Bung Karno: Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme di Asia Tenggara

Madjid Fahdul bahar
Nama: Madjid fahdul bahar Alamat: Sumberberas, Muncar, Banyuwangi status: Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
13 Juni 2024 13:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Madjid Fahdul bahar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILUSTRASI BUNG KARNO: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ILUSTRASI BUNG KARNO: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bung Karno, atau Soekarno, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang memiliki pandangan mendalam tentang nasionalisme, islamisme, dan marxisme. Dia melihat ketiga ideologi ini sebagai kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi dan membentuk gerakan pembebasan di Asia Tenggara, yang pada masa itu berada di bawah cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. Dalam pandangan Bung Karno, nasionalisme adalah kekuatan utama yang bisa menyatukan rakyat Indonesia dan bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara melawan penjajahan. Baginya, nasionalisme adalah semangat untuk mempersatukan dan membangun identitas nasional yang kuat dan merdeka. Bung Karno menekankan bahwa nasionalisme harus diarahkan untuk melawan imperialisme dan kolonialisme, dengan keyakinan bahwa rakyat Asia Tenggara harus bersatu dalam semangat nasionalisme untuk mengusir penjajah dan membangun negara yang merdeka dan berdaulat.
ADVERTISEMENT
Selain nasionalisme, Bung Karno juga menghargai islamisme dalam konteks nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan pembebasan yang diajarkan oleh Islam. Dia percaya bahwa ajaran-ajaran Islam dapat memberikan inspirasi moral dan etis dalam perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan. Bung Karno melihat potensi islamisme untuk mempersatukan umat Islam di Asia Tenggara dalam melawan kolonialisme. Dia mendorong kerjasama antar umat Islam di berbagai negara untuk bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Bagi Bung Karno, islamisme tidak hanya menjadi faktor religius, tetapi juga alat solidaritas dan mobilisasi sosial yang dapat memperkuat perjuangan melawan penindasan kolonial dan ketidakadilan sosial.
Bung Karno juga mengapresiasi marxisme karena menawarkan analisis yang tajam tentang penindasan ekonomi dan sosial. Dia menggunakan analisis marxis untuk memahami bagaimana kapitalisme dan imperialisme menciptakan ketidakadilan dan kemiskinan di negara-negara Asia Tenggara. Baginya, marxisme memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami perjuangan kelas dan emansipasi kaum buruh dan petani. Dia percaya bahwa melalui perjuangan kelas, rakyat dapat merebut kendali atas sumber daya dan menentukan nasib mereka sendiri. Marxisme, dalam pandangannya, adalah alat untuk menggalang perjuangan kelas dan emansipasi yang esensial dalam upaya membangun masyarakat yang lebih adil. Bung Karno melihat marxisme sebagai metode analitis dan praktis untuk menantang struktur-struktur ekonomi yang eksploitatif dan membangun tatanan sosial yang lebih setara.
ADVERTISEMENT
Bung Karno berusaha mengintegrasikan nasionalisme, islamisme, dan marxisme dalam konsep yang disebut Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Dia percaya bahwa kombinasi dari ketiga ideologi ini dapat membentuk dasar yang kuat untuk perjuangan pembebasan dan pembangunan bangsa yang adil dan makmur. Bung Karno menggunakan pendekatan pragmatis dengan memadukan elemen-elemen dari ketiga ideologi ini sesuai dengan konteks sosial dan politik yang dihadapi. Dia tidak melihat ketiga ideologi ini sebagai bertentangan, melainkan sebagai komponen-komponen yang saling melengkapi dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional. Dengan demikian, dia dapat merangkul berbagai elemen dalam masyarakat Indonesia—dari nasionalis sekuler hingga umat Islam dan kaum kiri—untuk bersatu dalam tujuan bersama.
Dengan pandangan ini, Bung Karno tidak hanya memberikan dasar ideologis bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga menginspirasi gerakan pembebasan di negara-negara Asia Tenggara lainnya yang menghadapi tantangan serupa. Misalnya, nasionalisme yang digagasnya mendorong kebangkitan semangat kemerdekaan di negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Nilai-nilai islamisme yang dikedepankannya membantu menggerakkan umat Islam di seluruh kawasan untuk melawan ketidakadilan dan eksploitasi. Sementara itu, analisis marxis yang diadopsinya memberikan kerangka teoritis dan praktis bagi gerakan buruh dan tani untuk melawan ketidakadilan ekonomi. Bung Karno, dengan visinya tentang integrasi ideologi-ideologi ini, telah memberikan kontribusi penting dalam pembentukan identitas dan arah perjuangan di Asia Tenggara, membawa perubahan signifikan dalam lanskap politik dan sosial kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
SUMBER
Soekarno. (1964). Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Jakarta: Yayasan Bung Karno.
Soekarno. (1964). Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid 1. Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi.