news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Belum Habis Corona Trending #GakSengaja

M Febriyanto Firman Wijaya
Peneliti Pusad Studi Anti Korupsi dan Demokrasi UMSurabaya Pemerhati Komunikasi Gaya Baru
Konten dari Pengguna
16 Juni 2020 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Febriyanto Firman Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Karikatur Dodi Budiana
zoom-in-whitePerbesar
Karikatur Dodi Budiana
ADVERTISEMENT
Pasca 13 minggu sejak awal pemerintah mengumumkan pasien COVID-19 ada di Indonesia kita diberikan berbagai macam aturan mulai Social Distancing, Physical distancing maupun Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) sebagai pencegahan saat berada diluar rumah .
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat kita lebih banyak melakukan kegiatan dirumah saja, dengan begitu seringnya kita dirumah sehingga mulai muncul efek-efek negative yang keluhkan, dilansir Verywell Mind (10 juni 2020) menjelaskan bahwa efek atau reaksi yang relative umum saat seseorang terisolasi didalam tempat tinggalnya selama kurun waktu lama disebut Cabin Fever.
Sedangkan gejala dari orang yang mengidap Cabin Fever sering merasa sangat mudah tersinggung atau gelisah, bahkan beberapa dari efek lainnya yang dialami timbul rasa lesu, kurang sabar, sulit berkonsentasi, dan keputusasaan.
Dalam kaitan ini pasca sebagian kota di Indonesia telah mengatur perubahan kondisi dengan istilah New Normal namun tanpa kita sadari juga efek terlalu lamanya mengisolasi diri dirumah bisa jadi malah timbul disaat-saat mulai terbukanya Normal baru ini?
ADVERTISEMENT
Tak heran beberapa hari ini terdengar banyakkan tuntutan yang muncul terkesan kurang sabar, bahkan kurang fokus dan terburu ditiap poin yang didakwakan, salah satunya tentang tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan.
Terdakwa kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan, Jaksa menilai Rahmat Kadir M dan Rony Bugis terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat dengan tuntutan 1 tahun penjara.
Secara singkat Jaksa dalam hal ini menilai kedua tersdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat yang telah direncanakan dahulu.
Beranggapan bahwa alat atau didalam hal ini cairan yang disiramkan oleh terdakwa(Rahmat) tidak disengaja mengenai mata Novel Baswedan, yang pada awalnya berniat diarahkan ke badan korban, tandas terdakwa.
ADVERTISEMENT
Memang Satire atau memang niat #GakSengaja
Pasca dibacakanya tuntutan tersebut (kamis 11/6/2020) mulai ramailah dijagat media sosial tentang persoalan ketidak tepatan dalam persidangan kasus penganiayaan Novel, termasuk di Twitter dengan hastag #GakSengaja menjadi Tranding beberapa hari lalu.
Tercatat hingga tanggal 15/6/2020 hastag #GakSengaja sudah mencapat 37.000 lebih tweet, entah berawal dari mana hastag tersebut namun menjadi semakin ramai setelah Komica Bintang emon ikut bersuara dilaman Twitternya dengan membuat joke khas stand up comedy yang membuat kita tertawa.
Bintang emon juga menyindir tentang faktor tuntutan ketidak sengajaan dalam melakukan penganiayaan terhadap Novel, kata Bintang Emon kalau memang tidak sengaja kenapa kok niat bangun waktu subuh, padahal waktu sholat subuh menurut dia adalah waktu yang godaannya sangat berat, tapi ini kok ada orang niat bangun subuh untuk mencelakakan orang lain.
ADVERTISEMENT
Bahkan tweet Bintang emon di retweet oleh mantan Menko kemaritiman Rizal Ramli dengan caption “Canggih tapi mudah dipahami”, ditambah dengan Najwa Shihab merepost video tersebut di laman instagram miliknya dengan caption “Gak Sengaja by @bintangemon . maap Gak Sengaja juga repost ini.”
Kutipan satire dimedia sosial itu sebagai salah satu pesan moral terhadap tuntutan yang dirasa kurang berkeadilan dan seolah berniat untuk disengaja. Munculah pertanyaan pasca keputusan itu adalah apa yang dilakukan jaksa ketika sebelum masuk diruang siding, atau bahkan sebelum membacakan tuntutan?
Aktifasi proses berfikir dengan jernih
Menurut John Grene dalam mengembangkan action assembly theory atau biasa kita kenal dengan teori kumpulan tindakan yang membahas cara bagaimana manusia mengelola pengetahuan yang diketahuinya dalam fikiran dan menggunakannya untuk membuat pesan.
ADVERTISEMENT
John mengatakan manusia digambarkan membentuk pesannya dengan menggunakan apa yang disebut content knowledge(pengetahuan isi) dan procedural knowledge(pengetahuan prosedural), maka tiap orang yang mengetahui “mengenai” suatu hal itu merupakan pengetahui isi dan orang yang mengetahui cara melakukan sesuatu itu disebut pengetahuan procedural.
Perlu adanya proses ditiap elemen ingatan yang diaktifkan dari pengetahuan ketika akan dikeluarkan dengan berbagai catatan procsedural, secara automatis fikiran anda akan mengambil keluar elemen apa yang akan diaktifkan kemudian digabungkan menjadi semacam aliansi.
Jadi saat mengambil atau membacakan tuntutan dari terdakwa kasus penganiayaan ini jaksa sebagai orang yang sangat faham dalam kata lain berpengetahuan hukum, untuk membacakan tuntutan tersebut sudah mengumpulkan elemen-elemen agar saat pembacaan tuntutan tepat dengan pengetahuannya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi dari apa yag dibacakan jaksa menghasilkan keganjilan bahkan seolah melenceng dari pengetahuannya dan berakhir dengan kritikan-kritikan dari para pengguna media sosial.
Perlu juga dipertanyakan, apakah mungkin jaksa penuntut umumnya terlalu lama dirumah saja sehingga berefek negatif seperti gejala Cabin Fever sehingga muncul gejala sulit berkonsentrasi dan kurang sabar???