Konten dari Pengguna

Membaca Al-Qur'an, Menyemai Pendidikan Holistik Sejak Dini

M Mahdi Mujtahid
Mahasiswa Doktoral Universitas Abdul Chalim Mojokerto - PP. Tahfizh Al Qur'an Hamalatudzikra Putatpayung Astanajapura Cirebon
8 Mei 2025 11:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Mahdi Mujtahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Membaca Al-Qur'an Foto : Copilot.microsoft.com
zoom-in-whitePerbesar
Membaca Al-Qur'an Foto : Copilot.microsoft.com
ADVERTISEMENT
Setiap sore, di sudut-sudut kampung Indonesia, suara anak-anak membaca Al-Qur'an terdengar syahdu. Banyak yang memandang kegiatan membaca Al-Qur'an hanya sebagai rutinitas ibadah, sekadar hafalan tanpa makna. Padahal, jika kita selami lebih dalam, membaca Al-Qur'an sejak dini membawa dampak luar biasa dalam pembentukan karakter, kecerdasan, dan nilai-nilai moral anak.
ADVERTISEMENT
John Dewey, tokoh pendidikan progresif Barat, menekankan pentingnya experiential learning, yaitu belajar melalui pengalaman nyata. Membaca Al-Qur'an bukan hanya melatih lidah, tetapi juga menyentuh ranah moral dan spiritual. Anak belajar sabar saat berlatih membaca, belajar disiplin saat menghafal, bahkan belajar keberanian saat tampil dalam perlombaan tilawah.
Jean Piaget, pakar perkembangan kognitif, menyatakan bahwa anak usia SD berada di tahap operasional konkret. Pada tahap ini, aktivitas berulang seperti membaca dan menghafal justru memperkuat memori dan logika. Artinya, membaca Al-Qur'an mendukung perkembangan kognitif, bukan menghambatnya.
Lev Vygotsky dengan konsep scaffolding menegaskan pentingnya peran guru atau pendamping dalam proses belajar. Di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ), anak tidak hanya belajar huruf dan tajwid, tetapi juga berinteraksi sosial, belajar kerja sama, serta menghormati guru. Kegiatan ini membentuk kecerdasan sosial dan emosional yang penting.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada pemikiran Maria Montessori, pembiasaan membaca Al-Qur'an secara mandiri membentuk disiplin dan tanggung jawab. Howard Gardner melalui teori multiple intelligences melihat bahwa kegiatan ini mengasah kecerdasan linguistik, musikal (melodi tilawah), interpersonal (kerja sama dengan teman), dan intrapersonal (kesadaran diri).

Membaca Al-Qur'an, Perspektif Ulama

Dari perspektif Islam, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya keseimbangan ilmu lahir dan batin. Membaca Al-Qur'an bukan sekadar soal ilmu, tetapi juga tazkiyah (penyucian jiwa). Ibnu Sina mengingatkan pentingnya pengajaran sesuai tahap perkembangan anak. Ibn Khaldun menekankan pendidikan sebagai fondasi peradaban, sedangkan Al-Zarnuji berbicara tentang adab dalam belajar. Syed Naquib al-Attas menyatakan tujuan utama pendidikan Islam adalah penanaman adab, bukan hanya penguasaan ilmu.
Namun, di era modern, ada kekhawatiran bahwa terlalu banyak hafalan dapat membebani anak. Padahal, jika dilakukan dengan pendekatan menyenangkan, membaca Al-Qur'an justru memperkaya pengalaman batin anak. Aktivitas ini seharusnya menjadi momen cinta, bukan tekanan, sehingga mendukung tumbuh kembang optimal.
ADVERTISEMENT
Membaca Al-Qur'an bukan hanya kewajiban ibadah, tetapi juga investasi pendidikan karakter, kecerdasan, dan moral. Seperti diingatkan Ki Hajar Dewantara, pendidikan sejati membentuk budi pekerti dan watak. Membaca Al-Qur'an menjadi bagian dari pembangunan karakter bangsa.
Sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, mari memandang ulang aktivitas membaca Al-Qur'an. Jangan berhenti hanya fokus pada jumlah hafalan, tetapi dampingi anak memahami makna, meresapi pesan moral, dan menghidupkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam keseharian. Dengan begitu, anak bukan hanya siap menghadapi ujian akademik, tetapi juga siap menghadapi ujian kehidupan.