Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sudah Saatnya Bali Jangan Andalkan Pariwisata
14 Agustus 2020 10:53 WIB
Tulisan dari I Made Wirangga Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Warga Bali sempat diberi kabar gembira oleh pemerintah perihal mulai adanya pembukaan secara perlahan pariwisata di Pulau Seribu Pura tersebut. Mulai dari pembukaan pariwisata domestik yang sudah dibuka sejak 31 Juli 2020 lalu, hingga rencana pembukaan pariwisata internasional pada awal september mendatang.
ADVERTISEMENT
Sontak wacana ini mendapatkan apresiasi dan raut kegembiraan dari lapisan masyarakat Bali di tengah berkembangnya pandemi Covid-19 ini yang sangat memiliki dampak yang signifikan bagi perekonomian mereka. Bagaimana tidak, semenjak awal munculnya Pandemik Covid-19 di Tiongkok pada akhir tahun lalu, pariwisata Bali mulai lesu. Jumlah kunjungan menurun, apalagi okupansi hotel. Dampaknya digadang-gadang melebihi dampak ekonomi akibat Bom Bali dan Letusan Gunung Agung. Tiongkok juga menjadi salah satu negara penyumbang turis yang berkunjung ke Bali.
Berdasarkan data dari BPS Bali dikutip dari Bisnis.com, jumlah penurunan kunjungan wisata ke Bali anjlok 88% dari tempo sebelumnya. Hal ini tentu menimbulkan dampak yang masif bagi perkembangan pariwisata Bali, terutama pendapatan daerah dan negara dari bidang pariwisata. Tak hanya itu, dampaknya juga meluas, terutama pada pekerja di industri pariwisata. Sebagian besar pelaku pariwisata terpaksa harus merumahkan sebagian besar karyawannya, karena tak mampu lagi menanggung biaya upah karyawan.
ADVERTISEMENT
Sebelum tingginya angka penyebaran Covid-19 di Indonesia, pada Maret lalu pemerintah juga sempat menerbitkan kebijakan penjualan tiket murah secara besar-besaran, termasuk memberi potongan pada harga tiket pesawat. Tujuannya untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat yang bertumpu pada pariwisata. Tetapi upaya ini nampaknya tidak berjalan lama. Mendekati musim libur lebaran, pemerintah terpaksa untuk melakukan kunci sementara terhadap akses transportasi, untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19. Sontak akibat kebijakan ini, ekonomi pariwisata di Bali mendadak lumpuh.
Menanggulangi dampak dari hal tersebut, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar beserta Menteri Pariwisata Wisnutama Kusubandio menyambangi Bali untuk melihat kondisi pariwisata dan sempat memberikan wacana kebijakan tentang pembukaan pariwisata bagi turis mancanegara. Bali juga sempat digadang-gadang menjadi provinsi percontohan untuk penerapan adaptasi kebiasaan baru di bidang pariwisata.
ADVERTISEMENT
Wacana ini tentu masih menjadi dilema bagi kalangan pemerintah pusat. Mengapa tidak, mengingat angka kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan, hingga melebihi 100ribu kasus. Kasus Covid-19 ini dikhawatirkan terus meningkat apabila akses pintu masuk Indonesia terbuka lebar. Namun disisi lain, pemerintah juga dilema akan keberadaan perekonomian Bali yang sebagian besar bergantung pada sektor pariwisata. Selain itu ancaman resesi juga sempat menghantui mimpi pemerintah untuk memulihkan perekonomian paska terdampak oleh Covid-19.
Untuk itu nasib pariwisata Bali sejatinya berada di kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat mengenai pembukaan pariwisata di Bali juga turut memiliki kelemahan yang harus bisa di antisipasi sejak dini.
Seandainya kebijakan pemerintah pusat mengkehendaki dan mengamini dibukanya pariwisata di Bali, pemerintah pusat dan daerah harus memiliki sinergi yang kuat dan koordinasi yang kuat, agar adaptasi kebiasaan baru dapat dilaksanakan secara disiplin dan taat oleh pengunjung dan turis yang hendak berlibur. Selain itu fasilitas adaptasi kebiasaan baru turut menjadi perhatian dan pengadaannya dilakukan secara masif.
