Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Inses Akibat Dari Transisi Peran Keluarga?
5 Maret 2020 11:11 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari M Agung Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah mendengar kata ‘inses’ yang saat ini tengah mendapati banyak sorotan karena kemunculannya di media? Inses atau perkawinan sedarah adalah suatu perkawinan antar-dua individu yang memiliki keterikatan secara genetik atau garis keluarga.
ADVERTISEMENT
Bila melihat definisinya, secara tidak langsung perkawinan sedarah banyak ditemui terjadi pada hewan-hewan seperti kambing, kucing, atau yang lainnya. Lalu bagaimana bila ini terjadi pada manusia? Apa yang sebenarnya hal yang dapat menyebabkan hal tersebut bisa terjadi di dalam keluarga?
Keluarga merupakan peran utama yang harus menjadi sorotan dalam pengelolaan sistem keluarga. Bila kita merujuk pada pengertiannya, keluarga adalah unit terkecil di tatanan masyarakat yang terdiri dari beberapa orang yang berkumpul karena adanya hubungan darah, ikatan perkawinan, ataupun adopsi yang saling berinteraksi, saling membutuhkan, menjalankan perannya masing-masing. Selain itu, keluarga juga memiliki fungsi-fungsi seperti afektif, sosialisasi, reproduksi, perawatan, dan ekonomi.
Melihat pengertian tersebut sebenarnya sudah tidak relevan lagi pada zaman saat ini. Apalagi masuknya pengaruh budaya barat dan munculnya perilaku-perilaku yang menyimpang tidak sesuai dengan nilai dan norma mengakibatkan pengertian keluarga menjadi meluas. Periode sosial keluarga yang dulu dikenal dengan periode keluarga tradisional, kini telah ada periode non-tradisional.
ADVERTISEMENT
Tipe-tipe keluarga tradisional mudah kita temui di Indonesia seperti keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, keluarga single parent, keluarga dyad yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak, extended family yang terdiri dari keluarga inti dan ditambah keluarga lain seperti kakek/nenek, ataupun bibi/paman yang tinggal serumah, dan tipe-tipe yang lainnya.
Namun, perkembangan keluarga saat ini telah berkembang lebih jauh. Pengaruh barat dan perubahan perilaku manusia menyebabkan munculnya pengertian keluarga dalam periode non-tradisional. Ada tipe un-maried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak tanpa ikatan perkawinan, Cohabitating Couple yaitu dua orang dewasa yag tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan, Gay and Lesbian Family yaitu dua orang yang tinggal bersama karena kesamaan jenis kelamin, Nonmarital Heterosexual Cohabitating Family yang merupakan tipe keluarga yang tinggal dan hidup bersama tanpa ada hubungan perkawinan serta sering berganti-ganti pasangan. Hal ini terlihat saat ini bila dibaca sebagian besar masyarakat kita, akan tetapi inilah kenyataannya. Tipe-tipe keluarga seperti ini telah mulai merebak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Melihat fenomena tersebut, bagaimana keluarga akan menjalankan peran, tugas, dan fungsi dalam keluarganya. Hal ini juga yang terjadi pada kasus ‘Inses’ di Indonesia. Kasus yang baru mencuat kali ini yaitu kasus ‘Inses’ yang terjadi di Pasaman, Sumatera Barat.
Kasus yang diungkapkan Kepolisian Resort Pasaman ini berawal dari penemuan mayat bayi yang baru berumur beberapa hari yang tergeletak dalam keadaan membusuk di saluran air kolam oleh warga di daerah Pasaman pada minggu 16 februari 2020 lalu. Berdasarkan hasil olah TKP, kepolisian akhirnya menemukan tersangka yang adalah orang tua nya sendiri. Ironisnya bayi ini adalah hasil dari hubungan sedarah kakak-adik. Pengakuan Ibu dari kakak-adik ini mengatakan menyesal tidak memperhatikan kondisi anak-anaknya sehingga menyebabkan kedua anaknya melakukan hubungan seperti halnya suami istri.
