Konten dari Pengguna

Posisi Vital Tokoh Agama Cegah Politik Uang

M Febriyanto Firman Wijaya
Peneliti Pusad Studi Anti Korupsi dan Demokrasi UMSurabaya Pemerhati Komunikasi Gaya Baru
29 Agustus 2020 17:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Febriyanto Firman Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Dok: Pixabay.
ADVERTISEMENT
Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani para birokrat
Tentu saja tidak semuanya
ADVERTISEMENT
Tapi yang pasti banyak yang suka
Penggalan lirik lagu di atas ini pernah menjadi trend sekitar tahun 2004, lagu karangan Iwan Fals ini berjudul “Politik Uang” liriknya sederhana namun maknanya jika kita rasakan hingga hari ini masih sangat terasa dan masih sangat masif.
Politik uang(money politic) menjadi salah satu manuver politik dalam rangka menaikkan popularitas partai dan calon yang ikut berlaga. Dengan kata lain banyak para calon birokrat yang tidak percaya diri terhadap kualitas dirinya menjadikan alasan politik uang sebagai jalan pintas.
Politik uang merupakan salah satu proses suksesi politik yang korup, sehingga transaksional dalam politik uang akan memuluskan kelompok oligarki dari proses yang dilakukan. Pelanggaran hak dasar warga negara secara langsung berdampak dari modal politik yang kotor, ditambah semakin kuatnya praktik korupsi yang dilakukan secara terbuka seperti pengadaan barang dan jasa, sampai korupsi legislasi.
ADVERTISEMENT
Kesempatan kali ini penulis akan mengurai apa makna politik uang dan proses pencegahannya di tengah masih permisifnya masyarakat terhadap praktik politik uang, dan pengaruh keterlibatan tokoh agama dalam mencegahnya. Sehingga kedepannya demokrasi di Indonesia semakin sehat dan bebas dari korupsi.
Politik Uang dan Rasionalitas Masyarakat
Jelang perhelatan pilkada 2020 diperkirakan masa pandemi covid 19 juga masih belum menunjukkan melandai meski beberapa protokol kesehatan terus dikampanyekan, dengan adanya pandemi ini beberapa praktik politik uang kian variasi dan berbagai bentuk.
Praktik politik uang selain pemberian dalam bentuk uang, sembako, ataupun hanya sekadar hadiah kepada masyarakat, kini muncul bantuan sosial terdampak covid 19. Tujuannya untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya saat pemilu untuk yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Money politic dalam Bahasa Indonesia dimaknai sebagai suap, arti suap dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok (KBBI, 1994), Secara umum politik uang diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu.
Sedangkan menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza M, definisi politik uang, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Kalau kasus politik uang bisa dibuktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan (Indra Ismawan,1999).
Kriteria yang bisa dikatakan politik uang harus mengandung beberapa unsur-unsur (Syamsul Hadi, 2012) berikut. Pertama, harus sengaja memberi uang atau materi lainnya kepada pemilih. Kedua, sengaja menjanjikan uang atau materi lainnya kepada pemilih. Semua unsur tersebut dilakukan dengan tujuan agar penerima uang atau materi lainnya itu untuk memilih calon tertentu.
ADVERTISEMENT
Dari hasil temuan di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UMSurabaya tentang money politic, menemukan bahwa mayoritas masyarakat Jawa Timur masih mau menerima pemberian dari calon, persentase dari total responden sangat mengejutkan mencapai 98,2 persen.
Meski demikian, masyarakat Jawa Timur rasionalitasnya dalam menentukan pilihan masih tinggi, walaupun mereka menerima uang dari calon, namun mereka tetap memberikan pilihan berdasarkan hati nurani, dan bukan karena pemberian calon.
Dalam temuin PUSAD juga memberikan catatan bahwa potensi money politic belum tentu berbanding lurus dengan pilihan, hasilnya masyakarat yang menerima pemberian uang dan pasti memilih calon hanya 16,67 persen responden.
Sedangkan yang menerima money politic tetapi memilih berdasarakan hati nurani mereka mencapai 66 persen, lalu 15 persen menerima pemberian calon namun pasti tidak akan memilih pemberi, dan sementara hanya ada 1,87 persen yang menolak pemberian uang yang diberikan calon.
