Ketika Takdir Memanggil

Muhammad Mabrur
Guru MA Al-Hidayah Majasem Ngawi dan Dosen STAI Magetan.
Konten dari Pengguna
31 Maret 2024 9:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Mabrur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto bersama dengan jama'ah MTYT. Foto: Muhammad Mabrur.
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama dengan jama'ah MTYT. Foto: Muhammad Mabrur.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pagi itu saya sedang mendaras juz 17 di kantor sekretariat PCINU Taiwan. Kantor ini memang menjadi tempat tinggal saya selama mendapat tugas dakwah di Taipei. Kurang lebih satu minggu, saya masih akan tinggal di kantor sekretariat sebelum melanjutkan tugas dakwah di pulau Penghu.
ADVERTISEMENT
“Bip … bip … bip….” Ponsel saya bergetar dan terlihat nama Mas Harun berkedip-kedip di layar. Mas Harun adalah koordinator LD PBNU di Taiwan.
“Ustadz, mohon nanti ke pelabuhan Shen’ao untuk mengimami salat gaib. Harap bersiap diri setelah salat magrib, nanti akan ada mobil yang menjemput,” kata Mas Harun.
Tanpa ba bi bu, saya langsung mengiyakan perintah dari mas Harun. “Baik, siap Mas.”
Setelah beberapa detik saya baru ingat kalaau nanti malam saya punya jadwal mengisi kajian di Majelis Ta’lim Yasin Taipei (MTYT). MTYT inilah yang dulunya melahirkan PCINU Taiwan. MTYT dibentuk oleh para pekerja migran Indonesia dengan kegiatan yasinan dan kajian keislaman.
Itu artinya jadwal saya mengisi kajian di MTYT bertabrakan dengan tugas ke pelabuhan Shen’ao. Dengan sigap saya segera mengetikkan beberapa kalimat ke nomor Mas Harun yang menjelaskan bahwa jadwal saya bertabrakan. Untunglah tanpa berpikir lama, Mas Harun memberi jalan tengah agar kajian di MTYT diajukan sore hari sebelum berbuka puasa. Selanjutnya saya bisa segera menuju pelabuhan Shen’ao.
ADVERTISEMENT
Saya berangkat ke MTYT dan mengisi kajian di sana selama kurang lebih satu jam dilanjutkan dengan santap takjil dan salat magrib berjama’ah. Tepat setelah salat magrib mobil yang menjemput saya untuk ke pelabuhan Shen’ao tiba. Saya dan rombongan bergegas meninggalkan MTYT.
Di tengah perjalanan kami sudah ditelpon oleh para Anak Buah Kapal (ABK) karena mereka berharap kami bisa sampai sebelum salat isya’. Karena perjalanan memang jauh dan memakan waktu sekitar satu jam, akhirnya kami tiba setelah salat isya’ dan tarawih di Shen’ao selesai.
Saya langsung menuju musala kecil dengan petunjuk dari salah satu ABK yang menyambut. Musala ini seperti gudang yang tidak terlalu luas tetapi menjadi tempat istirahat sekaligus salat para ABK di sini. Tanpa mengulur waktu saya segera mengambil posisi untuk mengimami salat gaib untuk seorang ABK yang tenggelam di laut, sebut saja Bang Abdul.
ADVERTISEMENT
Pasrah pada Takdir Kematian
Suasana pelabuhan Shen'ao pada malam hari. Foto: Muhammad Mabrur.
Usai mengimami salat gaib saya bertanya tentang kronologi kematian Bang Abdul. Perih, itulah yang saya rasakan waktu mendengar cerita yang disampaikan salah satu kawan ABK tentang Bang Abdul yang harus direlakan kepergiannya bahkan sebelum ia benar-benar mati.
Sore itu Bang Abdul melempar jaring ke laut berharap akan banyak ikan yang terperangkap ke dalam jaringnya. Malangnya, kaki bang Abdul tersangkut jaringnya sendiri hingga tercebur ke laut. Dengan sergap beberapa temannya berusaha menolong dengan menarik tali yang masih tersisa. Di saat itulah terjadi tarik menarik antara kawan-kawan Bang Abdul dan besi-besi berat pada jaring yang terus tenggelam ke laut.
“Krakkk” … begitulah kira-kira bunyi dari tulang Bang Abdul yang patah. Teman-teman ABK masih terus berusaha menarik tali karena tak ingin kehilangan sahabat mereka, sementara Bang Abdul memohon untuk dilepaskan sebab tubuhnya tak lagi mampu menahan. Ia merasa sangat kesakitan. Bang Abdul berkali-kali memohon hingga kawan-kawannya sadar bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukan selain melepaskan.
ADVERTISEMENT
Salah seorang ABK yang menceritakan kisah ini menyeka air matanya. Ia mengenang detik-detik pertarungan nyawa seorang manusia yang tak pernah ingin ia lihat dalam hidupnya.
“Saya menyaksikan Abdul itu orang baik. Dia suka membantu dan tak pernah mengecewakan kami,” ungkapnya mengakiri cerita ini.
Ketentuan Tuhan
Kematian adalah ketentuan Tuhan yang tak dapat dihindari oleh semua makhluk-Nya. Meski demikian, Tuhan telah mengingatkan hamba-Nya untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan memperbanyak amal kebaikan.
Dalam surat al Mulk ayat 2 disebutkan,” Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa, Maha pengampun."
Semoga Bang Abdul termasuk golongan orang yang telah mempersiapkan diri untuk kematiannya yang tiba-tiba. Semoga kerelaannya dalam memberikan bantuan dan tak pernah membuat kecewa hati para sahabatnya menjadi amal yang akan mengantarkan ia diterima di sisi Tuhan.
ADVERTISEMENT
Muhammad Mabrur, Da'i internasional LDNU di Taiwan.