ADVERTISEMENT
Berkaca pada kasus tersebut, saat ini kedua tersangka masih berstatus anak usia sekolah. Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah tidak berjalan dengan optimal. Anak yang memasuki usia sekolah harus dapat diberikan pemahaman dengan baik tentang peran seksualnya. Seks dalam hal ini bukan berkaitan dengan hubungan seksual, tetapi lebih menekankan kepada peran laki-laki dan perempuan baik di dalam keluarga maupun masyarakat. Walaupun terdengar sepele, hal ini harus menjadi perhatian keluarga saat ini.
Kurang berjalannya tugas perkembangan keluarga harus menjadi perhatian keluarga saat ini. Keluarga harus menghadirkan keharmonisan rumah tangga seperti menjalin komunikasi yang efektif antar-anggota, membagi peran sebagai orang tua dan anak yang tepat, bekerja sama menyelesaikan tugas rumahan, membantu anak bersosialisasi terhadap lingkungan di sekitar, dan menguatkan keimanan melalui ibadah.
ADVERTISEMENT
Keadaan ekonomi dan perceraian juga berimbas pada perubahan perilaku anak. Pernyataan ibu tersangka yang menyebutkan ‘tidak memperhatikan kondisi anak-anaknya’ juga menjadi masalah dalam menjalankan fungsi keluarga. Ibu yang menjadi pencari nafkah keluarga harus banting tulang untuk menyekolahkan anak-anaknya harus berfokus pada fungsi ekonomi sehingga mengabaikan fungsi keluarga lainnya.
Refleksi Diri
Pembagian peran dan tugas sebagai orang tua maupun anak di rumah harus diberi batasan yang jelas. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan suatu sistem yang di dalamnya memiliki fungsional yang saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama lain.
Sekarang bagaimana kita bisa mampu merefleksikan kejadian ini pada keluarga sendiri. Mulai dari peran dalam keluarga, apakah ayah (bila ada) sebagai kepala keluarga menjalankan perannya sebagai pencari nafkah keluarga, ibu yang mengelola kebutuhan rumah tangga, dan anak yang membantu orang tua saat ini masih kita rasakan dalam keluarga?
ADVERTISEMENT
Atau seorang ayah yang bekerja super sibuk meninggalkan rumah berhari-hari untuk pekerjaan, ibu pekerja yang memiliki segudang aktivitas perkantoran sehingga rumah hanya sekedar tempat perlintasan, pengelolaan rumah dibantu oleh asisten rumah tangga, anak yang tidak diberi perhatian secara penuh dan dibiarkan begitu saja. Lalu, family quality time hanya sebatas yang diungkapkan melalui social media saat makan malam bersama setelah berhari-hari tidak bertemu.
Lalu bagaimanakah menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga, dari mana nilai-nilai dan norma yang dipelajari dari keluarga itu muncul, bagaimana keharmonisan keluarga muncul tanpa komunikasi secara langsung, dan apakah ketahanan keluarga mampu mempengaruhi dan mengendalikan keluarga terhadap pandangannya terhadap perilaku yang mendukung kesehatan.
Kembali pada pengertian keluarga sebagai unit terkecil di tatanan masyarakat yang terdiri dari beberapa orang yang berkumpul karena adanya hubungan darah, ikatan perkawinan, ataupun adopsi yang saling berinteraksi, saling membutuhkan, menjalankan perannya masing-masing. Selain itu, keluarga juga memiliki fungsi-fungsi seperti afektif, sosialisasi, reproduksi, perawatan, dan ekonomi. Sekarang hal ini sudah tidak ‘cocok’ bagi sebagian masyarakat yang ada di Indonesia. Tren-nya sudah bergeser ke arah periode sosial keluarga non-tradisional.
ADVERTISEMENT
Melihat kasus tersebut, saat ini yang terjadi adalah transisi peran keluarga yang mana terjadinya diferensiasi peran keluarga. Selain itu juga, adanya ‘culture’ baru yang disisipkan seperti budaya barat mengakibatkan transisi peran keluarga. Diperlukan ketahanan keluarga dalam menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya yang mampu dilakukan penguatan dari internal dan juga eksternal. Harmonisasi secara tepat dan benar harus menjadi tujuan keluarga dalam menjalankan keluarga sebagai sistem.