Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Membongkar Dinamika Kesenjangan Upah: Bias Gender dan Rasial
30 April 2025 21:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhamad Syafril Diya Ul Haq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di tengah kemajuan zaman dan tuntutan atas keadilan sosial, kesenjangan upah masih menjadi realitas yang membayangi dunia kerja, bahkan di negara-negara maju. Di Amerika Serikat, data dari Forbes Advisor tahun 2022 menunjukkan bahwa perempuan memperoleh 17% lebih rendah dari pria untuk pekerjaan yang setara. Ketika dikaitkan dengan ras, situasinya bahkan lebih mengkhawatirkan: perempuan kulit hitam dan Latin mendapat hingga 50% lebih rendah dibandingkan pria kulit putih.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang menyebabkan ketimpangan ini terus terjadi? Apakah ini murni soal kemampuan, atau ada faktor sistemik yang lebih dalam?
Di Balik Alasan Ekonomi: Apa yang Menentukan Nilai Upah?
Gregory Mankiw, dalam bukunya Principles of Economics, menjelaskan bahwa perbedaan upah bisa dijelaskan secara ekonomi melalui dua konsep utama: differensiasi upah (compensating differential) dan modal manusia (human capital).
Pertama, differensiasi upah adalah konsep bahwa pekerjaan yang berisiko tinggi atau kurang menyenangkan cenderung dibayar lebih mahal. Misalnya, pemadam kebakaran akan dibayar lebih tinggi dibandingkan pengantar paket karena tingkat bahaya dan tekanan kerja yang lebih tinggi. Perbedaan ini dianggap sebagai kompensasi atas ketidaknyamanan atau risiko dalam pekerjaan tersebut.
Kedua, human capital merujuk pada investasi yang dilakukan seseorang dalam pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Semakin besar investasi seseorang dalam keterampilannya, semakin tinggi pula potensi pendapatan yang bisa ia raih. Perusahaan bersedia membayar lebih kepada pekerja yang lebih terampil karena mereka dianggap lebih produktif.
ADVERTISEMENT
Namun, penjelasan ini tidak cukup. Bahkan ketika dua individu memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang setara, ketimpangan tetap terjadi. Studi dari Forth dan Theodoropoulos (2022) menunjukkan bahwa perempuan yang hanya 16% lebih tidak produktif dari laki-laki, justru dibayar 45% lebih rendah. Ini menandakan adanya bias yang melampaui faktor rasional ekonomi—yakni diskriminasi berbasis gender.
Rasisme dan Patriarki di Dunia Kerja
Faktor ras juga turut memperparah ketimpangan. Meski pria kulit hitam di Amerika memiliki gelar sarjana dalam proporsi yang tak jauh dari pria kulit putih (24% vs 34%), perbedaan upah tetap signifikan. Bahkan dengan tingkat pendidikan yang sama, pria kulit hitam masih mendapat gaji sekitar 1.500 dolar lebih rendah setiap tahunnya dibanding pria kulit putih (Investopedia, 2023).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, persoalan ini hadir dalam bentuk yang lebih subtil, namun tetap berdampak. Stigma seperti "perempuan tak perlu sekolah tinggi" atau "urusan rumah tangga lebih cocok untuk wanita" masih sering terdengar, bahkan di lingkungan yang modern. Akibatnya, banyak perempuan yang tidak diberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas diri dan berkompetisi secara adil di pasar kerja.
Kasus yang Menggugah: Sepak Bola Perempuan AS
Salah satu kasus paling terkenal yang menyoroti diskriminasi upah berbasis gender terjadi di dunia olahraga. Tim Nasional Sepak Bola Perempuan Amerika Serikat menggugat federasi sepak bola AS karena mendapat gaji lebih rendah dibanding tim pria, padahal mereka secara konsisten menghasilkan pendapatan dan prestasi yang jauh lebih tinggi. Gugatan ini bukan hanya soal nominal, tapi bentuk perlawanan terhadap sistem yang menilai kontribusi bukan dari hasil, melainkan dari jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
Menuju Kesetaraan yang Sesungguhnya
Kesenjangan upah bukan sekadar ketimpangan angka. Ia adalah manifestasi dari sistem sosial yang masih memandang rendah kelompok tertentu berdasarkan stereotip gender dan ras. Jika dibiarkan, ini tak hanya merugikan individu, tapi juga menghambat kemajuan kolektif dalam produktivitas dan pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu, langkah-langkah konkret harus dilakukan:
Keadilan upah adalah bagian dari keadilan sosial. Selama masih ada yang dibayar lebih rendah hanya karena ia perempuan atau berasal dari ras tertentu, maka perjuangan menuju dunia kerja yang setara belum selesai.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bureau for Employers' Activities. (2020, February 6). Understanding the gender pay gap. Www.ilo.org. https://www.ilo.org/actemp/publications/WCMS_735949/lang--en/index.htm
Das, A. (2019, March 8). U.S. Women’s Soccer Team Sues U.S. Soccer for Gender Discrimination
Forth, J., & Theodoropoulos, N. (2022). Earnings Discrimination in the Workplace. Handle.net. http://hdl.handle.net/10419/260374
Haan, K. (2024, March 1). Gender Pay Gap Statistics In 2024 (K. Reilly, Ed.). Forbes. https://www.forbes.com/advisor/business/gender-pay-gap-statistics/
Mankiw, N. G. (2021). Principles of Economics (9th ed.). Cengage Learning.
UN Women Indonesia. (2020). Infographic: Gender Pay Gaps in Indonesia. UN Women | Asia and the Pacific. https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/09/infographic-gender-pay-gaps-in-indonesia
Williams, W. (2020, August 28). Wage Gaps by Race. Investopedia. https://www.investopedia.com/wage-gaps-by-race-5073258