Konten dari Pengguna

Kenaikan Tarif PPN dan PPh dalam Upaya Pemulihan Perekonomian Indonesia

Mochammad Deny
Mahasiswa Universitas Brawijaya
3 Desember 2021 13:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mochammad Deny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
https://www.pexels.com/photo/crown-group-modern-motion-374894/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/photo/crown-group-modern-motion-374894/
Kita semua pasti tau bahwa sejak pandemi Covid-19,laju pertumbuhan ekonomi nasional mengalami pertumbuhan negatif,angka pengangguran,dan kemiskinan kian meningkat. Tanpa adanya bantuan sosial dari pemerintah,kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia diperkirakan jauh lebih buruk. Tentunya pemberian dana bantuan sosial berdampak pada membengkaknya APBN selama dua tahun terakhir. Sebagai upaya pemulihan perekonomian,pemerintah membuat kebijakan terkait dengan PPN dan PPh tahun depan dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pemerintah berharap RUU HPP dapat mendukung upaya percepatan pemulihan perekonomian dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kami telah mencari sumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat penerimaan PPN pada tahun 2020 turun sebesar 15,6% dan untuk tingkat daya beli masyarakat turun sebesar 9,01%. Untuk tahun 2021 pada kuartal pertama penerimaan pajak masih mengalami penurunan sebesar 5,6% dan untuk tingkat daya beli masyarakat turun sebesar 2,23% dibandingkan pada tahun 2020. Berdasarkan data tersebut penurunan penerimaan PPN saat terdampak Covid-19 sejalan dengan penurunan tingkat daya beli masyarakat.
Berdasarkan analisa kami,daya beli masyarakat dapat dikatakan menurun apabila penghasilan yang diperolehnya menurun atau sebaliknya,harga barang dan jasa yang meningkat sehingga kemampuan untuk melakukan konsumsi menurun. Secara umum,daya beli masyarakat dapat diasosiasikan dengan penerimaan PPN dalam negeri yang merupakan pajak atas konsumsi barang/jasa.
ADVERTISEMENT
Peningkatan atau penurunan daya beli masyarakat seharusnya dapat menggambarkan pertumbuhan penerimaan PPN. Jika daya beli masyarakat meningkat maka sewajarnya penerimaan PPN naik begitu juga sebaliknya, jika daya beli masyarakat menurun maka penerimaan PPN akan ikut menurun. Namun berdasarkan fakta terlihat bahwa pertumbuhan penerimaan PPN tak selalu sejalan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Contohnya, pada tahun 2016 pertumbuhan penerimaan PPN mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sedangkan pertumbuhan konsumsi masyarakat mengalami kenaikan, kemudian pada tahun 2017 pertumbuhan penerimaan PPN mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, namun pertumbuhan konsumsi masyarakat mengalami penurunan. Dalam beberapa kesempatan pemerintah selalu menyatakan bahwa, pertumbuhan penerimaan PPN yang cukup signifikan merefleksikan daya beli masyarakat. Namun, jika ditinjau berdasarkan data, penerimaan PPN tidak selalu berhubungan positif dengan tingkat konsumsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari penerimaan PPN saja dapat terlihat dampak dari perubahannya sangatlah signifikan. Selain itu,salah satu pemicu dari menurunnya daya beli masyarakat adalah menurunnya penghasilan dan naiknya harga barang yang merupakan dampak dari adanya kebijakan RUU HPP. Meskipun dalam penerimaan PPh dapat dipastikan bertambah namun penerimaan PPN masih belum dapat dipastikan bisa bertambah.
Kita sebagai masyarakat tentunya berharap adanya peninjauan ulang mengenai kebijakan RUU Harmonisai sebelum resmi berlaku tahun. Pemerintah hendaknya mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Kebijakan penambahan PPN dan PPh dapat berpotensi mendorong menipisnya pasar kelas menengah di Indonesia akibat menurunnya daya beli. Perlu diketahui bahwa pasar kelas menengah sangatlah rentan terhadap gejala ekonomi.
Berdasarkan uraian diatas,artikel ini berfokus pada pemaparan dampak dari kebijakan penambahan tarif PPN dan PPh sebagai upaya pemulihan perekonomian. Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah menjelaskan mengenai dampak yang dirasakan akibat dari penambahan tarif PPN dan PPh.
ADVERTISEMENT
Kebijakan PPN dan PPh
Secara umum PPN dikenal sebagai Pajak Pertambahan Nilai yang selalu melekat pada sebuah barang yang diperdagangkan. Barang-barang tersebut kerap kali dinamakan sebagai barang kena pajak yang bebannya ditanggung oleh para pembeli atau konsumen. PPN dikenakan kepada sejumlah barang dan jasa kecuali untuk barang-barang ekspor karena PPN hanya berlaku pada barang yang beredar di dalam negeri. Sebelumnya tarif dari PPN hanya sebesar 10% saja,namun setelah diresmikannya RUU Harmonisasi maka besaran tarif PPN akan naik menjadi 11% dan 12% pada bulan April tahun depan.
