Konten dari Pengguna

Potensi Desa Kidupen Menjadi Desa Wisata

Jonson Handrian Ginting
Dosen Departemen Antropologi Universitas Andalas dan Peneliti di Bidang Sosial dan Budaya
19 Agustus 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jonson Handrian Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Desa Kidupen dengan latar perbukitan (Sumber: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Desa Kidupen dengan latar perbukitan (Sumber: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Desa wisata adalah konsep pengembangan wilayah pedesaan yang mengoptimalkan potensi lokal untuk menarik wisatawan. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengembangan sektor pariwisata, tetapi juga pada penguatan ekonomi dan sosial masyarakat desa itu sendiri. Melalui desa wisata, diharapkan masyarakat lokal bisa mendapatkan manfaat l
ADVERTISEMENT
angsung dari aktivitas pariwisata yang dilakukan di wilayah mereka. Potensi alam, budaya, dan tradisi lokal menjadi modal utama yang harus dioptimalkan untuk menciptakan pengalaman unik bagi wisatawan. Desa wisata juga berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal yang sering kali terancam oleh modernisasi.
Desa Kidupen, yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, adalah salah satu contoh desa yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi desa wisata. Secara ekonomi, Desa Kidupen masih
bergantung pada sektor pertanian. Namun, dengan adanya potensi wisata alam dan budaya yang dimilikinya, desa ini memiliki peluang besar untuk mengembangkan ekonomi lokal melalui pariwisata. Secara sosial, masyarakat Desa Kidupen dikenal sebagai komunitas yang sangat menjaga tradisi dan adat istiadat. Hal ini menjadi nilai tambah yang sangat penting dalam pengembangan desa wisata, karena wisatawan modern cenderung mencari pengalaman otentik yang berbeda dari kehidupan perkotaan yang serba modern.
ADVERTISEMENT
Kemandirian desa adalah salah satu kunci utama dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Dalam konteks Desa Kidupen, kemandirian ini dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya lokal yang efektif dan berkelanjutan. Pengembangan desa wisata tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan baru bagi desa, tetapi juga sebagai alat untuk menjaga keberlanjutan budaya dan lingkungan. Dengan demikian, desa yang mandiri akan mampu mengelola potensi wisatanya secara optimal, tanpa bergantung sepenuhnya pada bantuan dari pihak eksternal. Ini juga berarti bahwa desa memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin muncul dalam proses pengembangan desa wisata.
Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis komunitas adalah konsep yang sangat relevan dalam konteks pengembangan Desa Kidupen sebagai desa wisata. CBT menekankan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam semua aspek pariwisata, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pengelolaan. Dengan pendekatan ini, masyarakat desa tidak hanya menjadi objek pariwisata, tetapi juga subjek yang memiliki kontrol penuh atas kegiatan wisata di wilayah mereka. CBT juga memastikan bahwa manfaat ekonomi dari pariwisata dinikmati oleh masyarakat lokal, sehingga mengurangi risiko terjadinya eksploitasi oleh pihak luar.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Desa Kidupen, CBT bisa menjadi kerangka kerja yang sangat efektif untuk mengembangkan potensi desa sebagai destinasi wisata. Dengan partisipasi aktif masyarakat, Desa Kidupen dapat mengelola sumber daya alam dan budaya mereka secara berkelanjutan. Selain itu, CBT juga memungkinkan masyarakat untuk mempertahankan kendali atas aset-aset lokal mereka, memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak merusak lingkungan atau budaya lokal. Pendekatan ini juga bisa menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan Desa Kidupen ke wisatawan yang mencari pengalaman otentik dan berkelanjutan.
