Konten dari Pengguna

Siapa Pengganti Jokowi di Tahun 2024?

Mahendra Lavidava
Mahasiswa S1 perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
6 Februari 2023 15:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahendra Lavidava tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Tahun 2023 ditandai sebagai tahun politik karena mulai tahun ini hingga awal tahun 2024 Indonesia akan diwarnai dengan dinamika tentang Pemilu Presiden 2024. Salah satu topik yang akan selalu menarik untuk disimak adalah bakal calon presiden yang akan berkompetisi.
ADVERTISEMENT
Pendaftaran calon presiden belum dibuka oleh KPU, namun beberapa nama sering mewarnai bursa polling yang diselenggarakan oleh lembaga swasta. Mayoritas dari mereka bukanlah orang baru dalam kancah politik di Indonesia.
Nama-nama seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Prabowo Subianto selalu masuk polling. Nama lainnya seperti Puan Maharani dan Airlangga Hartarto juga turut meramaikan daftar potensial calon presiden 2024, benar potensial kah mereka? Simak ulasan berikut.

1. Elektabilitas

Setiap empat tahun sekali kontestasi perebutan kursi presiden Indonesia selalu menjadi idaman bagi politikus. Tak terkecuali pemilihan presiden tahun 2024 mendatang yang juga mendapat perhatian dari tokoh-tokoh di atas, meskipun tidak sedikit dari mereka yang mengatakan belum menentukan pilihan, namun santer disinyalir tokoh-tokoh tersebut akan meramaikan bursa bakal calon presiden 2024.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini baru Anies Baswedan dan Prabowo Subianto yang terang-terangan memproklamirkan menjadi calon presiden. Rasanya terlalu dini, namun ini lah politik, segala macam cara dapat dilakukan untuk menaikkan faktor paling penting dalam pemungutan suara, ya benar, elektabilitas.
Tak jarang para kandidat melakukan segala cara untuk mendulang elektabilitas, sasaran yang mereka tuju adalah generasi milenial dan gen z, bagaimana tidak, Indonesia mengalami bonus demografi di mana penduduk usia produktif melebihi yang tidak produktif, sehingga jika para bakal calon tersebut dapat meraup suara dari mereka peluang memenangkan pesta demokrasi terbesar ini sangat terbuka lebar.
Untuk pendekatan dengan kaum muda rasanya Ganjar dan Kang Emil—sapaan Ridwan Kamil—unggul dalam hal tersebut, terlepas dari polemik Ganjar dengan PDIP, tidak dapat dipungkiri bahwa Ganjar merupakan figur yang aktif dalam bermedia sosial. Kita dapat menemui konten-kontennya melalui akun Instagram dan channel YouTube-nya yang kerap mengunggah interaksi Ganjar dengan warganya.
ADVERTISEMENT
Sepertinya Ganjar paham bahwa mayoritas pemilih pada pemilu ke depan merupakan golongan muda yang jarang menonton TV dan lebih sering berselancar di sosial media, konten yang dia buat pun ramah dengan golongan muda, bukan konten yang kaku dan menampilkan sikap yang elite dari seorang politikus di mana hal tersebut terlihat jauh dari jangkauan masyarakat.
Ridwan Kamil (RK) tidak kalah, beliau sering melakukan interaksi dengan pengikutnya di Instagram, tak jarang RK membalas komen dari netizen di postingannya. Branding yang dibangun RK dengan pengikutnya di media sosial membuat jarak antara seorang Gubernur dengan warganya seakan tidak ada.
Rupanya RK dan Ganjar sama-sama berhasil membangun citra yang apik di mata publik melalui media sosial, perbedaan di antara keduanya hanyalah RK yang hingga saat ini belum ada tunggangan politik untuk maju di Pilpres 2024, selebihnya, bakal calon lainnya harus melihat citra yang berhasil dibangun kedua tokoh tersebut dalam mengambil simpati masyarakat.
ADVERTISEMENT