ADVERTISEMENT
Permisifnya masyarakat akan menjadikan peluang transaksi antara peserta dan elektoral terhadap politik uang, masyarakat disini tidak dapat sepenuhnya disalahkan dengan apa yang mereka terima, selain disebabkan dari tingkat pemahaman, juga dari mindset yang didapat bahwa politik uang sebagai bagian dari shodaqoh politik, bantuan sosial dan atau sebutan lainnya.
Perihal di atas jadi sebuah pelanggaran dan bahkan bertentangan dengan asas pemilu yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia(LUBER) serta Jujur dan Adil(JURDIL). Melihat elektoral dalam kategori pemilih rasional, penggunaan cara seperti politik uang wajib dihindari dengan instrumentasi sosial-kemasyarakatan, dan juga memadukan dengan peran tokoh agama untuk saling berkomitmen dalam mencegahnya.
Peran Penting Tokoh Agama Cegah Politik Uang
Kondisi pandemi saat ini memang membuat berbagai sektor menjadi kurang baik, salah satunya perihal ekonomi yang belum juga menunjukkan peningkatan, dibarengi dengan itu akan terselenggaranya Pilkada serempak 2020 yang akan dilaksanakan 9 desember mendatang.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini berpotensi meningkatnya politik uang pada pilkada 2020 karena digelar di tengah pandemi covid 19. Karena saat kondisi ekonomi sedang lesu akan mempengaruhi pemilih sangat membutuhkan biaya untuk memenuhi kehidupan mereka.
Politik uang saat pandemi ini diyakini akan semakin massif berbarengan dengan kondisi saat ini dan akan muncul juga modus baru, entah pembagian bantuan alat kesehatan, alat pelindung diri(APD) atau bantuan sosial lainnya.
Melihat hal tersebut perlu adanya pencegahan yang tepat salah satunya menggandeng tokoh agama, tokoh agama dikenal sebagai orang yang karena kualitas pribadinya dipercaya dan diberi tugas khusus untuk menjadi imam dari umat agamanya.
Tokoh agama juga termasuk elemen kekuatan politik dalam sistem politik, karena dilihat dari tugas dan fungsinya bisa dikatakan sebagai pemimpin dalam struktur politik. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang sehingga orang lain dapat bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin(baca: tokoh agama) tersebut.
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan dibagi menjadi 2 menurut Soejono Soekanto (2000;318): pertama, kepemimpinan yang bersifat resmi(formal leader) ialah pemimpin yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Kedua, kepemimpinan karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan(informal leadership).
Sedangkan Tokoh Agama jika di lihat dari contoh kepemimpinan di atas termasuk pada informal leadership. Karena kepemimpinan demikian didasarkan pada pengakuan dan kepercayaan masyarakat sehingga ruang lingkupnya tanpa ada batasan resmi.
Peran serta fungsi Tokoh Agama dirasa sangat penting dalam menstimulus, mengendalikan, dan mencegah ketegangan sosial yang ada di masyarakat dalam iklim demokrasi kita ini.
Begitu pentingnya Tokoh Agama bisa jadi awal untung mengadang praktik politik uang saat pandemi diarak rumput, mereka bisa memberikan stimulus dengan menjelaskan singkat tentang apa yang akan didapat ketika mereka menerima pemberian dari calon birokrat.
ADVERTISEMENT
Daerah yang ikut serta dalam Pilkada 2020 mendatang pasti memiliki karakteristik yang berbeda-beda, begitu pula dalam praktik politik uangnya akan lebih variatif, oleh karena itu perlu Tokoh Agama di wilayah tersebut untuk dapat menjelaskan dan mengkampanyekan bahwa politik uang hukumnya haram kepada masyarakat.
Tokoh Agama seperti kyai, ulama, pendeta, pastor dan lainnya relatif lebih di dengar perkataannya dari pemimpin lainnya, harapannya masyarakat akan menolak ketika kandidat calon melakukan politik uang agar memilih dirinya.
Jadi Tokoh Agama saat ini berada pada posisi vital untuk turut andil mencegah praktik politik uang saat pilkada 2020, karena mereka memiliki tingkat kepercayaan yang kuat dari masyarakat, dengan begitu Pilkada mendatang lebih mudah untuk mencapai Asas Pemilu yang Jurdil dan Luber.
ADVERTISEMENT