Desa Kidupen sudah memiliki beberapa modal penting untuk menjalankan konsep CBT dan menjadi desa wisata yang sukses. Salah satu aset terbesar desa ini adalah Sungai Namo Karang, yang sudah menjadi tempat wisata primadona bagi masyarakat Kabupaten Karo. Sungai ini tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang indah, tetapi juga menjadi tempat favorit untuk kegiatan memancing ikan. Selain itu, masyarakat Desa Kidupen menjalankan adat istiadat dengan sangat ketat, sebuah elemen budaya yang sangat menarik bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman budaya yang autentik. Selain wisata alam dan budaya, Desa Kidupen juga memiliki potensi agrowisata, di mana wisatawan bisa melihat langsung proses bercocok tanam yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Sungai Namo Karang di Desa Kidupen (Sumber: Hasbi Assiddiqi)
Keberadaan Sungai Namo Karang sebagai destinasi wisata alam, dipadukan dengan kekayaan budaya lokal dan aktivitas agraris yang masih dilestarikan, menjadikan Desa Kidupen memiliki paket lengkap sebagai desa wisata. Wisatawan yang berkunjung ke Desa Kidupen dapat merasakan pengalaman yang beragam, mulai dari menikmati keindahan alam, mempelajari dan berpartisipasi dalam adat istiadat lokal, hingga melihat langsung bagaimana masyarakat desa bercocok tanam. Ketiga unsur ini bisa dijadikan modal utama untuk mempromosikan Desa Kidupen sebagai destinasi wisata yang unik dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, Desa Kidupen menyelenggarakan perhelatan budaya yang khas, yaitu Gendang Guro-Guro Aron, di mana masyarakat lokal menari dan merayakan adat selama tiga hari tiga malam. Acara ini menjadi daya tarik budaya yang kuat dan bisa menjadi aset berharga dalam pengembangan Desa Kidupen sebagai desa wisata. Gendang Guro-Guro Aron tidak hanya memperkuat identitas budaya desa, tetapi juga menarik minat wisatawan yang ingin merasakan pengalaman unik dan autentik. Dengan mempromosikan acara tahunan ini sebagai bagian dari agenda wisata, Desa Kidupen bisa memperluas jangkauan pariwisata dan menambah nilai jual sebagai destinasi wisata berbasis komunitas.
Namun, pengembangan Desa Kidupen sebagai desa wisata tentu tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah ketersediaan air bersih yang menjadi masalah di banyak desa di Indonesia. Ketersediaan air bersih yang memadai sangat penting untuk mendukung aktivitas pariwisata, terutama jika desa tersebut diharapkan bisa menarik kunjungan wisatawan dalam jumlah besar. Selain itu, sulitnya integrasi masyarakat juga bisa menjadi hambatan dalam pengembangan desa wisata. Pendekatan CBT membutuhkan kerjasama dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat desa, namun sering kali sulit untuk menyatukan visi dan misi masyarakat yang beragam. Tantangan ini harus dihadapi dengan pendekatan yang inklusif dan partisipatif, memastikan bahwa semua elemen masyarakat dilibatkan dalam proses pengembangan desa wisata.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya adalah infrastruktur yang belum memadai. Untuk menarik wisatawan, Desa Kidupen membutuhkan akses jalan yang baik, fasilitas akomodasi yang layak, dan sarana prasarana penunjang lainnya. Tanpa infrastruktur yang memadai, sulit bagi desa ini untuk bersaing dengan destinasi wisata lain yang lebih berkembang. Selain itu, pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat desa juga sangat penting untuk memastikan bahwa mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola desa wisata secara profesional. Ini termasuk pelatihan dalam bidang hospitality, pemasaran, dan pengelolaan usaha pariwisata.
Sebagai kesimpulan, Desa Kidupen memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi desa wisata berbasis komunitas. Dengan modal yang sudah dimiliki, seperti Sungai Namo Karang, kekayaan budaya, dan aktivitas agraris yang dilestarikan, Desa Kidupen bisa menjadi destinasi wisata yang unik dan menarik. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, desa perlu mengatasi berbagai tantangan, seperti ketersediaan air bersih, integrasi masyarakat, dan infrastruktur. Dengan pendekatan yang tepat, terutama melalui Community Based Tourism, Desa Kidupen bisa mencapai kemandirian yang berkelanjutan dan menjadi contoh sukses pengembangan desa wisata di Indonesia.
ADVERTISEMENT