Konten dari Pengguna

Merapah Kebangkitan Kebijakan yang Diwariskan

Mahar Rani Habibah
Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya - S1 Ilmu Administrasi Negara
2 November 2024 18:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahar Rani Habibah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Eksploitasi Pasir Laut. Sumber foto oleh Julia Fuchs: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Eksploitasi Pasir Laut. Sumber foto oleh Julia Fuchs: Pexels.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara kepulauan sedang menjadi subjek perselisihan yang semakin meningkat mengenai ekspor pasir laut. Perdebatan tentang masalah ini telah terjadi di antara para pemerhati lingkungan, pejabat pemerintah, dan masyarakat setempat, yang menunjukkan bagaimana keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan keuntungan ekonomi berkorelasi erat satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun, penambangan ekspor pasir laut ini telah terbukti menyebabkan konflik dan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam. Sejak terbitnya surat keputusan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan di tahun 2003 yang melarang penggunaan sedimentasi hasil laut untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar, dimana kondisi tersebut disebabkan maraknya kegiatan eksploitasi pasir laut di Indonesia.
Namun, tampaknya hal tersebut tidak sesuai kebijakan, karena dibuktikan dengan masih ada daerah terdampak di tahun selanjutnya misalnya, Pada tahun 2015 berdasarkan Badan Pengendali Dampak Lingkungan, daerah Batam kehilangan sekitar 800 hektar hutan mangrove karena aktivitas penambangan pasir laut. Maka, seharusnya kebijakan mengenai larangan ekspor pasir laut lebih dievaluasi implementasinya.
Berbicara kebijakan tersebut pada tahun 2023, mantan presiden, Jokowi saat itu malah membuka kembali kebijakan ekspor pasir laut dan berniat menjalankannya disaat sebelum masa kekuasaannya akan berakhir. Sebagai decision maker tertinggi saat itu, Jokowi tidak menyadari adanya kebijakan sebelumnya tentang dua puluh tahun mengenai larangan ekspor pasir laut sehingga hal ini menimbulkan kontroversial. Jokowi berujar: “Sekali lagi itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka itu sedimen, sedimen. Yang mengganggu alur jalannya kapal, sekali lagi bukan, nanti kalau diterjemahkan pasir beda loh ya. Sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir”.
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataannya, Jokowi menyebutkan bahwa ekspor yang diperbolehkan adalah dari sedimentasi yang mengganggu jalur kapal, bukan pasir laut. Banyak kritikan yang beranggapan Jokowi kembali mulai menyatakan pernyataan yang kontradiktif, karena sedimen dapat diklasifikasikan sebagai pasir. Maka, melihat hal ini paling tidak kita harus memantau kinerja pemimpin untuk belajar dari kesalahan di masa lalu dan menerapkan peraturan yang ketat untuk memastikan adanya praktik-praktik yang bermanfaat.
Pemimpin Baru
Berhentinya era kekuasaan Jokowi, saat ini Indonesia memiliki pemimpin baru yaitu Prabowo Subianto. Dalam hal tupoksi tentunya sebagai presiden yang akan memimpin Indonesia memiliki potensi untuk memegang kekuasaan terkait berjalannya kebijakan, termasuk ekspor laut di Indonesia. Saat ini presiden menjadi atensi utama bagi masyarakat, apalagi dengan adanya warisan kebijakan yang kontroversial sehingga membuat banyak harapan dari masyarakat untuk kebijakan tersebut diberhentikan.
ADVERTISEMENT
Suara masyarakat memang seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan. Memperkenalkan kembali ekspor pasir laut dapat membentuk kesenjangan yang terlihat, dimana perusahaan ekspor besar akan memperoleh keuntungan hingga merasakan manfaatnya, namun ekspor pasir laut ini dapat merugikan terutama masyarakat pesisir yang mata pencahariannya nelayan dan membuat masyarakat lokal yang menanggung dampaknya.
