Di Balik Pesta Demokrasi 

Muh Akbar
An ordinary person who studying sociology, education, and political science.
Konten dari Pengguna
15 Desember 2020 9:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen pribadi/Prosesi mencuci tangan sebelum melakukan pencoblosan di salah satu TPS Kota Makassar
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen pribadi/Prosesi mencuci tangan sebelum melakukan pencoblosan di salah satu TPS Kota Makassar
ADVERTISEMENT
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun ini tampak berbeda dari sebelumnya, adanya penerapan protokol kesehatan pada setiap aktivitas baik dari segi kampanye maupun pada pemungutan suara berlangsung. Meskipun mendapatkan berbagai kritik dari berbagai pihak terutama para akademisi dan ahli, pilkada tetap berlangsung pada waktu yang dijadwalkan oleh KPU.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari segala kontroversi meliputi pilkada 2020, apresiasi perlu disematkan pada masyarakat yang masih sadar akan pentingnya protokol kesehatan selama mereka melakukan aktivitas politiknya.
Banyak kasus dimana protokol kesehatan seperti angin lalu saja di mata orang-orang. Kampanye yang memantik kerumunan massa, Pengindahan masker oleh pasangan calon dan wakil calon, sampai serangan fajar berupa sembako dan uang dengan dalih bantuan covid tak terelakkan lagi terjadi. Dan betul hal itu terjadi.
Penulis merasa empati dan simpati kepada para tenaga kesehatan dalam menyikapi tindak tanduk partisipan pilkada tahun ini. Bawaslu menyebut ada 2.126 pelanggaran protokol kesehatan selama masa kampanye Pilkada 2020. Itu yang terindikasi dan berhasil terpantau.
Penulis yakin, masih banyak pelanggara-pelanggaran yang terjadi di luar sana mengingat masyarakat Indonesia belum sepenuhnya sadar akan pentingnya protokol kesehatan, ada banyak data yang bisa dirujuk untuk persoalan ini.
ADVERTISEMENT
Belum lagi pada hari puncak pelaksanaan Pilkada. Banyak indikasi dan perkiraan para ahli mengenai potensi penyebaran Covid-19 selama aktivitas di TPS berlangsung. Dilansir dari Kompas.com, epidemolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyatakan ada potensi penyebaran Covid-19 dengan penularan yang masif di TPS, mengingat Covid-19 tidak menunjukkan tanda-tanda kurva melandai dan terkendali secara maksimal.
Beragam cara yang dilakukan KPU dan Banwaslu dalam menanggulangi risiko dan potensi claster baru Covid-19 selama pelaksanaan pemilihan berlangsung. Mulai dari pembuatan regulasi sebagai penunjang aktivitas di lapangan, menambah item penunjang pada bilik TPS seperti sarung tangan plastik, alat pengukur suhu tubuh (termometer), tidak menyelupkan jari pada tinta sehabis melakukan pencoblosan, dan lain sebagainya.
Akan tetapi segala daya dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini KPU dan Banwaslu beserta jajarannya menurut penulis jauh dari ekspektasi dan hipotesis awal pemberlakuan protokol kesehatan beserta regulasi yang mengikutinya.
ADVERTISEMENT
Terbukti, selama Pilkada 2020 berlangsung KPU menyatakan sekitar 79 Ribu petugas KPPS reaktif Covid-19 yang tersebar di berbagai daerah di pelosok nusantara. Belum lagi hasil rilis Banwaslu yang menyatakan ada 1.172 petugas KPPS yang terindikasi positiv Covid-19 namun tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.
Dan sebenarnya masih banyak pelanggaran demi pelanggaran tercipta pada hari puncak pesta demokrasi yang sempat tertunda. Namun, penulis tidak memuat hal tersebut di tulisan pendek ini. Silahkan cari sendiri.
Patut menjadi perhatian khalayak ramai tentang apa yang terjadi belakangan ini. Ribuan alat tes akan siap sedia, bukan hanya diperuntukkan bagi petugas KPPS, akan tetapi bagi keluarganya, tetangganya, teman-teman tongkrongannya, dan semua yang pernah memiliki riwayat kontak fisik dengannya. Bukan menak-nakuti dengan melebihkan "nya" diakhir kata.
ADVERTISEMENT
Vaksin baru saja sampai. Beruntung apabila gratis, bagaiamana kalau bayar demi mendapatkan vaksin?. Prioritas harus diberikan pada orang-orang di balik pesta demokrasi. Catatan penting menurut penulis terkait bagaimana pesta demokrasi tahun ini menjadi sebuah momentum dalam merekonstrukai ulang gagasan dan kebijakan yang implikasinya seluas Pilkada 2020. Sebagai penutup izinkan saya selaku penulis memberikan sebuah takarir refleksi untuk Pilkada 2020.
Kontestasi yang diselenggarakan dengan penuh kontroversi pada akhirnya hanya akan melahirkan kontradiksi di berbagai kondiasi.