Konten dari Pengguna

Manusia Terlahir Diskriminatif

Mahdizal Khalila
Nama saya Mahdizal Khalila asal Kota Padang. Saya adalah Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Andalas. Saya senang berbagi opini dalam mengupas permasalahan yang sedang terjadi. Harapan saya, opini ini dapat bermanfaat bagi orang lain
14 Januari 2025 21:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahdizal Khalila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Menurut saya, manusia akan selalu mendiskriminasi sepanjang hidupnya. Opini ini saya dasarkan pada pengamatan pribadi terhadap berbagai peristiwa sehari-hari. Sebagai contoh, tetangga saya pernah mengusir kucing liar dari rumahnya, padahal ia memelihara kucing ras anggora dengan penuh kasih sayang. Selain itu, saya juga memperhatikan di minimarket terdapat produk seperti racun tikus atau pembasmi serangga, sementara di rak lain dijual makanan kucing. Perbedaan perlakuan ini mengingatkan saya pada diskriminasi yang terjadi di antara sesama manusia, seperti peristiwa badai api di Los Angeles yang banyak menuai reaksi beragam dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita selaraskan pemahaman mengenai apa itu diskriminasi. Fulthoni (2009) dalam Rante, dkk. berpendapat bahwa diskriminasi adalah ketidakadilan dalam perlakuan terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, suku bangsa, agama, atau keanggotaan kelas sosial. Menurut saya, tindakan membedakan dua golongan dalam kategori yang sama sudah cukup untuk disebut diskriminasi. Ini selaras dengan akar kata “diskriminasi” yang berasal dari bahasa Latin “discriminatus,” yang berarti membagi atau membedakan.

Contoh Diskriminasi

Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Contohnya, seorang pribumi Malaysia yang mendapatkan prioritas layanan kesehatan, seorang ibu hamil yang disediakan kursi khusus di bus, atau seorang kulit hitam yang gagal diterima kerja di Amerika Serikat. Mungkin beberapa contoh ini terlihat menguntungkan, namun perlu diingat bahwa diskriminasi tidak selalu bersifat negatif. Memberikan privilege kepada satu golongan juga termasuk diskriminasi, karena secara tidak langsung merugikan golongan lain. Misalnya, orang non-pribumi di Malaysia mungkin merasa kurang diuntungkan dalam akses layanan kesehatan, atau seorang pria yang membutuhkan tempat duduk di bus harus mengalah kepada ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi tidak hanya terjadi pada manusia, tetapi juga pada makhluk hidup lainnya. Sebagai contoh, binatang melata sering kali dianggap menjijikkan dan dibunuh hanya karena keberadaannya. Ular yang melintasi jalan kerap dipukul dengan kayu, sementara cacing sering dipandang rendah meskipun mereka membantu menyuburkan tanah. Bicara tentang tumbuhan, semangka dulunya berukuran kecil dan memiliki banyak biji. Dengan kecerdasan manusia, semangka diubah menjadi buah berdaging besar tanpa biji. Namun, hasil rekayasa ini menghilangkan eksistensi semangka asli yang tidak lagi dibudidayakan. Ini menunjukkan bahwa manusia cenderung membedakan sesuatu berdasarkan keuntungan yang dapat diperoleh.

Mengapa Manusia Mendiskriminasi?

Ada dua alasan utama mengapa manusia cenderung mendiskriminasi: hasrat manusia dan pengaruh doktrin, baik agama maupun hukum.

1. Hasrat Manusia

Manusia secara naluriah selalu mencari cara untuk mendapatkan hasil maksimal dengan usaha minimal. Otak manusia berkembang lebih besar dibandingkan manusia purba, sementara otot manusia menjadi lebih lemah. Ini menunjukkan bahwa manusia lebih mengandalkan kecerdasan daripada kekuatan fisik untuk menghadapi tantangan hidup. Sebagai contoh, di masa lalu, manusia harus berjalan jauh untuk berburu makanan. Kini, orang lebih memilih berkendara ke minimarket terdekat meskipun hanya untuk membeli kebutuhan kecil.
ADVERTISEMENT
Hasrat untuk memaksimalkan keuntungan inilah yang mendorong diskriminasi. Sebagai contoh, industri kelapa sawit mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas buah sawit, meskipun berdampak buruk pada lingkungan. Anda mungkin tidak menyadari bahwa banyak buah-buahan yang kita konsumsi saat ini merupakan hasil diskriminasi terhadap varietas lain yang dianggap kurang menguntungkan.
Selain itu, diskriminasi juga muncul dari rasa benci terhadap golongan tertentu. Sebagai contoh, pada masa Orde Baru, masyarakat Indonesia cenderung memandang negatif etnis Tionghoa karena dianggap sebagai pesaing ekonomi dan dianggap terkait dengan komunisme. Kebencian ini menjadi alasan diskriminasi terhadap mereka, meskipun pada dasarnya mereka juga manusia seperti kita.
Hal serupa terjadi dalam respons netizen terhadap peristiwa badai api di Los Angeles. Banyak komentar di media sosial yang bernada syukur, seolah-olah bencana tersebut adalah azab yang pantas diterima oleh penduduk di sana karena dugaan keterlibatan mereka dalam konflik Palestina. Reaksi ini menunjukkan bahwa diskriminasi bisa muncul dari rasa benci yang dipengaruhi oleh faktor politik dan sosial.
ADVERTISEMENT

2. Doktrin Agama

Agama sering kali menjadi dasar bagi diskriminasi. Mayoritas agama menolak keberadaan kaum LGBT, dengan alasan bahwa perilaku mereka dianggap menyimpang dan pantas dihukum. Doktrin agama membawa "perintah Tuhan" yang menjadi pedoman bagi umatnya. Beberapa ajaran agama juga membedakan perlakuan terhadap kelompok tertentu, seperti wanita, pelacur, atau penganut agama lain. Misalnya, dalam beberapa tradisi agama, hewan buruk rupa atau dianggap tidak suci sering kali diperlakukan dengan cara yang tidak layak.

3. Doktrin Hukum

Selain agama, hukum juga menjadi dasar diskriminasi. Di Indonesia, mantan narapidana sering kali mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Mereka sulit mendapatkan pekerjaan, akses layanan publik, dan sering kali dikucilkan. Label “mantan narapidana” ini mendorong diskriminasi yang semakin memperparah kondisi mereka. Padahal, hukum seharusnya menjadi alat untuk menciptakan keadilan, bukan memperburuk ketidakadilan.
ADVERTISEMENT

Penutup

Tulisan ini tidak bertujuan untuk membawa anda pada pandangan distopia bahwa manusia adalah makhluk yang selalu mendiskriminasi. Sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa diskriminasi adalah fenomena yang alami dan tidak terhindarkan dalam kehidupan. Masalahnya, diskriminasi yang terjadi sering kali didasarkan pada kepentingan pribadi, kebencian, atau hasrat duniawi, sehingga mengaburkan mana yang benar dan salah.
Jika anda adalah orang yang beriman, ikutilah diskriminasi yang diajarkan oleh agama anda tanpa menambah bentuk diskriminasi lain. Jika anda tidak percaya pada agama, maka patuhilah diskriminasi yang ditetapkan oleh hukum. Dengan demikian, diskriminasi dapat kembali pada makna aslinya, yaitu membagi dan memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk. Pada akhirnya, mari kita refleksikan tindakan kita agar diskriminasi yang kita lakukan tidak merugikan pihak lain secara berlebihan.
ADVERTISEMENT