Alhamdulillah, Dilan Sudah Dituduh Syiah!

Konten dari Pengguna
7 Februari 2018 8:56 WIB
Tulisan dari M. Faruq Ubaidillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Alhamdulillah, Dilan Sudah Dituduh Syiah!
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JIKA pembaca sekalian ingin tahu negara mana yang sensitivitas agamanya paling tinggi, jawabannya adalah Indonesia. Kendatipun ini sangat subjektif, sudut pandang sensitivitasnya tidak lepas dari banyak fakta konflik horizontal yang selama ini berjalan di Indonesia. Juga, hal ini tidak mengalineakan fakta bahwa kapitalisme berbau Islam seperti komoditas hijab Syar'i kiat merambat pasar.
ADVERTISEMENT
Saya beri contoh, misal, banyak ulama alim seperti Quraisy Shihab, Said Aqil Siraj, Gus Dur, dan Cak Nur yang dituduh liberal dan syiah. Mereka ini dianggap menjalankan Islam tidak sesuai dengan syari’at pada umumnya. Lebih parah lagi Ulil Abshar Abdalla, aktivis muda NU, pada tahun 2000an lalu mengutarakan pikiran inklusifnya tentang Islam yang ditulis di kolom harian Kompas. Sontak membaca opini ‘usil’ yang ditulis Ulil ini, ratusan ulama se-kota Bandung menfatwakan ‘halal’ darahnya Ulil.
Di tahun 2016 hingga sekarang juga sensitivitas agama masih merebak di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Di Jakarta, misalkan, demo berjilid-jilid yang dibungkus dengan atribut agama berhasil merusak kohesi toleransi dan demokrasi saat itu. Maka, dari fakta ini tidak berlebihan jika saya katakan sensitivitas agama di Indonesia tensinya selalu tinggi.
ADVERTISEMENT
Bak mendayung dua-tiga pulau terlewati, film Dilan 1990 yang sedang ‘nge-tren’ kali ini juga tidak lepas dari tuduhan Syi’ah. Di media daring santer diberitakan kritikan para warganet yang memandang Dilan serta penulisnya sebagai penganut kepercayaan Syi’ah, karena memajang foto Khomeini—sang pejuang revolusi Iran yang kebetulan menganut paham Syi’ah.
Keributan di media ini akhirnya sampai di telinga sang penulis novelnya, Pidi Baiq. Dia kemudian merespon bahwa Dilan itu asli penganut paham Aswaja, sambil berkelakar. Di akhir responnya, dia menulis bahwa kebijaksanaan saat ini diperlukan untuk tidak menghakimi masa lalu dengan masa sekarang.
Sebagai seorang aktivis lintas agama, saya melihat masyarakat Islam di Indonesia belum bisa membedakan mana akidah dan mana urusan politik yang dibalut akidah. Ini penting diluruskan karena politik yang dibalut oleh atribut agama (akidah) sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT
Syiah itu sendiri merupakan, awalnya, kelompok politik yang mendukung perjuangan Sayyidina Ali ketika melakukan arbitrase dengan Muawiyah bin Abi Sofyan. Namun, dalam prosesnya di lapangan, Sayyidina Ali kalah oleh ‘tipu muslihat’ Muawiyyah, sehingga kelompok Islam pada waktu itu terpecah. Ada yang menjadi Khawarij—yaitu kelompok yang tidak mendukung Sayyidina Ali bahkan mengafirkannya dan ada yang mendukung beliau. Kelompok yang mendukung inilah yang disebut Syi’ah.
Dalam perjalanannya, partai politik Syi’ah mengalami friksi. Ada yang ekstrim mengafirkan sahabat inti—Abu Bakar, Umar, dan Ustman—namun ada yang moderat.
Kesalahan kita umat Islam Indonesia adalah mengeneralisir bahwa semua Syi’ah itu sesat dan menyesatkan. Mereka lupa bahwa orang Islam juga tidak semuanya taat beribadah. Ada yang koruptor, maling, tukang zina, dsb. Inilah yang harus kita pahami dan sikapi dengan bijaksana. Bahwa Syi’ah itu ada yang ekstrim memang benar, namun sekali lagi, tidak semua dari mereka begitu. Yang terpenting saat ini adalah sikap bijak kita dalam memahami friksi yang ada di Islam dan tidak mudah menuduh orang-orang sesat, apalagi menyesatkan. Syi'ah adalah bagian dari Islam yang harus kita hormati dan jaga, meski tidak harus mengimani!
ADVERTISEMENT
Kata Dilan, berislam itu berat. Kamu harus kuat. Jika kuat, kamu masuk surga!
*Penulis adalah aktivis HAM dan peneliti agama-agama lokal, saat ini tinggal di Denpasar, Bali.