Mutasi Covid-19 di Inggris

M Agung Akbar
Akademisi, Peneliti, dan Penulis. Doctor of Nursing Student, Faculty of Nursing, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Desember 2020 22:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Agung Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mutasi Covid-19 di Inggris
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ditemukannya varian baru virus corona di Inggris, telah menggegerkan dunia. Bahkan, banyak negara mulai menutup akses dari dan menuju negara tersebut untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang lebih menular.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 40 negara telah memberlakukan larangan perjalanan bagi mereka yang datang dari Inggris, setelah pemerintah Inggris pekan lalu mengumumkan telah mendeteksi jenis virus corona baru yang menular lebih cepat.
Varian tersebut, yang menurut otoritas Inggris 70 persen lebih menular dari strain yang ada, telah menyebabkan beberapa negara Eropa menutup penerbangan langsung dari Inggris,
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan pada Minggu (20/12) bahwa pemerintah telah memberlakukan lockdown atau penguncian yang ketat di masa Natal dan tahun baru di London dan Inggris tenggara karena jenis baru virus Corona sudah "di luar kendali".
"Kami bertindak sangat cepat dan tegas. Sayangnya strain baru ini di luar kendali. Kami harus mengendalikannya," tutur Hancock kepada Sky News dikutip dari Medical Xpres, Senin (21/12/2020).
ADVERTISEMENT
Dilansir dari BBC News, Rabu (23/12/2020), varian baru dari virus yang menyebabkan Covid-19, pertama kali teridentifikasi di Kent. Diduga varian baru virus SARS-CoV-2 ini telah menyebar atau berasal dari luar Inggris. Para ilmuwan Inggris yang tergabung dalam Covid-19 Genomics Consortium (Cog-UK) telah melacak sejarah genetik dari lebih 150.000 sampel virus SARS-CoV-2.
Jumlah tersebut setara dengan sekitar setengah urutan genetik virus corona di dunia. "Pengawasan genomik tingkat tinggi di Inggris, artinya jika Anda menemukan sesuatu di mana pun, Anda mungkin akan menemukannya di sini dulu," kata Prof Sharon Peacock, kepala Cog-UK.
Saat ini, para ilmuwan meyakini bahwa mutasi tersebut telah membuat virus lebih menular, meski tidak lebih mematikan. Profesor virologi dan wakil direktur divisi infeksi dan kekebalan di University College London, Judith Breuer mengatakan mutasi virus yang menghasilkan varian baru virus tersebut bisa saja terjadi karena perubahan perilaku saja. "Tetapi semua itu sekarang telah diperhitungkan.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, peningkatan penularan varian baru virus corona ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan biologis pada virus," jelas Prof Breuer. Kendati demikian, dengan munculnya varian baru virus corona SARS-CoV-2 di Inggris ada potensi penyebaran yang pesat. Kontak manusia dan jarak sosial menjadi alat utama dari penyebaran tersebut, maka sangat penting untuk mengelola penyebarannya.
Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM dr. Gunadi mengatakan, publik dikagetkan dengan adanya peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang signifikan di Inggris bulan Desember ini. Hasil analisis genomik virus Corona menunjukkan adanya sekelompok mutasi atau varian baru pada >50 persen kasus COVID-19 di Inggris tersebut.
"Varian ini dikenal dengan nama VUI 202012/01 (Variant Under Investigation, tahun 2020, bulan 12, varian 01), yang terdiri dari sekumpulan mutasi antara lain 9 mutasi pada protein S (deletion 69-70, deletion 145, N501Y, A570D, D614G, P681H, T716I, S982A, D1118H). Varian baru (501.V2) juga ditemukan secara signifikan pada kasus COVID-19 di Afrika Selatan yaitu kombinasi 3 mutasi pada protein S: K417N, E484K, N501Y,"
ADVERTISEMENT
Dari 9 mutasi tersebut pada VUI 202012/01, ada satu mutasi yang dianggap paling berpengaruh yaitu mutasi N501Y. Hal ini karena mutasi N501Y terletak pada Receptor Binding Domain (RBD) protein S. RBD merupakan bagian protein S yang berikatan langsung dengan ACE2 receptor untuk menginfeksi sel manusia.
Terkait sebaran mutasi virus tersebut, Gunadi menyebut sampai hari ini varian VUI 202012/01 telah ditemukan pada 1.2 persen virus pada database GISAID, di mana 99% varian tersebut dideteksi di Inggris. Selain di Inggris, varian ini telah ditemukan di Irlandia, Perancis, Belanda, Denmark, Australia. Sedangkan di Asia baru ditemukan pada 3 kasus yaitu Singapura, Hong Kong dan Israel.
"PCR untuk diagnosis infeksi COVID-19 mendeteksi kombinasi beberapa gen pada virus Corona, misalnya gen N, gen orf1ab, gen S, dll. Karena varian baru tersebut terdiri dari multipel mutasi pada protein S, maka diagnosis COVID-19 sebaiknya tidak menggunakan gen S, karena bisa memberikan hasil negatif palsu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, peran surveilans genomik (whole genome sequencing) virus Corona menjadi sangat penting dalam rangka identifikasi mutasi baru. Di mana untuk pelacakan (tracing) asal virus tersebut dan dilakukan isolasi terhadap pasien dengan mutasi tersebut.