Menjaga Kekebalan Tubuh dengan Tumbuhan Obat

MaCe Papua
Mari Cerita (MaCe) Papua adalah platform digital untuk menyebarkan nilai-nilai positif tentang hutan, budaya dan masyarakat di Tanah Papua.
Konten dari Pengguna
24 Juni 2020 10:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MaCe Papua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Daun Sampare, Pandan Anggur Papua, dan Buah Merah (Yayasan EcoNusa/Lisye Iriana Zebua)
Covid-19 masih menyebar secara masif. Selama belum ditemukan vaksin maupun obatnya, setiap orang mau tidak mau harus dapat menjaga kekebalan tubuh. Salah satunya dengan mengonsumsi berbagai macam asupan nutrisi agar virus tak mudah menyerang. Menjaga kekebalan tubuh dengan tumbuhan obat Papua dapat menjadi pilihan untuk membentengi diri, terutama bagi masyarakat adat Papua yang memiliki pola hidup komunal dan menjadi kelompok yang rentan tertular. Di Tanah Papua, setidaknya ada 15.000 jenis tumbuhan berpembuluh, yang diantaranya berpotensi memberi kekebalan tubuh dan meningkatkan stamina.
ADVERTISEMENT
Menurut Lisye Iriana Zebua, dosen pengajar Etnobotani, Jurusan Biologi, Universitas Cendrawasih, sistem imun atau kekebalan tubuh merupakan sistem pertahanan yang berperan dalam mengenal, menghancurkan benda-benda asing atau sel abnormal yang dapat merugikan tubuh. Untuk memperoleh pasokan sistem kekebalan tubuh yang kuat dan mampu melindungi dari infeksi virus atau bakteri, sel kekebalan harus dipersenjatai dengan asupan makanan bernutrisi lengkap. Vitamin A, B, C, D, dan E, mineral besi, selenium, zinc, polifenol, dan karotenoid merupakan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan sistem kekebalan tubuh untuk berperang melawan virus dan bakteri. Ternyata, dari 15.000 jenis tumbuhan di Tanah Papua itu, banyak yang memiliki kandungan zat-zat tersebut.
Pemanfaatan tumbuhan obat Papua sebagai pengobatan tradisional sendiri telah dilakukan oleh berbagai suku di Tanah Papua secara turun temurun sebagai bagian dari kearifan lokal. Misalnya, Suku Dani di Jayawijaya, Suku Mee di Distrik Kamuu, Dogiyai, masyarakat di Pulau Mansinam, Suku Kanum di Taman Nasional Wasur. Masyarakat Papua yakin bahwa alam yang mereka huni telah menyediakan obat-obatan untuk segala macam penyakit.
ADVERTISEMENT
Khasiat buah merah atau pandanus conoideus Lam telah dikenal luas untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti kanker dan diabetes. Masyarakat Papua menggunakannya untuk menjaga kesehatan mata, kulit dan fungsi neurologis. Selain buah merah, masih ada banyak jenis tumbuhan obat Papua yang bermanfaat bagi kesehatan. Berdasarkan Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang dilakukan Dinas Kesehatan 2017, ada 983 jenis tumbuhan di Papua yang diduga sebagai tumbuhan obat. Dari jumlah itu, 529 jenis telah teridentifikasi sebagai tumbuhan obat yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit.
Ervizal AM Zuhud, dosen pengajar Konservasi Biodiversitas Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan bahwa bahan pangan asal Papua yang mengandung vitamin C tinggi dapat dikonsumsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan membentengi diri dari serangan virus, termasuk virus corona. Tumbuhan asli Papua yang kaya vitamin C tersebut antara lain buah Taer (Anisoptera thurifera), Waribo atau kelapa hutan (Borassus heineanus), Piarawi (Haplolobus cf. monticola), Gayang (Inocarpus fagifer), Selre (Sararanga sinuosa), Woton (Sterculia shillinglawii), dan Matoa (Pometia pinnata).
ADVERTISEMENT
Lisye juga menjelaskan bahwa tumbuhan endemik Papua dari keluarga pandan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk dapat membangun kekebalan tubuh. Beberapa di antaranya adalah pandan buah merah (Pandanus conoideus Lam) yang kaya beta karoten (vitamin A) dan tokoferol (vitamin E). Pandan kelapa hutan (Pandanus jiulianettii Martelli) kaya vitamin E dan antioksidan. Pandan anggur papua (Sararanga sinuosa Hemsley) merupakan sumber provitamin A, vitamin C, vitamin B kompleks, mineral, serat pangan, dan asam organik seperti asam sitrat, asam malat, tartrat, oxalat, dan asam fumarat.
Selain itu, kandungan nutrisi dalam tumbuhan khas Papua, yaitu labu air papua (Lagenaria siceraria (Molina) Standley), daun sampare (Glocidion sp.), dan sarang semut (Myrmecodia sp.) juga dipercaya mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Labu air papua yang juga dikenal sebagai bahan pembuat koteka kaya akan vitamin A, B1, B2, B3, dan C, protein, kalsium, fosfor, natrium, kalium dan zat besi. Daun sampare kaya akan kandungan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan quinon yang masih satu keluarga dengan klorokuin. Tumbuhan obat ini merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Biak untuk mengobati malaria. Sarang semut mengandung multi-mineral, flavonoid, tanin, dan merupakan antibiotik alami.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Simon Sutarno, dosen pengajar Etnobiologi, Jurusan Biologi, Universitas Papua, ada beberapa jenis tumbuhan obat Papua yang diduga mampu mengatasi gejala-gejala Covid-19. Tumbuhan tersebut telah terbukti mengatasi berbagai gejala penyakit yang juga merupakan gejala Covid-19. Tumbuhan itu adalah:
Meski Tanah Papua memiliki kekayaan tumbuhan obat yang luar biasa, sayangnya hingga saat ini sebagian besar masih dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat. Pemerintah seharusnya dapat memberikan dukungan penelitian terhadap berbagai jenis tumbuhan obat Papua ini melalui universitas-universitas yang merupakan garda depan penelitian. Ervizal meyakini bahwa Indonesia dapat mengatasi pandemi ini tanpa harus bergantung pada obat dari negara lain. “Ini bukan hal mustahil. Etnobotani lokal harus diyakinkan dengan penelitian sehingga masyarakat yakin untuk menggunakannya,” kata Ervizal.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga diungkapkan oleh Lisye yang mengatakan bahwa tumbuhan obat Indonesia, terutama dari Tanah Papua sebenarnya punya potensi dan tidak kalah dengan obat-obatan produksi luar negeri. “Mengapa obat-obatan lokal ini tidak kita angkat untuk mengatasi pandemi Covid-19? Satu-satunya cara mengatasi pandemi saat ini adalah dengan meningkatkan serta menjaga kekebalan tubuh dan akan terbantu dengan mengonsumsi tumbuhan obat Papua,” kata Lisye optimis.
Penulis: Veronica Arnila Wulandani
Editor: Leo Wahyudi