Sesat Pikir terhadap Tipologi

Konten dari Pengguna
17 Februari 2018 8:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M. Faruq Ubaidillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Islam Nusantara itu sesat dan menyesatkan. Islam itu hanya satu. Tidak ada Islam Moderat, Islam Radikal. Ini sudah melawan Islam yang ada di Arab", kata mereka.
Tipologi, terma, atau istilah lain yang digunakan untuk menyederhanakan sebuah narasi rupanya tidak dapat terhindar dari kerancuan bahasa dan makna itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, tipologi Islam Nusantara, Islam Arab, Islam Radikal, dan Islam Moderat merupakan beberapa dari banyak contoh tipologi yang--jika kita akui--memang rancu, bahkan dapat "menyesatkan" orang-orang "awam".
Kita tentu tahu bahwa klasifikasi seperti ini tidak ada, bahkan tidak perlu, karena sejatinya Islam di Indonesia adalah agama yang dianut dengan mengedepankan akhlakul karimah oleh masyarakatnya. Meski begitu, kerancuannya dalam bahasa dan makna nampaknya selalu "seksi" untuk dikaji.
Dalam hal bahasa, tipologi di atas telah "memecah" Islam sebagai agama yang satu, yaitu sebagaimana yang dibawa Rasulallah. Jelas ini dapat dilihat dari kelompok-kelompok yang kontra dengan penggunaan istilah di atas. Mereka, lebih jauh lagi, kemudian menuduhnya sebagai lawan dari Islam Arab itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam hal makna, kerancuannya juga ada. Tipologi Islam Nusantara dikatakan dekat dengan sinkretisme budaya dan agama dalam konteks "syariat". Namun ini sudah ditegaskan oleh para penggagasnya bahwa yang dimaksud adalah bukan budaya yang merusak, namun yang selaras dengan syariat itu sendiri.
Dalam konteks sejarah, penggunaan tipologi ini tidak lahir dengan sendirinya. Kondisi zaman dan perang ideologi (ghazwul fikr) dengan kelompok oportunis-politis adalah satu alasan mengapa tipologi tersebut layak untuk digunakan.
Sejak dulu, Islam masuk ke Indonesia dengan ramah, berakhlakul karimah. Kerajaan Majapahit, Pajajaran, Sriwijaya hancur lebur tanpa harus diperangi. Sikap para pembawa Islam (wali songo) sangat toleran dengan budaya nusantara kala itu. Inilah yang membuat Islam tersebar dengan cepat dan luas memasuki budaya-budaya lokal masyarakat nusantara hingga kini.
ADVERTISEMENT
Adanya narasi politis-oportunis yang dibalut dengan atribut keislaman membuat para tokoh Islam yang berpikir moderat merasa perlu membangun kategorisasi corak keislaman di Indonesia. Inilah salah satu alasan mendasar masifnya kampanye Islam Nusantara dan Islam Moderat dalam komunitas nahdliyin khususnya.
Adapun beberapa pihak yang berpikir bahwa Islam hanya satu, itu benar. Namun, dari mereka juga ada yang membenturkan dan mengklaim kampanye tipologi seperti ini hanya akan memecah belah umat Islam di Indonesia. Pendapat ini juga perlu diapresiasi. Mungkin, kelompok-kelompok tersebut risau terhadap kemunduran Islam dalam ranah persatuan yang sejati. Mungkin saja!
Meskipun tipologi ini masih bermasalah secara bahasa dan makna, klaim keberadaannya dirasa penting. Indonesia perlu untuk saat ini dan saat yang akan datang menamai keislamanya sendiri yang membedakan ia dari Islam yang ada di Arab, Eropa, India, dll.
ADVERTISEMENT
Islam Nusantara (memang) harus dikatakan Islamnya orang Indonesia, bukan hanya orang NU. Hanya memang kebetulan ide cerdas ini diinisiasi oleh PBNU sendiri, meski mendapat banyak kritikan dari internal masyarakat nahdliyin itu sendiri. Ini jugayang kemudian membuat tipologi Islam Nusantara dianggap Islamnya orang-orang NU saja.
Walhasil, tidak masalah saya kira tipologi ini digunakan, mengingat kondisi zaman yang menuntut Islam di Indonesia untuk maju dan menjadi sebuah gerakan dalam menjaga peradaban dan perdamaian. Di luar itu semua, pro-kontra hingga kini boleh saja ada dari sudut pandang apa saja. Itulah kekayaan berpikir Islam kita, Islam Nusantara, bukan?
********
**
Denpasar, 16-02-2018