Kebijakan ini jelas jauh dari kepentingan masyarakat, yang padahal seharusnya pemerintah itu lebih memiliki rasa nasionalis dan memikirkan rakyatnya. Dengan banyaknya problematika tentang berjalannya kebijakan ini, pemikiran futuristik harus dimiliki oleh pemerintah karena mengingat Indonesia adalah negara demokrasi yang seharusnya kekuasaan terbesar ada di tangan rakyat. Namun, tampaknya banyak pihak yang dirugikan seharusnya pemerintah mengedepankan rasa manusiawi dan tidak mengedepankan ego yang berisiko hilangnya legitimasi terhadap birokrasi.
ADVERTISEMENT
Dengan tekanan dari berbagai kelompok kepentingan, Prabowo mungkin akan menghapus atau merevisi kebijakan ekspor pasir laut yang ada saat ini. Mengetahui bahwa telah menerima warisan kontroversial dari pemerintahan Jokowi sebelumnya, jika Prabowo ingin mengembangkan sayap pemerintahannya sendiri, maka harus mempertimbangkan warisan ini dengan hati-hati serta mampu menanggapi kebutuhan akan praktik yang lebih berkelanjutan.
Pemerintahan Prabowo perlu menangani masalah ini secara cermat untuk menghindari reaksi negatif dari kelompok lingkungan hidup dan masyarakat yang terkena dampak dari kebijakan. Karena koalisi pastinya akan menciptakan pengaruh yang besar dalam proses pembuatan kebijakan publik. Jika Prabowo terlalu berpegang teguh pada kebijakan tersebut tanpa mengatasi kekhawatiran dari masyarakat, maka dapat berisiko bentuk protes dari kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Negara Ekstraktif
Kekayaan sumber daya alam di Indonesia menjadikannya negara ekstraktif, yang sangat bergantung pada sumber pendapatan alam tersebut. Keberadaan sektor ekonomi ekstraktif ini berdampak buruk pada lingkungan, serta berkontribusi pada ekonomi yang tidak inklusif dan tidak berkelanjutan.
Suatu negara harus beralih dari sistem ekstraktif ke sistem inklusif, dimulai dengan peningkatan perlindungan hak milik dan partisipasi politik yang lebih besar bagi warga negaranya. Karena seperti bangkitnya kebijakan ekspor pasir laut ini yang membuat keadaan masyarakat tidak berkutik dan hanya menguntungkan sekelompok penguasa dari perusahaan ekspor dan penguasa ekonomi yang akhirnya berujung munculnya oligarki.
Sebagai pemimpin negara tentunya Prabowo memiliki intelektual yang tinggi, melihat latar belakang keluarganya yang juga tokoh penting yaitu ayahnya Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo yang merupakan ahli bidang ekonomi dan pembangungan serta sebagai mantan Menteri Perdagangan yang mendorong kebijakan mempercepat industrialisasi untuk mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Tentunya hal ini dapat membuktikan Prabowo mampu untuk memikirkan dan menangani jalannya ekspor dalam dunia ekonomi, sosial, dan politik.
ADVERTISEMENT
Menjadikan acuan melalui karya mendiang ayahnya dalam pertimbangan kebijakan ekspor pasir laut, Prabowo hanya perlu merealisasikan dengan konsisten dan bijaksana untuk melindungi dan memperkuat khususnya ekonomi Indonesia. Jika memilih keputusan untuk mencabut kebijakan ekspor pasir laut maka tentunya ada tantangan bagi Prabowo. Keberhasilan dan dukungan publik di tahun-tahun mendatang akan bergantung pada kemampuan presiden untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Dengan adanya kebijakan yang lebih mempertimbangkan kedaulatan teritorial, maka akan memudahkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena penting bagi pemerintah untuk melibatkan semua masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, sehingga masyarakat dapat diprioritaskan. Namun, pertanyaannya adalah apakah nantinya dalam pemerintahan Prabowo kebijakan ekspor pasir laut ini benar akan dihilangkan atau dilanjutkan?
ADVERTISEMENT