2. Keluasan Wawasan

Tampaknya masyarakat saat ini membutuhkan figur pemimpin yang tidak hanya cakap dalam berpidato dan menjalankan visi misinya, namun keluasan wawasan dan penguasaan lapangan menjadi faktor krusial saat ini, mengapa? Kita setuju bahwa politik domestik memegang peranan penting dalam menjalankan pemerintahan, namun seorang pemimpin juga harus aware terhadap dinamika politik internasional dan geopolitik.
Anies Baswedan merupakan figur yang menguasai hal ini, berbekal pengalaman menjadi akademisi dan menteri serta saat menjabat Gubernur DKI Jakarta beliau melakukan pidato Bahasa Inggris di depan Sekjen PBB dan ajaibnya isi pidato tersebut diapresiasi dan didukung oleh Sekjen PBB, bukti bahwa Anies Baswedan memahami krisis global yang terjadi dan sanggup diimplementasikan di Indonesia dalam hal ini Jakarta, sesuai kapasitasnya sebagai gubernur saat itu.
ADVERTISEMENT
Prabowo Subianto tidak kalah menarik, pengetahuan perihal geopolitiknya tidak perlu diragukan lagi, kerja sama untuk pengadaan alutsista dengan negara-negara besar seperti Amerika, Prancis, dan Rusia merupakan fakta yang tak terbantahkan. Serta concern nya mengenai penguatan kekuatan maritim Indonesia, mengingat situasi di Asia-Pasifik saat ini bergejolak setelah adanya AUKUS dan QUAD.
Kedua tokoh tersebut cukup menjadi bukti jika mereka tidak hanya fokus kepada politik di dalam negeri, terkhusus untuk Prabowo, meskipun beliau belum pernah menduduki jabatan pemimpin publik seperti bupati/wali kota, gubernur, namun kiprahnya sebagai Ketua Umum partai tidak bisa dipandang sebelah mata.
Jangan sampai presiden berikutnya ketika terdapat sidang umum PBB hanya diwakili oleh Menteri Luar Negeri-nya untuk pidato, karena seringkali kesepakatan verbal terjadi antar pemimpin negara ketika bertemu dalam forum-forum internasional, sehingga prosesnya tidak terlalu birokratis. Sudah saatnya Indonesia bangun dari tidurnya untuk ambil andil di kancah politik internasional setelah terakhir Presiden Soekarno yang mampu menjadikan Indonesia sebagai “rebutan” negara besar.
ADVERTISEMENT

3. Visi Misi

Cukup mengejutkan, penulis menempatkan poin ini di nomor ketiga, alasannya karena poin ini merupakan kewajiban semua calon pemimpin yang akan maju dalam kontestasi demokrasi, namun poin ini juga yang sering diabaikan di kemudian hari ketika mereka terpilih. Seakan visi misi hanyalah cara untuk merebut hati masyarakat namun setelah itu, keadaan lah yang menentukan kebijakan yang akan dibuat.
Masyarakat semakin pintar, sukar untuk menggunakan cara-cara lama untuk mendapatkan suara mereka, makin kesini calon pemimpin harus semakin update dengan metode pendekatan yang digunakan, buat visi misi yang realistis namun mengikuti perkembangan zaman, jangan membuat visi misi yang terkesan mementingkan suatu golongan.
Buktikan visi misi tersebut dengan hasil saat menjabat nantinya, talk less do more peribahasanya. Jangan sampai ketika selesai menjabat meninggalkan proyek mangkrak seperti yang sudah-sudah.
ADVERTISEMENT
Presiden tahun 2024 nantinya harus pribadi yang memiliki wawasan yang luas dan jauh ke depan atau visioner, karena keluasan dan kedalaman wawasan yang dimiliki akan mampu mendorong kepada penguasaan lapangan.
Pemahaman perihal isu internasional dan geopolitik menjadi poin penting, situasi geopolitik yang dinamis dan posisi Indonesia di Asia-Pasifik menjadi nilai jual tersendiri jika bisa memanfaatkannya, mengingat situasi di Asia-Pasifik memanas.
Terakhir, jangan jadikan visi misi sebagai bahan untuk mencari suara masyarakat saja namun setelah itu keputusan dipengaruhi oleh kepentingan golongan, realisasikan visi misi dalam kinerja yang menunjang kepentingan masyarakat luas. Jadi, masih potensial kah mereka untuk menjadi calon presiden 2024?