Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kredibilitas Perawat di Era Post Truth
7 Agustus 2024 19:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Haris Rizki Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penafsiran tentang era post truth barangkali beragam muncul yang terlontar dari beberapa pakar dan para pegiat akademisi. Jika mengacu pada arti dalam sudut pandang harfiah, post truth memiliki dua arti kata dari bahasa inggris, post yaitu postingan sedangkan truth adalah kebenaran, jadi jika secara harfiah bisa kita simpulkan bersama bahwa post truth merupakan postingan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Pengertian perihal post truth, jika melansir dari Oxford Dictionsries di dalam buku demokrasi di era post truth, "era post truth merupakan era di mana lebih pentingnya emosi dan keyakinan personal daripada fakta objektif dalam membangun opini publik". Sementara The Cambridge Dictionary mendefinisikan era post truth "bahwa argumentasi berbasis emosi dan keyakinan lebih utama daripada argumentasi berbasis fakta".
Dari beberapa definisi tentang post truth tersebut, bisa kita analogikakan serta memberikan interpretasi bahwa, era post truth lebih menekankan keyakinan individu serta opini publik yang mampu mempengaruhi emosi personal seseorang, sehingga ia meyakini hal tersebut sebagai suatu kenyataan.
Sebenarnya hal ini menjadi tantangan besar dari beberapa media maupun mereka yang menjadi pelayanan untuk publik. Bagaimana menjaga serta meminimalisasi mis-informasi yang disampaikan, atau bisa saja menjaga marwah instansinya tetap memiliki indeks kepercayaan publik yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun yang penulis maksud dalam pembahasan ini tidak mencakup persoalan umum tersebut, melainkan lebih terfokus kepada dunia kesehatan, khususnya perawat dalam menjaga serta memberikan informasi dan pelayanan tetap dengan jalur yang kompeten.
Dengan datangnya era post truth tersebut, rentan opini publik walaupun secara argumentasi berbasis narasi dan opini sensasional, akan tetapi, kepercayaan publik dengan dasar kepercayaan emosi itulah yang akhirnya menjadi problem bagi indeks kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis terutama perawat.
Memang terkadang serba salah, memandang secara objektif problem persoalan ketidakpuasan serta hal yang kadang membuat kontroversial di kalangan masyarakat, karena disebabkan oleh minimnya pengetahuan dasar fakta yang terjadi, sehingga opini yang tumbuh sangat liar dan akhirnya berujung dengan pertaruhan nama baik tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Penting kiranya perawat mampu membaca situasi dan kondisi (sikon), terutama juga harus mampu membaca perkembangan zaman di kalangan sosial masyarakat. Sebab tantangan itulah yang saat ini menjadi momok untuk tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan berbasis informatif kepada publik.
Menjaga Kredibilitas Perawat dengan Fakta Informatif
Meningkatkan kredibilitas seorang perawat tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi yang menjadi penopang profesinya, melainkan tugas personal yang harus melekat pada seorang ber-profesi sebagai perawat.
Informasi yang berbasis fakta, tentu menjadi pemicu indeks kepercayaan masyarakat umum kepada perawat tetap tinggi. Walaupun terkadang opini liar publik mempengaruhi keyakinan individu masyarakat, akan tetapi sebagai perawat yang mengedepankan profesionalitas dan mengimplementasikan kode etik perawat secara sungguh-sungguh, maka tentu pelayanan yang di berikan disesuaikan dengan kompetensi profesinya.
ADVERTISEMENT
Kredibilitas perawat-pun dapat tetap di tingkatkan dengan cara mengurangi beban perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan. Beban kerja yang penulis maksud yaitu perihal rasio perbandingan antara pasien dengan jumlah perawatnya harus sesuai dengan standar minimal dari kemenkes, Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit menyebutkan bahwa "perbandingan rasio tempat tidur : tenaga perawat untuk rumah sakit tipe C adalah 3:2 (Menkes, 2014)".
Pembahasan ini juga selaras dengan hasil penelitian Yolanda Maweikere , dkk (2021), tentang "hubungan beban kerja perawat terhadap tingkat kepuasan pasien".
Pemaparan awal di atas, artinya tingkat kepuasan disebabkan dengan pelayanan yang diberikan, timbulnya narasi dan opini liar di kalangan masyarakat muncul karena tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat, tidak sesuai dengan kode etik sebagai perawat.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara dalam meningkatkan kredibilitas perawat juga dengan memberikan informasi berbasis fakta. Setiap implementasi tindakan yang dilakukan, perlu adanya penjelasan dari perawat kepada pasiennya.
Tidak hanya menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan, jauh sebelum melakukan implementasi tersebut, tentu penerapan tentang persetujuan dilakukannya tindakan harus dan telah di setujui oleh pasien yang akan menerima pelayanan kesehatan, dalam hal ini di dalam dunia keperawatan biasa di kenal dengan Inform consent.
Tentu hal ini meminimalisasi adanya keluhan pelayanan dari pasien, walaupun secara prosedural sesuai, akan tetapi, menjaga kemungkinan buruk yang muncul, seorang perawat telah mempersiapkan hal-hal yang telah dilakukan sesuai kode etik dan prosedur pelayanan, atau dengan kata lain dokumentasi tindakan.
Era post truth ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi perawat, bukan persoalan tentang bagaimana-pun caranya mempengaruhi masyarakat dalam meningkatkan kredibilitas profesinya, sehingga kompetensi dan nilai-nilai kode etik keperawatannya di lupakan. Itu artinya malah sama halnya dengan mencari kesempatan dalam kesempitan.
ADVERTISEMENT
Tantangan yang di maksud adalah, sebagai seorang perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan, tentu didasari dengan standar kompetensi profesinya, serta menyampaikan informasi dengan basis fakta, sehingga emosi individu masyarakat secara naluriah menunjukkan kepercayaan terhadap perawat semakin tinggi.
Penulis di akhir uraian ketikannya ingin menyampaikan isi hati yang kian membelenggu dalam pikirannya untuk disampaikan kepada publik bahwa, perlu kiranya, mencerna serta mencari kebenaran informasi yang kita dapat dari media sosial, sebelum men judge bahwa infomasi yang di dapat suatu kebenaran, padahal hakikatnya hanya sebatas opini tanpa data dan fakta (HOAKS).
Live Update