Aturan Baru Transfer Pricing: Fairness and Certainty for All

M Fadhil Kusuma Wardana
Mahasiswa Politkenik Keuangan Negara STAN
Konten dari Pengguna
16 Maret 2024 22:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Fadhil Kusuma Wardana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 29 Desember 2023, Kementerian Keuangan menerbitkan PMK Nomor 172 Tahun 2023 yang menjadi rumah baru bagi pengaturan pelaksanaan transfer pricing di Indonesia. Peraturan ini menggabungkan beberapa aturan sebelumnya seperti pembuatan Transfer Pricing Documentation (TP Doc) serta pelaksanaan advance pricing agreement (APA) dan mutual agreement procedure (MAP) yang sebelumnya masih diatur secara terpisah.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini juga memberikan dasar hukum yang lebih kokoh bagi pelaksanaan pemeriksaan terkait transfer pricing yang sebelumnya hanya diatur menggunakan Peraturan Dirjen Pajak. Peraturan ini menjadi babak baru bagi pengaturan transfer pricing di Indonesia.
Terdapat beberapa perubahan pengaturan terkait pelaksanaan dan penanganan transaksi kepada pihak afiliasi yang mencakup kewajiban wajib pajak, pengujian pemenuhan PKKU, dan pencegahan serta penanganan sengketa transfer pricing.

Kewajiban Wajib Pajak

Pertama, wajib pajak diwajibkan untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) ketika melakukan transaksi kepada pihak afiliasi dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. Penerapan prinsip PKKU dilakukan dengan membandingkan harga transaksi kepada pihak afiliasi dengan harga transaksi kepada pihak independen yang sebanding.
Penerapan PKKU dapat dibagi menjadi 6 tahap mulai dari identifikasi transaksi dengan pihak afiliasi, analisis industri, analisis atas kondisi transaksi, analisis kesebandingan, penentuan harga transfer hingga menentukan harga transfer yang wajar.
ADVERTISEMENT
Kedua, berdasarkan PMK ini, pada tahap pendahuluan wajib pajak juga harus melakukan atas pembuktian atas manfaat dari transaksi kepada pihak afiliasi. Manfaat tersebut dapat berupa peningkatan penjualan, penurunan biaya, perlindungan posisi komersial ataupun terkait dengan kegiatan 3M atas penghasilan. Apabila wajib pajak tidak dapat membuktikan hal tersebut, transaksi kepada pihak afiliasi dianggap tidak memenuhi PKKU.
Ketiga, peraturan ini juga mewajibkan wajib pajak yang memenuhi kriteria untuk membuat TP Doc. Hal baru yang terdapat dalam aturan ini adalah kewenangan DJP untuk meminta TP Doc dari wajib pajak yang diatur dalam Pasal 34. Hal ini memberikan pondasi yang kokoh bagi AR untuk melakukan permintaan TP Doc dalam rangka pengawasan kepatuhan.

Pengujian Kepatuhan Penerapan PKKU

Selain itu, PMK ini juga membawa perubahan dalam pengaturan pelaksanaan pengujian kepatuhan transaksi kepada pihak afiliasi. Pertama, aturan ini mengatur mekanisme pengujian penerapan PKKU baik untuk wajib pajak yang membuat TP Doc maupun wajib pajak yang tidak membuat TP Doc.
ADVERTISEMENT
Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus di lapangan di mana wajib pajak melakukan transaksi kepada afiliasi tetapi tidak membuat TP Doc. Dengan aturan ini, terdapat rambu-rambu yang jelas dalam pengujian kepatuhan terkait transfer pricing. Hal ini diharapkan dapat lebih memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dan mengurangi potensi dispute yang terjadi.
Kedua, aturan ini juga mengatur mengenai penyesuaian sekunder. Dalam hal terdapat selisih antara nilai transaksi afiliasi dengan nilai transaksi sesuai PKKU, selisih tersebut dianggap sebagai pembagian laba secara tidak langsung dan diperlakukan sebagai dividen (constructive dividend).
Dividend tersebut kemudian dikenai pajak penghasilan sesuai peraturan domestik atau P3B yang berlaku. Akan tetapi, pemajakan atas constructive dividend tersebut tidak berlaku apabila wajib pajak melakukan pengembalian atas selisih nilai transaksi tersebut sebelum terbit SKP atau menyetujui penentuan harga transfer yang ditentukan DJP. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan aspek fairness dalam pengujian PKKU.
ADVERTISEMENT
Ketiga, aturan ini juga mengatur terkait penyesuaian PPN pada Pasal 39. Dalam hal terjadi penyesuaian nilai penyerahan yang dilakukan PKP penjual karena tidak memenuhi PKKU, nilai pajak masukkan yang dapat dikreditkan oleh PKP pembeli tetap dan tidak dilakukan penyesuaian. PKP pembeli tetap dapat mengkreditkan nilai PPN sebagaimana terncatum dalam faktur pajak selama memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan. Hal ini diharapkan memberikan kepastian hukum bagi PKP pembeli.
Keempat, aturan ini juga mengatur mengenai penyesuaian keterkaitan (corresponding and correlative adjustment) pada Pasal 40. Dalam hal terjadi koreksi atas harga transfer oleh DJP maupun otoritas mitra P3B, wajib pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi dapat melakukan penyesuaian keterkaitan berdasarkan koreksi tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat dilakukan selama wajib pajak yang diperiksa menyetujui penentuan harga transfer yang ditetapkan DJP dan tidak mengajukan upaya hukum. Dengan aturan ini, terjadi harmonisasi dalam penentuan harga transfer antar unit instansi DJP yang dapat meningkatkan kepastian hukum kepada wajib pajak.

Pencegahan Dan Penanganan Sengketa Transfer Pricing

Dari sisi pencegahan sengketa, PMK ini juga membawa pengaturan baru. Pertama, dari sisi pencegahan sengketa, aturan ini memberikan dasar hukum untuk dilakukannya kesepakatan harga transfer multilateral (multilateral APA) bagi transaksi afiliasi lintas batas. Hal ini dapat mempermudah penentuan harga transfer untuk wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi lintas batas dengan pihak di banyak negara sekaligus.
Selain itu, wajib pajak yang melaksanakan APA juga dapat memperoleh penghapusan sanksi administratif terkait pembetulan SPT, penerbitan SKP dan pembetulan SKP. Hal ini diharapkan mampu menciptakan lower compliance cost bagi wajib pajak sehingga dapat meningkatkan voluntary compliance dan mengurangi risiko dispute dengan wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Dari sisi penangan sengketa, PMK ini mengubah aturan terkait prosedur persetujuan bersama (MAP). Pertama, berdasarkan Pasal 41 ayat 11 PMK ini, permintaan pelaksanaan MAP dapat dilakukan bersamaan dengan mekanisme penyelesaian sengketa domestik seperti gugatan, keberatan, banding, pengurangan atau pembatalan SKP, hingga peninjauan kembali.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan aspek fairness kepada wajib pajak. Selain itu, hasil MAP akan ditindaklanjuti melalui penerbitan SK Persetujuan Bersama yang akan menjadi dasar pengembalian atau penagihan pajak. Hal ini akan meningkatkan legitimacy atas hasil MAP dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak.
Berbagai perubahan ini diharapkan dapat lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak serta menurunkan biaya kepatuhan. Dari sisi DJP, perubahan ini diharapkan dapat memitigasi risiko terjadinya sengketa transfer pricing dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan voluntary compliance dari wajib pajak yang pada akhirnya dapat meningkatkan tax ratio Indonesia.
ADVERTISEMENT