ADVERTISEMENT
BATAL DIBUKA
Dikutip dari detik.com, pada 13 Agustus 2020 lalu, Menko Luhut Binsar sempat melakukan konsultasi dengan Apindo terkait pembukaan pariwisata di Indonesia, khususnya di Bali. Dari hasil pertemuan tersebut, Luhut mengatakan bahwa pariwisata di Indonesia akan ditutup hingga Akhir Tahun 2020 bagi turis mancanegara. Hal ini juga mengingat saat ini pemerintah masih fokus dengan penanganan Covid-19. Kendati begitu, tempat-tempat wisata tetap dibuka untuk wisatawan lokal/domestik.
Kebijakan ini tentunya dikeluarkan dengan perhitungan yang matang dan saya rasa ini sudah cukup tepat. Akan tetapi perlu menjadi catatan bahwa pemerintah dan juga penyedia jasa layanan harus lebih kreatif dalam menentukan fasilitas wisata termasuk harga yang terjangkau bagi wisatawan domestik.
Keberadaan harga tiket transportasi yang cukup tinggi, syarat Rapid-Test Cov-Sars2 sebagai syarat perjalanan dan wisata serta beberapa wilayah yang masih menjadi zona jingga hingga merah, menjadi penantang keinginan untuk berwisata di wilayah Indonesia. Nampaknya hal ini juga harus menjadi pengamatan dalam kebijakan pariwisata. Saat ini pula, bisa jadi hanya segelintir masyarakat ekonomi menengah dan atas yang sedia untuk melakukan perjalanan wisata, karena perekonomian saat ini juga dinilai sangat ketat.
ADVERTISEMENT
Tapi setidaknya, ada usaha dari pemerintah untuk memunculkan kembali eksistensi pariwisata di Indonesia, khususnya di Bali. Paling tidak ada perputaran uang, kendati sedikit di bidang pariwisata.
BALI MESTI BELAJAR
Keberadaan pandemik ini harus menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Provinsi Bali yang sebagian besar ekonominya bertumpu pada pariwisata. Sejatinya Bali memiliki potensi lain disamping potensi pariwisata. Bali memiliki keadaan geografisnya yang unik dan memiliki potensi yang kuat dalam pengembangan teknologi pangan.
Bali memang sudah terkenal sebagai daerah penghasil buah-buahan lokal seperti jeruk, salak, vanili hingga biji kopi yang sudah melegenda dan mendunia. Di tengah pandemi ini, sudah seyogyanya Bali secara perlahan untuk bertumpu di sektor yang lain, di luar pariwisata. Selain sektor alam, Bali juga memiliki sektor kesenian yang langka dimiliki oleh daerah maupun negara lain. Bilang saja mulai dari kerajinan patung, mebel yang unik hingga kain-kain tenun dan endek atau batik khas Bali. Selain itu masih ada ukiran dari logam, emas, perak dan kuningan yang bentuknya tak kalah saing dengan produk lainnya. Apabila ini dikembangkan secara perlahan dan mampu mengikuti arus ekonomi digital, maka perekonomian Bali sedikit terbantu, meski pariwisata tengah guncang.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, sudah sepatutnya Pemerintah Provinsi Bali memberi atensi lebih dan menetapkan kebijakan-kebijakan strategis yang tidak hanya menguntungkan dari sektor pariwisata tetapi juga sektor lain yang dimiliki oleh Bali. Harapannya, pemerintah daerah juga mampu konsen untuk memperbaiki ekonominya secara perlahan.
Semoga paska pandemi ini, Bali bisa kembali pulih dan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam memberi arah dan dampak positif bagi Provinsi Bali, terutama masyarakat Bali.
SELAMAT ULANG TAHUN PROVINSI BALI KE-62!