Konten dari Pengguna

Memudarnya Marwah MK

M Nurul Fajri
Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas
25 Juli 2022 16:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Nurul Fajri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berdasarkan putusan uji materi UU 7/2020 tentang MK, Anwar Usman dinyatakan harus mundur sebagai Ketua MK. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Berdasarkan putusan uji materi UU 7/2020 tentang MK, Anwar Usman dinyatakan harus mundur sebagai Ketua MK. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi pada akhirnya memutus bahwa perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi yang sebelumnya 5 tahun menjadi 15 tahun konstitusional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Satu-satunya dalil permohonan yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dari empat perkara uji materiil dan uji formil UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) adalah perihal masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang tetap 2 tahun 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada dua hal yang menjadi pokok persoalan dalam uji materiil dan uji formil UU MK, yaitu persoalan masa jabatan hakim konstitusi – masa jabat ketua dan wakil ketua MK, dan juga persoalan proses pembentukan yang mengabaikan partisipasi publik. Di mana dari kedua persoalan ini dinilai akan menjadi tolak ukur tingkat kenegarawanan sembilan orang hakim konstitusi saat ini.
Berkaca pada dugaan sebelumnya, bahwa UU MK merupakan hadiah yang diberikan kepada MK untuk dalam tanda kutip mengamankan uji materiil dan uji formil UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara. Dugaan memang menguat setelah terhadap dua undang-undang tersebut, MK memberikan pertimbangan dengan argumentasi dan diktum yang menguntungkan pembentuk undang-undang.
Dengan begitu, banyak pihak juga telah menduga kalau MK kembali menolak uji formil dan uji materiil UU MK. Dugaan tersebut nyatanya memang terbukti. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, MK memang menolak uji formil dan uji materiil UU MK. Kecuali terhadap ketentuan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.
ADVERTISEMENT
Mengukur Tingkat Kenegarawanan
Lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika diskursus perubahan pertama UU MK terjadi, usulan perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi juga muncul ke permukaan. Walau kemudian ketentuan mengenai masa jabatan hakim konstitusi sama sekali tidak diubah.
Setidaknya pada saat itu terdapat dua alasan yang menjadi dasar kenapa usulan perubahan masa jabatan hakim konstitusi diperlukan, 1) agar masa jabatan hakim konstitusi beserta ketua dan wakil ketua tidak terjebak siklus pemilu lima tahunan; dan 2) ternyata kita tidak punya cukup banyak pilihan siapa yang layak dan memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi.
Memang pada rentang tahun 2008-2009, terjadi pergantian dan pengisian jabatan hakim konstitusi, karena berakhirnya masa jabatan hakim konstitusi generasi pertama dan ada juga hakim konstitusi yang memasuki usia pensiun. Pada saat itu isu pengisian jabatan hakim konstitusi memang amat sensitif. Sebab bertepatan dengan masa pemilu.
ADVERTISEMENT
Sejak itu pula kemudian, diskursus perihal bagaimana merumuskan kualifikasi seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan juga terjadi. Sebab tanpa disadari, tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap hakim konstitusi generasi pertama memunculkan kekhawatiran ketika hakim konstitusi generasi kedua masuk ke MK.
Adapun hakim konstitusi generasi kedua yang diusulkan Presiden dan DPR rata-rata merupakan individu yang memiliki latar belakang partai politik. Putusan yang dilahirkan pun mulai menipis jumlah halamannya karena pertimbangan yang singkat. Ditambah dengan MK turut mengambil alih perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung.
Syarat negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan untuk menjadi hakim konstitusi memang syarat yang tidak dapat diukur secara matematis. Sebab, hal tersebut merujuk pada keilmuan dan karakter. Sekalipun klausul “menguasai konstitusi dan ketatanegaraan” dapat diuji, akan tetapi klausul tersebut secara penuh terikat pada frasa “negarawan”. Frasa yang secara esensial bermakna sangat mulia, tetapi berada pada level yang abstrak.
ADVERTISEMENT
Tidak salah kemudian tingkat kenegarawanan diukur lewat rekam jejak yang berintegritas dan tidak tercela, serta bagaimana hakim konstitusi memutus perkara yang berkaitan dengan dirinya. Dan untuk itu juga dalam perkara uji materiil dan uji formil UU MK dapat dijadikan tolak ukur kualitas kenegarawanan hakim konstitusi saat ini.
Angka Negarawan
Sayangnya, tidak mungkin menilai kenegarawanan dari lamanya durasi atau keinginan menjabat di antara pilihan yang biner antara menjabat lima tahun dan lima belas tahun. Nyatanya dalam merumuskan norma, perihal penetapan angka terkait masa jabatan tidak pernah punya landasan filosofis yang kuat. Selain perihal durasi dan menjaga kepastian proses suksesi.
Dengan kata lain, masa jabatan hakim konstitusi yang saat ini menjabat menurut UU MK tidak layak dianggap sebagai persoalan norma. Akan tetapi adalah persoalan etika hakim konstitusi itu sendiri. Apakah akan menerima “hadiah” dari Pemerintah dan DPR, atau menghabiskan sisa yang ada. Sekalipun masih berminat untuk menjadi hakim konstitusi, idealnya dimulai dari nol kembali.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tidak juga telah menghabiskan masa jabatan dua kali lima tahun menurut ketentuan sebelumnya. Bahwa sekalipun ketentuan masa jabatan baru untuk hakim konstitusi berikutnya, hal tersebut tidak akan menyebabkan kelumpuhan MK. Sebab masa jabatan sembilan hakim konstitusi saat ini tidak habis secara bersamaan.
Kita semestinya tidak perlu khawatir perihal masa jabatan. Namun yang perlu dikhawatirkan justru seperti apa standar etika yang dianut oleh sembilan orang hakim konstitusi hari ini. Karena telah menerima “hadiah” masa jabatan lima belas tahun di atas argumentasi kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang dan pernyataan kesediaan dari diri sendiri.
Kesembilan hakim konstitusi seolah tidak memiliki moral reading terhadap watak pembentuk undang-undang dalam membentuk undang-undang beberapa waktu ke belakang. Keseringan berpegangan pada dalil open legal policy seakan hakim konstitusi meletakan standar moral reading mereka pada standar moral pembentuk undang-undang. Menjadi wajar apabila pendapat yang mengatakan kalau Mahkamah Konstitusi telah terkooptasi oleh kepentingan politik tertentu.
ADVERTISEMENT
Apa yang diputuskan oleh kesembilan hakim konstitusi dalam putusan uji formil dan uji materiil UU MK tersebut telah menampilkan ambisi masa jabatan dan kontestasi untuk jabatan ketua dan wakil ketua MK. Apakah hal yang seperti ini kualitas nengarawan?