Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menolak Suburbanisasi: Pilihan Prioritas dalam Pembangunan Berkelanjutan
5 Oktober 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Mahdizal Khalila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suburbanisasi, sebuah fenomena di mana pemukiman dengan kepadatan rendah berkembang di pinggiran kota, menjadi tren yang semakin marak di banyak negara. Didorong oleh urbanisasi, desentralisasi pekerjaan, serta kebijakan publik yang mendorong pengembangan wilayah pinggiran, suburbanisasi dianggap sebagai solusi atas kebutuhan akan hunian yang lebih murah dan lingkungan yang lebih tenang. Namun, fenomena ini menghadirkan berbagai permasalahan yang justru mengancam keberlangsungan lingkungan, ketahanan pangan, serta tatanan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan anti-suburbanisasi seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan dan perencanaan wilayah.
ADVERTISEMENT
Keberlangsungan Lingkungan Hidup: Menjaga Kesehatan Ekosistem
Suburbanisasi berdampak langsung pada kerusakan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan hidup. Pemukiman pinggiran kota yang terus berkembang memicu peningkatan produksi limbah rumah tangga. Di wilayah suburban yang berada di perbatasan kota, kontrol pemerintah maupun masyarakat terhadap limbah menjadi sulit. Akibatnya, polusi baru muncul dari aktivitas rumah tangga, dan ini memperparah kondisi lingkungan di wilayah yang akses transportasinya pun sudah terbatas. Polusi yang berasal dari limbah domestik dan kurangnya pengelolaan limbah di daerah suburban dapat menurunkan kualitas udara dan air di sekitarnya.
Selain itu, suburbanisasi meningkatkan ketergantungan pada transportasi pribadi, terutama mobil. Masyarakat suburban, yang berada jauh dari pusat kota, sering kali harus melakukan perjalanan panjang ke tempat kerja. Ini memicu peningkatan emisi karbon dan polusi udara, mengingat sistem transportasi umum di daerah pinggiran seringkali tidak memadai. Fenomena ini tidak hanya membahayakan keberlangsungan lingkungan secara lokal, tetapi juga mempercepat laju perubahan iklim secara global. Suburbanisasi tidak hanya menciptakan "kota tidur" yang jauh dari pusat ekonomi , tetapi juga memperburuk kualitas hidup masyarakat.
ADVERTISEMENT
Krisis Pangan: Hilangnya Lahan Pertanian
Salah satu dampak terbesar suburbanisasi adalah hilangnya lahan pertanian produktif yang dialihfungsikan menjadi perumahan atau kawasan industri. Pertumbuhan perumahan di wilayah pinggiran sering kali memakan lahan-lahan yang sebelumnya digunakan untuk bercocok tanam, terutama padi dan komoditas pertanian penting lainnya. Hal ini menyebabkan berkurangnya produksi pangan domestik, yang pada akhirnya meningkatkan ketergantungan pada impor pangan. Ketahanan pangan suatu negara menjadi terganggu ketika lahan-lahan yang seharusnya digunakan untuk produksi pangan digantikan oleh bangunan-bangunan komersial.
Selain itu, dengan hilangnya lahan pertanian, banyak petani yang kehilangan mata pencahariannya. Pembangunan perumahan di pinggiran kota tidak hanya menghilangkan lahan subur, tetapi juga menciptakan pengangguran di sektor pertanian. Ketika fokus pembangunan hanya terpusat pada pengembangan perumahan tanpa memperhatikan dampaknya pada sektor pertanian, pemerintah pada akhirnya harus mengandalkan impor pangan yang lebih mahal, sehingga menciptakan ketergantungan yang tidak sehat terhadap pasokan pangan dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Desentralisasi Pekerjaan: Fokus pada Pusat Ekonomi
Argumen lain yang menentang suburbanisasi adalah efeknya terhadap desentralisasi pekerjaan. Ketika populasi berpindah ke wilayah pinggiran, hal ini menciptakan ketimpangan akses terhadap lingkungan kerja. Sebagian besar perusahaan dan industri masih berpusat di kota-kota besar, yang berarti penduduk suburban harus melakukan perjalanan jauh untuk bekerja. Hal ini tidak hanya mengurangi efisiensi ekonomi, tetapi juga meningkatkan biaya transportasi bagi individu dan perusahaan.
Desentralisasi pekerjaan yang dipicu oleh suburbanisasi juga menciptakan tantangan bagi perencanaan infrastruktur. Ketika populasi terfokus di pusat ekonomi, pemerintah dapat memaksimalkan anggaran untuk membangun sistem transportasi publik yang efisien di wilayah perkotaan, sehingga mengurangi ketergantungan pada transportasi pribadi. Namun, suburbanisasi mendorong kebutuhan akan infrastruktur baru di wilayah pinggiran, yang seringkali tidak disertai dengan perencanaan transportasi yang matang. Akibatnya, banyak warga suburban yang terpaksa mengandalkan kendaraan pribadi, sehingga meningkatkan kemacetan dan polusi.
ADVERTISEMENT
Argumen Ekonomi: Investasi yang Lebih Bijak
Banyak yang berpendapat bahwa suburbanisasi diperlukan untuk menekan biaya perumahan. Memang, hunian di wilayah pinggiran sering kali lebih terjangkau dibandingkan di pusat kota. Namun, suburbanisasi juga membutuhkan investasi besar, baik dari sektor publik maupun swasta, untuk membangun infrastruktur, seperti jalan raya, jaringan listrik, dan sistem air bersih. Padahal, dana tersebut dapat dialokasikan untuk meningkatkan aksesibilitas jalan dari desa ke kota, yang akan memfasilitasi mobilitas penduduk desa dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara lebih merata.
Selain itu, suburbanisasi kerap memicu skandal perusahaan yang mengorbankan lingkungan demi keuntungan jangka pendek. Banyak pengembang perumahan yang membeli lahan pertanian dengan harga murah untuk kemudian mengalihfungsikannya menjadi kawasan perumahan mewah. Praktik ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Di sisi lain, investor yang mendukung pembangunan ramah lingkungan di kota dapat menciptakan keuntungan jangka panjang yang lebih stabil, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Prioritas pada Pembangunan Berkelanjutan
Suburbanisasi mungkin menawarkan hunian yang lebih murah dan nyaman bagi sebagian masyarakat, tetapi dampaknya terhadap lingkungan, ketahanan pangan, dan ekonomi tidak bisa diabaikan. Pengalihan lahan pertanian, peningkatan polusi, serta ketergantungan pada kendaraan pribadi menunjukkan bahwa suburbanisasi bukanlah solusi yang berkelanjutan. Alih-alih mendorong suburbanisasi, pemerintah dan pemangku kepentingan harus fokus pada pembangunan yang ramah lingkungan dan mendukung keberlangsungan hidup masyarakat. Kebijakan anti-suburbanisasi harus menjadi prioritas dalam perencanaan kota untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian alam dan ketahanan pangan di masa depan.