Sedangkan PPh memiliki artian Pajak Penghasilan yang dikenakan kepada seseorang atau badan usaha atas penghasilan yang telah diterima selama setahun. Karena itulah,PPh kerap kali disebut sebagai pajak subjektif sebab pajaknya melekat kepada subjek tertentu. Berbeda dengan PPN,PPh memiliki klasifikasi tertentu dalam pengenaan jumlah pajaknya yang diatur dalam undang-undang. Dalam RUU Harmonisasi ini disebutkan bahwa ada kenaikan pajak penghasilan pribadi terendah 5% dinaikkan menjadi 60 juta yang sebelumnya 50 juta. Selain itu,dikenakan tarif PPh 35% kepada penghasilan 5 miliar. Selanjutnya PPh badan sendiri menerima tarif PPh 22% mulai tahun depan.
ADVERTISEMENT
Dampak dari Kebijakan Penambahan Tarif PPN dan PPh
Kami berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN akan berdampak langsung pada perusahaan yang bergerak di sektor barang konsumsi dan retail. Pasalnya, produk-produk utama yang diproduksi serta dijual kedua sektor tersebut merupakan barang yang menjadi objek PPN menurut analisis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama. Direktur PT Kino Indonesia Tbk (KINO) Budi Muljono juga menyampaikan, kenaikan PPN akan berdampak terhadap daya beli konsumen, terutama pada produk-produk yang mendasar dan kompetitif. Budi juga agak menyayangkan keputusan pemerintah yang membatalkan rencana penurunan PPh badan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2022. Padahal, pengurangan PPh badan tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan, terlebih lagi di tengah kenaikan tarif PPN.Okie menambahkan, batalnya penurunan PPh badan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2022 dapat menjadi hambatan bagi emiten dalam melakukan ekspansi. Menurut dia, hal tersebut tentu akan menjadi perhatian bagi pelaku usaha kedepannya.(Kontan,2021:12)
ADVERTISEMENT
Kebijakan pemerintah menaikan tarif PPN dampaknya besar kepada masyarakat. Sebab kenaikan tersebut secara otomatis akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa di seluruh Indonesia. Kenaikan PPN akan berimbas langsung kepada konsumen karena kenaikan harga dibebankan kepada konsumen. Hal itu akan menekan daya beli masyarakat terutama masyarakat saat ini yang masih dalam kondisi terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah juga masih merencanakan kenaikan PPN untuk masa yang akan datang. Jika kenaikan PPN terus berlanjut, pertumbuhan ekonomi akan semakin menurun dan kenaikan inflasi akan semakin meningkat secara signifikan.
Selain itu,adanya kebijakan kenaikan tarif PPh tentunya berdampak pada besaran penghasilan masyarakat yang berakibat penurunan daya beli masyarakat. Meskipun kebijakan ini berupaya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan,tentunya kebijakan ini merugikan bagi produsen kelas menengah akibat menurunnya jumlah pembeli. Keadaan ini tentunya bukan hal yang baik semenjak adanya pandemi Covid-19 banyak pengusaha yang menutup usahanya dikarenakan mengalami gulung tikar. Banyak diantara mereka yang menantikan bantuan dari pemerintah berupa penurunan PPh seperti yang direncanakan sebelumnya. Pemerintah hendaknya meninjau kembali dari sisi baik maupun buruknya dan jangan hanya terkecoh oleh besaran pajak yang dapat dihasilkan tanpa memikirkan resiko yang dapat terjadi agar tidak ada hambatan dalam pemulihan ekonomi ini.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Sebagai upaya mempercepat pemulihan perekonomian yang terdampak pandemi,kebijakan kenaikan tarif PPN dan PPh justru dianggap sebagai faktor yang dapat memperlambat perekonomian. Meskipun kebijakan ini baru diterapkan tahun depan namun banyak pihak yang menyayangkan mengenai kebijakan ini. Berdasarkan data sendiri kenaikan dari PPN tidak selalu memiliki dampak yang positif terhadap perekonomian apalagi di masa seperti sekarang. Kenaikan dari PPN dan PPh memicu turunnya daya beli masyarakat akibat dari naiknya harga barang dan turunnya jumlah penghasilan. Kami sebagai bagian dari masyarakat sangat menyayangkan kebijakan ini sebab kebijakan ini sangatlah merugikan bagi para pengusaha terlebih banyak dari mereka yang hampir gulung tikar. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan hendaknya meninjau kembali rencana ini sebelum kebijakan ini berakibat pada lambatnya pemulihan perekonomian.
ADVERTISEMENT