Masa Depan Suram untuk Sang Buah Hati: Balita yang Terlewat dari Imunisasi

M Mubdi Aditya Haidarr
Mahasiswa UIN syarif hidayatullah jakarta
Konten dari Pengguna
19 Desember 2023 16:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Mubdi Aditya Haidarr tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
immunization.  Foto: unsplash
zoom-in-whitePerbesar
immunization. Foto: unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat paling cost-effective untuk mencegah penyakit menular (WHO, 2022). Melalui vaksinasi rutin, diperkirakan 2-3 juta kematian balita akibat difteri, tetanus, pertusis dan campak dapat dicegah setiap tahunnya di dunia (UNICEF, 2022). Sayangnya, capaian cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi di Indonesia baru mencapai 58% pada tahun 2021 (Kemenkes RI, 2022). Angka ini masih jauh dari ambang minimal 90% yang ditetapkan WHO. Kondisi ini sangat riskan dan berpotensi memicu wabah penyakit menular pada balita. Masa depan suram tentu menanti para orang tua jika membiarkan buah hatinya melewatkan imunisasi penting ini.
ADVERTISEMENT

Faktor Penghambat Imunisasi

Beberapa kendala utama yang menghambat capaian cakupan imunisasi balita di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat terkait urgensi dan manfaat vaksinasi, sulitnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat marginal, kelangkaan pasokan vaksin di sejumlah daerah, serta maraknya hoaks yang menimbulkan keraguan akan keamanan vaksin (Prasetyoputra & Jahari, 2021).
Misalnya, hasil riset menunjukkan 28,7% ibu balita di Indonesia tidak mengetahui jenis dan jadwal imunisasi yang seharusnya diterima oleh sang buah hati (UNICEF, 2021). Selain itu, hampir setengah balita tinggal jauh dari pos pelayanan kesehatan seperti posyandu dan puskesmas yang menyediakan layanan imunisasi rutin (Kemenkes RI, 2019). Adapun menurut laporan Save the Children (2021), setidaknya 9 jenis vaksin wajib bagi bayi dan balita masih sering mengalami kelangkaan stok (stock out) secara berkala di sejumlah wilayah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, survei yang dilakukan MAFINDO (2021) menemukan 17,3% responden mengaku ragu atau bahkan menolak imunisasi karena pengaruh informasi keliru dan hoaks vaksin di media sosial. Misalnya saja hoaks yang menyebutkan vaksin mengandung babi atau microchip. Stigma dan hoaks semacam ini sudah lazim ditemui, namun tetap berpotensi menurunkan kepercayaan sebagian masyarakat terhadap manfaat program imunisasi.

Dampak yang Ditimbulkan

injection. Foto: unsplash
Kondisi rendahnya cakupan imunisasi ini berisiko membuat balita sangat rentan terkena infeksi oleh beragam patogen penyebab penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B, polio, Hib, campak, dan pneumokokus (UNICEF, 2022). Data menyebutkan, diperkirakan sekitar 1,5 juta kematian balita tiap tahun di dunia dapat dihindari melalui vaksinasi rutin terhadap 10 jenis penyakit ini (WHO, 2022).
ADVERTISEMENT
Selain itu, bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali dilanda wabah difteri, campak dan penyakit infeksi lain yang sebenarnya sudah mampu dicegah dengan imunisasi. Sejak 2018 misalnya, kejadian luar biasa (KLB) difteri telah mewabah dan menewaskan ratusan jiwa di sejumlah wilayah Indonesia (Kemenkes RI, 2018). Begitu pula KLB campak yang masih sporadis terjadi hingga kini.
Di sisi lain, beberapa capaian eliminasi penyakit infeksi pada balita yang sudah dicapai Indonesia berisiko gagal dipertahankan, sehingga penyakit mematikan seperti campak, polio, difteri dan neonatal tetanus dapat kembali merebak di tengah masyarakat (Riris et al., 2021). Kondisi ini jelas sangat merugikan dan mengancam masa depan sang buah hati.

