilakukan oleh Shafri dan Anuar, namun terdapat kesulitan dalam membedakan antara bibit yang sehat dan yang terinfeksi ringan karena tumpang tindih spektrum reflektansi di antara kelas-kelas tersebut.
Urgensi
Mengingat pentingnya penanganan penyakit BSR dalam produksi kelapa sawit, terdapat kebutuhan untuk terus mengembangkan dan memperbaiki metode deteksi, terutama pada tahap bibit kelapa sawit. Implementasi teknologi pemantauan jarak jauh hiperspektral pada tahap awal pertumbuhan tanaman ini dapat menjadi langkah positif dalam mengurangi dampak ekonomi dan produktivitas yang ditimbulkan oleh BSR. Deteksi dini dan tindakan pencegahan yang efektif dapat membantu meminimalkan kerugian serta meningkatkan kesejahteraan industri kelapa sawit di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT