Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Istilah Matahara dan Patahara dalam Dunia Kerja di Jepang
3 April 2024 17:14 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Mahardika Miftahul Falah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jepang
Jepang merupakan tempat impian bagi sebagian besar orang. Kebanyakan orang ingin sekedar berlibur atau bahkan bekerja dan tinggal di Jepang. Banyak hal-hal posiif maupun negatif di dalam dunia kerja di Jepang. Bagi kalian yang berencana untuk pergi bekerja dan berencana berkeluarga di Jepang, ada baiknya kalian mengenal istilah-istilah berikut.
Matahara (マタハラ) merupakan singkatan dari maternity harassment. Matahara merupakan sebuah istilah yang menunjukkan pelecehan atau ketidakadilan terhadap pekerja wanita yang sedang hamil atau segera melahirkan. Korban wanita bisa mengalami pelecehan fisik maupun mental. Contoh bentuk pelecehannya seperti, penurunan jabatan terhadap korban, pemecatan terhadap korban, pemberhentian kerja secara sepihak atau membuat mereka (korban) berhenti dari pekerjaan, lembur atau penambahan jam kerja terhadap korban, dsb.
ADVERTISEMENT
Di dalam buku Matahara Mondai (2016) oleh Sayaka Oshikabe mengklasifikan bentuk Matahara menjadi 4, yaitu:
1. Showa no khachikan oshitsuke gata, sebuah pemaksaan kepada nilai-nilai lama di mana pada saat zaman Showa, para wanita hanya memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan rumah tangga untuk merawat dan membesarkan anak.
2. Ijime gata, sebuah perlakuan yang menunjukkan tindakan intoleran dan iri oleh rekan kerja terhadap wanita hamil.
3. Pawaharagata atau power harassment, memberikan jam tambahan kerja atau lembur kepada wanita hamil yang sebelumnya tidak ada di dalam kontrak kerja dan tidak dapat memberikan keringanan kerja terhadap wanita hamil.
4. Oi dashi gata, bentuk pemecatan terhadap wanita hamil karena perusahaan tidak ingin memberikan fasilitas kepada mereka (seperti cuti hamil atau melahirkan).
ADVERTISEMENT
Matahara muncul akibat patriarki masyarakat Jepang yang gagal atau kurang memahami kebutuhan pekerja perempuan, sehingga terjadi pelecehan terhadap korban wanita yang memilih menikah dan hamil. Jepang merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai adat dari zaman dahulu, sistem era Meiji memandang rendah kedudukan wanita dan wanita tidak dapat memilih kebebasan berkarir dan sebagiannya selayaknya laki-laki. Pandangan lama orang Jepang yang memandang bahwa laki-laki lebih baik bekerja di luar dan wanita lebih baik mengatur urusan rumah tangga inilah yang juga menjadi pemicu munculnya harassment yang mengincar wanita di Jepang.
Di dalam dunia kerja Jepang, matahara muncul tanpa memandang tempat, baik itu perusahaan besar atau kecil atau bahkan tempat kerja part-time. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya Matahara terhadap wanita Jepang, seperti:
ADVERTISEMENT
1. Jam kerja yang panjang.
Dalam dunia kerja di Jepang, bekerja sampai larut atau lembur adalah sebuah norma, mereka menganggap bahwa lembur adalah suatu hal yang normal. Dan dari atasan memiliki kecenderungan menganggap bahwa karyawan yang bekerja selama berjam-jam sebagai seorang teladan, sehingga sangat sulit untuk mengubah jam kerja menjadi normal di sana. Matahara dapat muncul dari hal ini, wanita yang sedang hamil tentunya tidak dapat bekerja dengan jam yang sama seperti sebelumnya karena mereka butuh istirahat. Selain itu, wanita hamil pasti akan mengambil cuti hamil dan persalinan. Sehingga dari situ, perusahaan menganggap terjadinya penyimpangan kerja di dalamnya.
2. Kurangnya pemahaman tentang Matahara, kehamilan, ataupun persalinan pada wanita oleh perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kurangnya pengetahuan yang luar biasa tentang kehamilan dan persalainan terhadap wanita ataupun kurangnya sosialisasi dari lembaga terkait juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya matahara. Seringnya atasan tidak memiliki pengalaman terkait kehamilan dan persalinan ataupun pengetahuan terkait Matahara. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan dan Ketenaga Kerjaan Jepang atau MHLW melakukan sosialisasi tentang kehamilan dna persalian kepada perusahaan agar hal-hal melenceng seperti matahara tidak terjadi di Jepang.
3. Kurangnya tanggung jawab dan pengetahuan dalam sistem kerja pada perusahaan.
Matahara dianggap merupakan sebuah masalah dalam sistem kerja di Jepang daripada dianggap sebagai masalah individu. Sistem kerja di Jepang tidak dirancang untuk menghadapi masalah pekerja wanita yang sedang hamil atau wanita yang akan melakukan persalinan. Akhirnya, jika seorang wanita hamil dalam suatu bagian pekerjaan, maka tidak ada sistem untuk mengurangi beban kerjanya ataupun untuk mengisi kekosongan pekerjaan wanita tersebut.
ADVERTISEMENT
Matahara berdampak kepada korban sendiri, perekonomian, serta demografi Jepang. Korban matahara merasakan tekanan kerja yang tinggi baik dari kolega maupun dari atasannya, yang membuat korban stress yang kemudian biasanya berakibat korban melakukan resign dari tempat kerja, dan yang paling parah adalah korban stress dan depresi berat lalu berakibat keguguran. Seperti ynag kebanyakan orang ketahui pertumbuhan demografi penduduk di Jepang setiap tahunnya mengalami penurunan. Angka kematian di Jepang terus mengalami kenaikan dan angka kelahiran mengalami penurunan. Hal ini membuat resah pemerintah Jepang. Jepang adalah negara industri yang dimana sangat membutuhkan generasi muda.
Contoh Matahara:
(dot.asahi, 2019) Seorang pekerja berusia 38 tahun di Tokyo (tidak ingin disebut namanya) menggugat perusahaannya yaitu Japan Bussines Lab (JBL) karena yang pada awalnya dia berstatus sebagai pekerja tetap, namun tiba-tiba menjadi pekerja part-time dan dikeluarkansetahun setelahnya. Hal ini terjadi dikarenakan dia mengambil cuti untuk membesarkan anak setelah melahirkan. (Miki Kobayashi, 2019).
ADVERTISEMENT
Patahara (パタハラ) merupakan singkatan dari paternity harassment. Patahara merupakan sebuah istilah yang menunjukkan pelecehan pada pria yang ingin membantu membesarkan anak. Patahara ini kurang lebih memiliki penyebab, faktor dan dampak yang sama seperti matahara. Pastinya pengaruh budaya lama menjadi penyebab sebagian besar para lelaki sulit untuk mengajukan cuti mengurus anak.
Contoh Patahara:
Dilansir dari Asahi Shinbun, situs koran online di Jepang. Gleen Wood, seorang pria asal Kanada, yang bekerja di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley menerima perilaku Patahara dari rekan kerja serta atasannya dikarenakan dia mengambil cuti 5 bulan untuk mengurus anaknya yang baru saja lahir di tahun 2016. Akibatnya, dia diturunkan jabatan, ditegur karena tidak datang rapat, walaupun sebenarnya dia tidak mendapatkan undangan rapat, dan pada akhirnya dia dipecat pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi Matahara dan Patahara, baik dari pemerintah ataupun masyarakat melakukan upaya untuk menghadapi masalah ini.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah:
• Merevisi undang-undang tentang pengasuahan anak dan cuti keperawatan kepada pekerja wanita di Jepang, serta undang-undang ketenagakerjaan yang setara.
• Pengembangan sistem-sistem untuk menyeimbangkan masa pengasuhan anak sesuai dengan pola keluarga dan pekerjaan yang beragam.
• Membuat dan mengesahkan kebijakan Womenomics, yang merupakan dorongan agar membuat wanita kembali bersinar. Contoh diantaranya adalah pengangkatan jabatan yang lebih banyak untuk para wanita.
Upaya yang dilakukan dari masyarakat:
• Membentuk forum konsultasi bagi korban Matahara dan Patahara. Para masyarakat, terkhusus mantan korban matahara ataupun patahara banyak membuat forum konsultasi dengan tujuan untuk menciptakan dunia kerja tanpa matahara dan patahara, serta membuat lingkungan kerja Jepang yang sehat dan bersih dari berbagai macam pelecehan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Fenomena matahara dan patahara disebabkan oleh 3 faktor yaitu jam kerja yang panjang, kurangnya pemahaman perusahaan tentang kehamilan, persalinan, ataupun tentang matahara, dan sekuhara, dan kurangnya pengetahuan dan tanggung jawab dalam sistem kerja pada perusahaan.
Pandangan tradisi lama tentang laki-laki lebih baik bekerja di luar dan wanita mengurus urusan rumah tangga menjadi penyebab terjadinya Matahara dan Patahara. Selain itu, kurangnya sistem kerja yang mempertimbagkan pekerja wanita yang hamil atau akan bersalin, sehingga tidak ada yang memback-up pekerjaan wanita tersebut.
Dampak yang muncul akibat patahara dan matahara terbagi menjadi 2 yaitu dampak terhadap korban dan dampak terhadap ekonomi dan demografi di Jepang. Dampak yang diterima oleh korban adalah stress dan depresi berat. Bagi korban patahara akan muncul bersalah atau penyesalan karena tidak dapat membantu istrinya dan bagi korban matahara, paling parah dapat menyebabkan keguguran.
ADVERTISEMENT
Dampak terhadap ekonomi dan demografi di Jepang yaitu merosotnya angka kelahiran, sedangkan angka kematian terus naik. Dan Jepang sebagai negara industri tentunya memutuhkan generasi muda untuk membangun perekonomian di Jepang.
Ada beberapa upaya yang muncul dari pemerintah dan masyarakat dalam mengangani kasus Matahara dan Patahara. Seperti merevisi undang-undang tentang cuti keperawatan pada pekerja wanita dan pengasuhan anak di Jepang dan undang-undang ketenagakerjaan yang setara, lalu membuat dan mengesahkan kebijakan Womenomics.
Uapaya yang dilakukan oleh masyarakat adalah seperti membuat forum konsultasi bagi korban Matahara dan Patahara. Banyak yang menilai hal ini cukup efektif dalam menghadapi masalah Patahara dan Matahara.
Namun kenyataannya, kasus Matahara dan Patahara terus meningkat setiap tahunnya, sehingga segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat masih belum cukup. Menurut saya pribadi, perlu pendidikan atau sosialisasi dari sejak dini tentang pandangan untuk tidak saling merendahkan dan mengelompokkan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan oleh semua gender. Dan juga menanamkan pentingnya menghargai keperluan orang lain, sehingga akan mucul sistem kerja yang akan bisa memback-up pekerja yang mengambil cuti.
ADVERTISEMENT
Referensi
Aurelia, R., & Dehars, P. (2023). Matahara dan Patahara : Tantangan Hak Cuti Mengurus Anak Dalam Budaya Korporasi Jepang. 12(2), 183–193.
Jaya, M. F., & Harun, Y. (2019). Jurnal Bahasa dan Budaya Jepang. 01(01). http://repository.unsada.ac.id/5526/