Penanganan yang Diperlukan

injection. Foto: unsplash
Untuk mengurai persoalan rendahnya cakupan imunisasi ini, pemerintah terus berupaya meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai urgensi imunisasi melalui berbagai platform media dan melibatkan segenap lapisan masyarakat (Kemenkes RI, 2017). Misalnya melalui kampanye imunisasi oleh tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan agama, serta memanfaatkan media cetak, elektronik, digital, pesan singkat hp dan media sosial.
ADVERTISEMENT
Selain itu, upaya terus dilakukan untuk optimalisasi rantai pasok dan distribusi vaksin ke daerah serta pengelolaan stok yang lebih baik agar ketersediaan vaksin esensial bagi bayi dan balita dapat dipastikan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan tanpa terjadi stock out atau kekurangan persediaan (Kemenkes RI, 2021). Pihak berwenang seperti Bio Farma dan dinkes daerah terus meningkatkan koordinasi dan pemantauan kondisi stok guna memastikan ketersediaan vaksin yang merata di seluruh wilayah.
Sedangkan bagi bayi dan balita yang sudah tertinggal jadwal imunisasinya, tenaga kesehatan diwajibkan segera melakukan vaksinasi susulan atau penyediaan dosis tambahan guna melengkapi status kekebalan sang anak (Permenkes RI No.12 Thn 2017). Dalam hal ini, peran aktif kader kesehatan dan bidan sangat dibutuhkan untuk melacak dan memastikan tidak ada balita di wilayahnya yang ketinggalan imunisasi.
ADVERTISEMENT
Terakhir, langkah pencegahan juga terus digalakkan dengan memberikan informasi yang jelas dan berimbang terkait profil keamanan serta manfaat vaksin, sembari secara tegas juga membantah berbagai hoaks yang beredar agar tidak menimbulkan keraguan yang berlebihan di masyarakat (BNPB, 2021). Dengan beragam upaya ini diharapkan, cakupan imunisasi dasar lengkap pada balita Indonesia dapat kembali meningkat hingga ke angka minimal 90%.
injection. Foto: unsplash
Pada kesimpulannya, imunisasi sesungguhnya vital bagi upaya melindungi balita dari risiko terinfeksi dan kematian akibat sejumlah penyakit menular berbahaya yang masih merebak di populasi. Manakala akses dan cakupan imunisasi terganggu, maka bayi dan balita menjadi sangat rentan dan berisiko tinggi menderita bahkan kehilangan nyawa akibat penyakit-penyakit ini. Masa depan suram tentu menanti apabila kondisi ini dibiarkan berlarut.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kerja keras dan sinergi yang erat antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan guna memastikan capaian cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi dan balita Indonesia dapat kembali optimal di kisaran 95%. Dengan demikian, para orang tua tidak perlu lagi cemas dan resah memikirkan risiko morbiditas maupun mortalitas akibat penyakit infeksi mematikan yang sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi. Sebaliknya, mereka dapat menikmati pertumbuhan sang buah hati menuju masa depan yang lebih sehat dan cerah tanpa terus dibayang-bayangi ancaman wabah penyakit berbahaya yang merenggut jiwa.

DAFTAR BACAAN

BNPB. 2021. Hoaks Imunisasi Penyebab Kegagalan Eliminasi Penyakit. Jakarta: BNPB.
Kemenkes RI. 2017. Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ADVERTISEMENT
Kemenkes RI. 2019. Hasil Utama RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2021. Petunjuk Teknis Manajemen Vaksin. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2022. Cakupan Imunisasi Rutin di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
MAFINDO. 2021. Survei Nasional: Persepsi Masyarakat Terhadap Keamanan Imunisasi. Jakarta: MAFINDO.
Permenkes RI No.12 Thn 2017. Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Prasetyoputra, P., Jahari, A.B. 2021. Determinan Rendahnya Imunisasi Dasar Lengkap Bayi. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 6(1): 26-34.
Riris et al. 2021. Tantangan Eliminasi Penyakit Infeksi di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan 49(3): 169–180.
Save the Children. 2021. Laporan Tahunan Save the Children Indonesia. Jakarta: Save the Children.
UNICEF. 2021. Ringkasan Kajian Imunisasi di Indonesia. Jakarta: UNICEF.
ADVERTISEMENT
UNICEF. 2022. Immunization Overview. Diakses dari: www.unicef.org pada 10 Januari 2023.
WHO. 2022. Immunization Coverage. Diakses dari: www.who.int pada 10 Januari 2023.