Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Setya novanto
30 Mei 2018 11:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari M Misbah Q tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang keterkaitan dengan peraturan yang ada di Indonesia, bahwa banyak dari beberapa kalangan tidak setuju dengan adanya peraturan yang hanya berat sebelah jika direalisasikan. Lantas bagaimana jika peraturan yang seharusnya dianggap penting kemudian hanya dianggap sebagai karya tulisan ilmiah dari Negara? Mungkin para pejuang yang telah gugur akan kecewa dengan adanya hal tersebut. Banyak terjadi kasus-kasus di Negara ini rampung dengan keadaan yang tidak seimbang bagi beberapa pihak, kemudian masalah yang sama pun sering terjadi. Oleh karenanya kebijakan dan keadilan dalam aturan-aturan Negara sering diabaikan demi keselamatan terhadap masalah-masalah yang ada. Seperti hanya contoh korupsi yang baru-baru saja terjadi, yaitu kasus korupsi setya novanto. Sengkarut kasus proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (E-KTP) dengan tersangka Setya Novanto terbilang cukup panjang. Setya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi E-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017. Namun status tersangka atas dirinya tidak berlangsung lama.
ADVERTISEMENT
Pada 29 September 2017, status tersangka itu dibatalkan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar. Setya Novanto memenangkan sidang praperadilan dan putusan hakim menyatakan status tersangka atas dirinya tidak sah. Tidak selesai di sana, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara E-KTPedalam proses penyelidikan ini hingga akhirnya menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP pada 10 November 2017. Setya pun kembali menggugat keabsahan status tersangka atas dirinya untuk kali kedua. Pada Rabu, 13 Desember 2017, sidang putusan praperadilan Setya akan digelar. Sidang itu berpacu dengan sidang perdana pokok perkara Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga akan digelar di hari yang sama. Ketika hakim mengetok palu memulai sidang perdana pokok perkara Setya, otomatis sidang praperadilan pun gugur. Berikut perjalanan kasus Setya Novanto: 17 Juli 2017 KPK mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan E- KTP.
ADVERTISEMENT
Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat Setya menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek E-KTP senilai Rp 5,9 triliun agar disetujui anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek E-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun. 18 Juli 2017 Setya Novanto menggelar jumpa pers menanggapi penetapannya sebagai tersangka. Setya mengaku akan mengikuti proses hukum yang berjalan. Namun ia menolak mundur dari Ketua DPR ataupun Ketua Umum Partai Golkar. 22 Juli 2017 Setya Novanto hadir dalam satu acara dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam sidang terbuka disertasi politikus Partai Golkar Adies Kadir di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya. Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia meyakini kesempatan ini digunakan Setya Novanto untuk melobi Hatta Ali untuk menenangkannya di praperadilan. Namun, Hatta menegaskan kehadirannya murni sebagai penguji. Golkar memecat Doli Kurnia atas tudingannya ini.
ADVERTISEMENT
4 September 2017 Setelah lebih dari sebulan berstatus tersangka, Setya Novanto resmi mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jakarta Selatan. Setya meminta penetapan statusnya sebagai tersangka oleh KPK dibatalkan. 11 September 2017 KPK memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, Setya tidak hadir dengan alasan sakit. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham bersama tim kuasa hukum Setya mengantarkan surat dari dokter ke KPK. Menurut Idrus, Novanto saat itu masih menjalani perawatan di RS Siloam, Semanggi, Jakarta. Hasil pemeriksaan medis, gula darah Setya naik setelah melakukan olahraga pada Ahad, 10 September 2017. 12 September 2017 Setya Novanto mengirimkan surat ke KPK melalui Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Setya meminta KPK menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan keluar. Surat itu sempat menuai protes karena dikirim menggunakan kop DPR. Namun, KPK menilai proses praperadilan adalah hal yang terpisah dari proses penyidikan. Karena itu, KPK tetap akan menjadwalkan pemeriksaan Setya Novanto sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
18 September 2017 KPK kembali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, lagi-lagi Setya tidak hadir karena sakit, bahkan hingga menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur. 22 September 2017 Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan KPK dalam praperadilan Setya Novanto. KPK menganggap keberatan Setya soal status penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Setya sebaiknya mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan praperadilan. Namun, Hakim Cepi tak sependapat dengan Setiadi. Menurut dia, status penyidik dan penyelidik KPK yang dipersoalkan pihak Setya bukan merupakan sengketa kepegawaian tata usaha negara. 25 September 2017 Partai Golkar menggelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan agar Setya Novanto non-aktif dari posisi Ketua Umum Golkar. Internal Partai Golkar mulai bergejolak dengan kondisi Setya yang berstatus tersangka KPK dan tengah sakit.
