Konten dari Pengguna

Menjadi Ayah: Titik Balik yang Mengubah Segalanya

Jonson Handrian Ginting
Dosen Departemen Antropologi Universitas Andalas dan Peneliti di Bidang Sosial dan Budaya
13 Agustus 2024 14:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jonson Handrian Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ayah bersama buah hatinya (Sumber: jump1987/ https://pixabay.com/id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ayah bersama buah hatinya (Sumber: jump1987/ https://pixabay.com/id)
ADVERTISEMENT
Ketika seorang pria mendengar kata "ayah," mungkin bayangan yang muncul adalah sosok yang tegar, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Ayah sering kali digambarkan sebagai pilar keluarga yang siap melindungi dan memenuhi kebutuhan anak serta pasangan. Namun, menjadi seorang ayah jauh lebih dari sekadar peran tradisional tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi banyak laki-laki, kelahiran seorang anak menjadi titik balik dalam hidup mereka—sebuah momen di mana identitas, prioritas, dan cara pandang terhadap kehidupan berubah secara mendalam.
Dulu, peran ayah cenderung dipandang secara sederhana: sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan nilai-nilai sosial, peran ayah kini menjadi jauh lebih kompleks. Ayah bukan lagi hanya sekadar penyedia materi, tetapi juga sosok yang berperan aktif dalam pengasuhan, mendampingi anak-anak dalam perkembangan emosional dan pendidikan mereka.
Dalam masyarakat modern, semakin banyak ayah yang berperan dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka—mulai dari mengganti popok, menyiapkan makanan, hingga mendampingi mereka belajar. Partisipasi ini tidak hanya meringankan beban ibu, tetapi juga membangun ikatan emosional yang kuat antara ayah dan anak.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, menjadi ayah bukan sekadar peran tambahan, melainkan suatu transformasi mendalam yang membawa laki-laki pada pemahaman baru tentang cinta, tanggung jawab, dan makna hidup.
Ilustrasi Ayah membacakan cerita untuk anak. Foto: Butsaya/Shutterstock
Salah satu perubahan terbesar yang dialami seorang pria ketika menjadi ayah adalah transisi dari identitas individu ke identitas kolektif. Sebelum menjadi ayah, banyak pria fokus pada pengembangan diri, karier, dan pencapaian pribadi. Namun, kelahiran anak sering kali mengubah perspektif ini secara drastis. Prioritas hidup mulai bergeser dari diri sendiri ke kebutuhan anak dan keluarga.
Perubahan ini sering kali tidak mudah. Banyak pria merasa terkejut dengan tuntutan yang datang seiring dengan peran sebagai ayah. Tidak jarang, mereka mengalami dilema antara keinginan untuk tetap fokus pada karier dan kebutuhan untuk hadir dalam kehidupan anak-anak mereka. Meskipun demikian, banyak yang menemukan bahwa tantangan ini justru membawa mereka pada pemahaman yang lebih dalam tentang arti kebahagiaan dan kesuksesan sejati.
ADVERTISEMENT
Menjadi ayah juga sering kali menjadi momen di mana pria mulai mengembangkan aspek emosional dan empati mereka. Pengalaman merawat anak, menyaksikan mereka tumbuh, dan mendampingi mereka dalam setiap fase kehidupan, membuka pintu bagi ayah untuk lebih memahami dan mengekspresikan perasaan mereka.
Dalam masyarakat yang masih memegang teguh konsep maskulinitas tradisional, di mana pria sering kali diharapkan untuk kuat dan tidak terlalu menunjukkan emosi, menjadi ayah dapat menjadi pengalaman yang membuka wawasan baru. Menghadapi tangisan bayi, kelelahan karena kurang tidur, dan tanggung jawab yang terus-menerus, mengajarkan pria untuk lebih peka terhadap perasaan mereka sendiri dan orang lain. Mereka belajar bahwa menunjukkan emosi bukanlah tanda kelemahan, melainkan bagian dari kemanusiaan.
Meskipun ada banyak aspek positif dari menjadi ayah, tidak bisa dipungkiri bahwa peran ini juga penuh dengan tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah tekanan sosial dan budaya yang masih memandang pria sebagai pencari nafkah utama. Ekspektasi ini sering kali menempatkan pria dalam posisi yang sulit, terutama ketika mereka harus memilih antara pekerjaan dan waktu bersama keluarga.
Ilustrasi ayah sedih, depresi. Foto: aslysun/Shutterstock
Banyak ayah merasa terjebak dalam dilema ini. Di satu sisi, mereka ingin memastikan stabilitas finansial keluarga, tetapi di sisi lain, mereka juga tidak ingin melewatkan momen-momen penting dalam kehidupan anak-anak mereka. Tekanan ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan, terutama ketika lingkungan kerja tidak mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga.
ADVERTISEMENT
Selain itu, membangun koneksi emosional dengan anak-anak juga bisa menjadi tantangan tersendiri. Bagi pria yang dibesarkan dalam budaya maskulinitas tradisional, mengembangkan ikatan emosional yang mendalam dengan anak-anak mereka bisa menjadi sesuatu yang tidak alami atau bahkan canggung. Namun, dengan kesadaran dan usaha, banyak ayah yang berhasil melampaui hambatan ini dan menemukan kepuasan dalam hubungan yang lebih dekat dengan anak-anak mereka.
Meskipun penuh tantangan, menjadi ayah membawa banyak dampak positif bagi pria. Salah satunya adalah pengembangan pribadi yang lebih mendalam. Banyak pria yang melaporkan bahwa menjadi ayah memberikan mereka makna hidup yang baru dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Kebahagiaan melihat anak-anak mereka tumbuh dan berkembang, serta rasa bangga karena dapat berperan dalam proses tersebut, sering kali menjadi sumber kepuasan yang tidak dapat diukur dengan materi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ayah yang lebih terlibat dalam pengasuhan juga berkontribusi pada perubahan sosial yang lebih luas. Dengan mematahkan stereotip gender dan menunjukkan bahwa pria juga bisa menjadi pengasuh yang baik, mereka membantu menciptakan masyarakat yang lebih egaliter. Perubahan ini tidak hanya bermanfaat bagi keluarga mereka sendiri, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan, karena anak-anak yang tumbuh dengan ayah yang terlibat cenderung lebih seimbang secara emosional dan sosial.
Menjadi seorang ayah adalah titik balik yang signifikan dalam hidup seorang pria. Ini adalah momen di mana identitas, prioritas, dan cara pandang terhadap kehidupan berubah secara mendalam. Meskipun peran ini penuh dengan tantangan, terutama dalam hal tekanan sosial dan budaya serta kesulitan membangun koneksi emosional, manfaat yang diperoleh jauh lebih besar.
ADVERTISEMENT
Menjadi ayah bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan materi anak, tetapi juga tentang hadir secara emosional dan terlibat dalam setiap aspek kehidupan mereka. Dalam proses ini, pria tidak hanya berkembang sebagai individu, tetapi juga berkontribusi pada perubahan sosial yang lebih luas.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendukung pria dalam menjalani peran ini dengan menyediakan lingkungan yang kondusif, baik dari segi kebijakan maupun budaya. Dengan demikian, setiap pria dapat merasakan kepuasan sejati dari peran sebagai ayah, dan setiap anak dapat merasakan kasih sayang yang tulus dari sosok ayah mereka.