Konten dari Pengguna

Perkawinan Dini Di Indonesia Menurut Perspektif Hukum Perkawinan

M HISYAM ATHOILLAH
MAHASISWA UIN JAKARTA FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM/ HUKUM KELUARGA
29 Oktober 2024 21:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M HISYAM ATHOILLAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perkawinan Dini , Foto oleh Git Stephen Gitau: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-cincin-emas-1670723/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perkawinan Dini , Foto oleh Git Stephen Gitau: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-cincin-emas-1670723/
ADVERTISEMENT
Perkawinan dini merupakan kegiatan perkawinan dini yang dilakukan oleh kedua insan yang berumur dibawah tahun,artinya umur mereka dibawah standar umur yaitu ditetapkan undang-undang. Pernikahan seorang perempuan pada umur 13-14 tahun sedangkan laki-laki pada umur 17-18 tahun merupakan hal biasa bagi orang-orang yang hidup di atas 20 tahun atau sebelumnya. Namun masyarakat saat ini mengangapnya sebuah keanehan.
ADVERTISEMENT
Fathur Rahman Alfa pada tahun 2019, mengkaji permasalahan penyelesaian sengketa pernikahan dini dilihat dari sudut pandang sosiologis hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebagian besar perempuan yaitu melakukan pernikahan dini mengungkapkan bahwa sebagian besar perempuan yang melakukan pernikahan dini disebabkan oleh faktor ekonomi, sekitar 44% perempuan yang menikah dini mengalami KDRT dalam frekuensi cukup tinggi dan 56% lainnya.
Dalam agama islam menjelaskan tentang baligh kedewasaan dengan beberapa tanda, pertama anak perempuan sudah 9 tahun atau lebih dan telah mengalami haid (mens), kedua laki-laki atau perempuan telah berumur 9 tahun dan telah mengalami mimpi basah dan ketiga laki-laki atau perempuan yang telah mencapai 15 tahun tapi syarat haidh dan mimpi basah.
Jadi kedewasaan dalam islam rentang usia 9 tahun hingga 15 tahun sehingga penetapan batas usia nikah 16 tahun bagi wanita sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai islam.
ADVERTISEMENT
Menurut Matakin (Konghucu) batas usia perkawinan bisa dilakukan saat dewasa, menurut matakin kedewasaan bukan ditentukan oleh akil baligh tapi dengan proses upacara ketika wanita memasuki umur 15 tahun dan laki-laki umur 20 tahun.
Menurut pandangan Hindu, perkawinan dapat dilakukan setelah mencapai usia dewasa yang dimana usia dan ciri-ciri akil baligh bagi laki-laki atau perempuan itu hanya menunjukkan mereka mencapai usia remaja atau dewasa secara fisik dan dianggap belum dewasa. Ketua PHDI merujuk kitab Niti Sastra Kakawin dan kitab canakya niti dapat dipahami seseorang dianggap dewasa adalah setelah berumur lebih dari 16 tahun atau dimulai antara usia 16 sampai 20 tahun, maka dari itu mereka menyarankan frasa 16 tahun diganti menjadi 18 tahun dan laki-laki menjadi 21 tahun ataupun tetap menjadi 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut UU no 16 tahun 16 tahun 2019 tentang perkawinan batas umur perkawinan antara wanita dan pria bisa dilakukan ketika berumur diatas 19 tahun batasan umur ini berubah karena didalam bagian menimbang UU ni 16 tahun 2019 yang menyebutkan perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak dan juga berdasarkan putusan MK 22 PUU - XU /2017.
Dalam putusan MK nomor 22/PUU - XU/ 2017 tentang pemohon yang dinikahkan saat kecil dan beberapa kronologi didalam hukum islam pun tidak membahas secara eksplisit tentang batas usia perkawinan, atau batas minimal diperbolehkan nikah dibawah usia baligh atau lain sebagainya karena tidak ada dalil yang menjelaskan secara ekplisit.
ADVERTISEMENT
Perma No 5 tahun 2019 tentang pendoman dispensasi nikah merupakan respon dari maraknya pengajuan dispensasi nikah dan untuk hal ini dalam dispensasi anak yang bersangkutan harus hadir dipersidangkan dan saat ditanya orang tua keluar dari persidangan dan hakim tunggal menyanyakan dan memberitahu terkait dampak dan hal apa yang akan didapati dari pekawinan dini.
Adapun yang menjadi dalil sumber rujukan diperbolehkannya menikah dibawah usia baligh yaitu pengalaman Rasulullah saw yang menikahi Aisyan r.a yang masih belia . Beberapa dalil para ulama berkesimpulan bahwa tidak ada penentuan batas usia perkawinan dalam hukum syara' yang artinya baligh bukan syarat sah pernikahan, maka pernikahan yang dilakukan dibawah hukum baligh diperbolehkan.
Akan tetapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa usia baligh syarat sahnya perkawinan maka perkawinan yang dilakukan oleh anak dibawah umur baligh itu batal. ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya Usman Al-Basti dan Abu Bakar Al-Asham mereka berdasarkan Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 6 yang menurut mereka penyataan ayat " hingga sampai masa menikah" mengisyaratkan bahwa setiap orang yang hendak nikah harus terlebih dahulu mencapai kematangan yang merupakan masa akhir dalam ke anak-anakan.
ADVERTISEMENT
Perma No 5 tahun 2019 tentang pedoman dispensasi nikah merupakan respon dari maraknya pengajuan dispensasi nikah dan untuk hal ini dalam dispensasi anak yang bersangkutan harus hadir di persidangan dan saat ditanya orang tua keluar dari persidangan dan hakim tunggal menanyakan dan memberitahu terkait dampak dan hal apa yang akan didapati dari perkawinan dini.
Adapun alasan pertimbangan hakim/ legal reasoning. adapun alasan mendesak yang disajikan dasar oleh hakim dalam memberikan penetapan disebabkan beberapa alasan yang diajukan oleh pemohon yaitu: (1) Hamil diluar nikah, (2) melakukan hubungan layaknya suami istri,(3) ditangkap oleh warga karena berdua-duaan, (4) usia putus sekolah yang masih tinggi)
Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi perkawinan yaitu : (1) kedudukan hukum pemohon yang harus diajukan oleh orang tua atau walinya,(2) ada atau tidaknya hubungan yang mengharamkan perkawinan, (3) adanya pendapatan ekonomi yang memadai. (4) marsalah mursalah yang sifatnya duniawi dan esensial
ADVERTISEMENT
Adapun kaidah Ushul Fiqh yang sering dipakai oleh Majelis Hakim dalam menimbang putusan permohonan dispensasi perkawinan yaitu " dar'u al mafasid muqoddamun ala jalbi al mashalih"
Penyebab dan faktor-faktor yang mendorong perkawinan dini dalam beberapa aspek dan tinjauan hukum yaitu : (1) faktor ekonomi, (2) faktor pendidikan,(3) faktor media informasi, ( 4) faktor agama dan (5) faktor budaya.
Dampak sosial perkawinan dini yakni diantaranya:
a) Rentannya KDRT ( dalam perkawinan dini)
(b) Mudahnya terjadinya perceraian
(c) Dampak perkawinan dini bisa mempengaruhi politas rumah tangga dan menimbulkan performa yang buruk dalam segi psikologi, reproduksi, dan ekonomi keluargaa.