ADVERTISEMENT
26 September 2017 Sidang praperadilan Setya Novanto kembali berlanjut. Pihak Setya mengajukan bukti tambahan berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terhadap KPK pada tahun 2016. LHP itu terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK keberatan dengan bukti itu karena didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR. 27 September 2017 Hakim Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman di persidangan. Padahal, KPK yakin rekaman tersebut bisa menunjukkan bukti kuat mengenai keterlibatan Setya Novanto dalam proyek E-KTP. 29 September 2017 Setelah menjalani serangkaian sidang, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan Setya. Penetapan Setya sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya. Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan. Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Setya Novanto. Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan.
ADVERTISEMENT
5 Oktober 2017 KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara E-KTP, dalam proses penyelidikan KPK meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti relevan. Dalam proses penyelidikan, Setya Novanto dua kali tidak hadir untuk dimintai keterangan, yakni pada 13 dan 18 Oktober 2017 dengan alasan sedang ada tugas kedinasan. 31 Oktober 2017 KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka Setya Novanto. Di perkara ini, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3 November 2017 KPK mengantarkan surat perintah dimulainya penyidikan ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya 13, Melawai, Kebayoran Baru.
ADVERTISEMENT
10 November 2017 KPK kembali menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka E-KTP. Pengumuman penetapan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK di kawasan Kuningan Jakarta. Sebagai pemenuhan hal tersangka, KPK mengantarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada yang bersangkutan ke kediaman Setya. 15 November 2017 KPK menjemput paksa Setya Novanto karena sudah tiga kali mangkir saat dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. Enam pegawai KPK menyambangi Setya Novanto di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15 November 2017. Para penyidik menggeledah rumah Setya hingga dinihari. Namun Setya tidak ada di rumah dan tidak diketahui keberadaannya hingga ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO). 16 November 2017 Setya Novanto dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang dia tumpangi mengalami kecelakaan tunggal di daerah Permata Hijau, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita lihat bahwa konstitusi di Indonesia berusaha semaksimal mungkin untuk tetap konsisten terhadap tahapan perjalanan penegakan sebuah keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. perlu kita ketahui bahwa konstitusi sendiri memilik definisi agar kita sebagai masyarakat Indonesia tahu bahwa konstitusi itu penting sebagai salah satu alat pemersatu bangsa. istilah sebenarnya dialih bahasakan dari Constitution atau Verfassung yakni hukim dasar yang dibedakan dengan Undang-undang Dasar atau Groundgesetz. secara subtansi, sebetulnya konstitusi berbeda dengan undang-undang dasar. Undang-undamg Dasar hanyalah sebagai dari hukum dasar yang tertulis. Disamping itu masih ada hukum dasar yang tidak tertulis yakni aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis yang disebut konvensi. Dengan demikian konstitusi dapat diklasifikasikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. konstitusi dalam arti luas adalah konstitusi yang tertulis dan konstitusi yang tidak tertulis. sementara konstitusi dalam arti sempit yaitu konstitusi tertulis yakni undang-undang dasar.
ADVERTISEMENT