Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Toxic Parenting: Pengetahuan Penting Sebelum Menjadi Ayah
13 Agustus 2024 15:57 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Jonson Handrian Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang ayah adalah salah satu peran yang paling berarti dalam hidup seseorang. Namun, tak jarang, peran ini datang dengan tantangan yang besar. Salah satu tantangan terbesar yang sering dihadapi adalah bagaimana menghindari sikap dan perilaku yang disebut sebagai toxic parenting. Istilah ini merujuk pada pola asuh yang berbahaya bagi perkembangan mental dan emosional anak.
ADVERTISEMENT
Dalam essay ini, kita akan membahas apa itu toxic parenting, dampaknya terhadap anak, faktor-faktor penyebabnya, dan bagaimana calon ayah dapat menghindarinya untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak.
Toxic parenting dapat didefinisikan sebagai pola pengasuhan yang tidak sehat dan merusak hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua yang menerapkan toxic parenting sering kali menggunakan cara-cara manipulatif, mengontrol, atau bahkan menyakiti emosional anak mereka. Karakteristik umum dari toxic parenting termasuk kritikan yang berlebihan, pengabaian, atau bahkan kekerasan verbal dan fisik.
Perilaku toxic tidak selalu terlihat secara langsung. Beberapa orang tua mungkin berpikir bahwa mereka sedang disiplin ketika sebenarnya mereka hanya memperburuk keadaan. Misalnya, memberi kritik yang keras dan tidak konstruktif terhadap prestasi anak dapat membuat anak merasa tidak berharga. Sebaliknya, disiplin yang sehat melibatkan komunikasi yang terbuka dan pengertian antara orang tua dan anak, di mana anak diajarkan untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka tanpa merasa dihukum atau dipermalukan.
ADVERTISEMENT
Dampak dari toxic parenting sangat serius dan dapat berlangsung hingga dewasa. Salah satu efek paling umum adalah penurunan kepercayaan diri anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kritik dan tekanan akan merasa tidak pernah cukup baik, yang dapat berujung pada masalah emosional seperti kecemasan dan depresi. Mereka mungkin merasa bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan dengan benar, dan hal ini dapat menghambat perkembangan mereka baik dalam hubungan sosial maupun akademis.
Selain dampak emosional, anak yang mengalami toxic parenting juga cenderung menunjukkan masalah perilaku. Mereka bisa menjadi agresif, menentang aturan, atau justru menarik diri dari interaksi sosial. Tidak jarang, anak yang mengalami toxic parenting cenderung mengulangi pola yang sama ketika mereka menjadi orang tua. Hal ini menciptakan siklus yang berbahaya di mana toxic parenting terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan orang tua terjebak dalam pola pengasuhan yang toxic. Salah satunya adalah latar belakang keluarga. Banyak orang tua yang meniru pola asuh yang mereka terima saat kecil, tanpa menyadari bahwa cara tersebut tidak baik untuk anak mereka. Jika mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kekerasan atau kritik, mereka cenderung melakukan hal yang sama kepada anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, stres dan tekanan hidup juga berkontribusi pada toxic parenting. Dalam masyarakat yang serba cepat dan kompetitif, banyak orang tua merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang tinggi, baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Ketika orang tua merasa tertekan, mereka mungkin mengambil jalan pintas dengan menjadi otoriter atau tidak peka terhadap kebutuhan emosional anak.
Kurangnya pengetahuan tentang pengasuhan yang sehat juga menjadi faktor penting. Banyak orang tua tidak mendapatkan pendidikan yang memadai mengenai cara mendidik anak dengan baik. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa pendekatan mereka dapat memiliki dampak jangka panjang pada perkembangan anak.
Menyadari bahwa pola asuh yang toxic dapat merugikan adalah langkah pertama untuk menghindarinya. Kesadaran diri dan refleksi adalah kunci. Calon ayah harus bersedia untuk merenungkan pengalaman masa lalu mereka dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi cara mereka mendidik anak. Ini termasuk mengenali pola-pola negatif yang mungkin mereka bawa dari rumah.
ADVERTISEMENT
Membangun komunikasi yang sehat dengan anak adalah langkah penting selanjutnya. Anak-anak perlu merasa didengar dan dihargai. Memberi mereka ruang untuk mengekspresikan perasaan dan pendapat mereka dapat membantu mengurangi rasa ketidakberdayaan yang sering muncul akibat toxic parenting. Alih-alih memberikan kritik yang keras, cobalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif dan membangun.
Mencari dukungan dan sumber daya juga sangat penting. Banyak buku dan seminar tersedia tentang pengasuhan yang sehat, yang dapat memberikan wawasan dan teknik baru bagi calon ayah. Selain itu, konseling atau terapi keluarga bisa menjadi pilihan untuk memahami dan mengatasi pola perilaku yang mungkin sulit diubah.
Seorang ayah memiliki peran yang krusial dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Dengan menciptakan lingkungan yang positif, ayah dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan mampu mengatasi tantangan hidup. Mengembangkan hubungan yang positif dengan anak melibatkan lebih dari sekadar memberi arahan; ini juga tentang berbagi pengalaman, mendengarkan, dan bersenang-senang bersama.
ADVERTISEMENT
Ajarkan anak nilai-nilai dan keterampilan hidup yang penting. Sebagai contoh, ajarkan mereka tentang pentingnya menghargai orang lain, bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan bagaimana berempati terhadap orang lain. Dengan menjadi teladan yang baik, seorang ayah dapat menunjukkan kepada anak bagaimana cara berinteraksi dengan dunia dengan cara yang positif.
Toxic parenting adalah suatu bentuk pengasuhan yang dapat memiliki dampak jangka panjang yang merugikan bagi anak. Sebagai calon ayah, sangat penting untuk memahami konsekuensi dari perilaku ini dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak. Dengan mengenali dan menghindari pola asuh yang toxic, serta membangun komunikasi yang terbuka dan positif, seorang ayah dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
Dengan pengetahuan dan kesadaran yang tepat, kita dapat memutus siklus toxic parenting dan menciptakan generasi mendatang yang lebih sehat secara emosional dan sosial. Mari kita menjadi ayah yang lebih baik, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk masa depan anak-anak kita.