In Memoriam Sabam Sirait: Mosaik Politik Indonesia

M Qodari
Direktur Eksekutif Indo Barometer, pengamat dan konsultan politik
Konten dari Pengguna
1 Oktober 2021 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Qodari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh M. Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, Jakarta
Sabam Sirait dalam acara bincang sejarah pemikiran Bung Karno di Museum Nasional. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
Mungkin ada yang heran membaca judul tulisan ini. Sabam Sirait, kok mosaik politik? Mosaik itu kan kepingan besar yang terdiri dari kumpulan kepingan-kepingan kecil yang berwarna warni. Sementara Sabam Sirait, bagi mayoritas kalangan yang mengenalnya, identik sepanjang hidupnya sebagai tokoh PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
ADVERTISEMENT
Pandangan itu tidak salah. Semenjak 1973, bahkan sampai wafatnya Pak Sabam adalah kader PDIP. Sabam Sirait malahan adalah sekretaris jenderal pertama PDI (Partai Demokrasi Indonesia), cikal bakal PDIP. Jadi Sabam ya PDIP, PDIP ya Sabam. Bahkan walau menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pak Sabam tetaplah anggota PDIP karena tidak ada larangan anggota partai menjadi calon anggota DPD RI.
Namun sosok Sabam ternyata tidak monolitik. Sabam adalah mosaik. Setidaknya ada dua mosaik. Pertama adalah mosaik pemikiran dan kedua, mosaik pergaulan. Ditulis dalam buku Meniti Demokrasi Indonesia (2006), sesungguhnya Sabam muda seseorang yang sangat tertarik dengan sosialisme dalam pengertian paham yang mementingkan keadilan sosial. Hal ini diperolehnya dari membaca Bertrand Russel, seorang filsuf dari Inggris. Juga pemikiran Amir Sjarifuddin, salah satu tokoh politik nasional saat itu yang dikaguminya, selain tokoh militer dan tokoh Kristen TB Simatupang.
ADVERTISEMENT
Yang menarik adalah meski menyukai pemikiran sosialis, Sabam muda tidak bergabung dengan organisasi pemuda yang berafiliasi n Partai Sosialis, melainkan dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan selanjutnya masuk dan menjadi sekretaris jenderal (sekjen) Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Perjalanan sejarah politik Indonesia membuat Sabam kemudian menjadi salah satu tokoh yang menggawangi pendirian Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berideologi nasionalis.
Mosaik kedua adalah soal pergaulan. Meski Batak dan Kristen, ternyata Pak Sabam tidak hanya berteman dan akrab dengan kalangan Batak, Kristen dan nasionalis. Siapa yang menduga kalau ada tokoh Islam yang terkenal sangat keras adalah sahabatnya: A. M. Fatwa! Fatwa bahkan menyatakan bahwa bahwa hubungan dirinya dengan Sabam: “Secara pribadi, sangatlah khusus, bahkan sudah bersifat emosional. Dalam beberapa momen penting kehidupan saya, dia hadir sebagai sahabat yang sangat membantu” (2006, h. 293). Mengapa demikian, karena ternyata ketika A.M.Fatwa dipenjara, Sabam Sirait lah orang yang sering membalas surat dari Fatwa dan membesuknya di penjara.
ADVERTISEMENT
Atau cerita Barlianta Harahap yang bersama-sama Sabam menjadi anggota DPR-GR di awal tahun 1970-an. Barlianta mewakili Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Sabam mewakili Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Barlianta mengatakan: “Yang juga menonjol dari Bung Sabam adalah kemampuan komunikasi yang bagus sekali. Secara horizontal—dengan kawan-kawan—maupun vertikal—dengan pejabat pemerintah atau pun bawahannya. Bertemu presiden sekalipun, dia rileks saja. Dalam berkomunikasi, ia juga tidak tersekat oleh faktor agama. Kepada siapapun yang berbeda agama atau ideologi, dia bisa berkomunikasi” (2006, h. 289-290)
Almarhum Pak Sabam Sirait telah meninggalkan kita semua tadi malam di usia 85 tahun. Perjalanan karier politik yang sangat panjang dan ikut menentukan arah Republik ada di tangan almarhum Pak Sabam. Mulai dari pendirian PDI (P) yang awalnya partai minoritas dan oposisi hingga kini menjadi partai terbesar dan berkuasa, masuknya Megawati Soekarnoputri dalam politik lalu dikuyo-kuyo Orde Baru sampai akhirnya menjadi Wakil Presiden RI dan kemudian Presiden RI, dari terpilihnya Joko Widodo sebagai Gubernur DKI dan kemudian Presiden Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Semua itu dapat terjadi berkat mosaik komunikasi Sabam Sirait yang bagus, egaliter, serta tanpa sekat agama dan ideologi. Selamat jalan Pak Sabam. Semoga Tuhan memberikan tempat terindah untuk jasa baikmu.