Isu Pengungsi atau Ancaman Imigrasi Gelap? Propaganda Media Barat dan Rohingya

Mahirah Zahra
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Desember 2023 15:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahirah Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
orang rohingnya yang terkena genosida, Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
orang rohingnya yang terkena genosida, Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik etnis yang berlarut-larut antara mayoritas Muslim Rohingya melawan militer Buddha di negara bagian Rakhine, Myanmar, telah memicu krisis kemanusiaan skala besar di kawasan. Sejak tahun 2017, ratusan ribu warga Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar akibat operasi pembersihan etnis oleh tentara Tatmadaw. Mereka terampas harta benda, diperkosa, dibantai, dan desa-desa mereka dibumihanguskan.
ADVERTISEMENT
Gelombang pengungsian massal etnis Rohingya ini menciptakan masalah baru: kamp-kamp pengungsian padat dan kumuh di Bangladesh, tempat mayoritas pelarian Rohingya menetap. Kondisi hidup mengenaskan ratusan ribu pengungsi dengan sanitasi buruk, minim makanan dan obat-obatan ini menjadi perhatian media massa dan lembaga bantuan kemanusiaan Barat. Mereka menyoroti Myanmar, terutama pemimpin demokrasi seperti Aung San Suu Kyi, sebagai pelanggar berat HAM.
Sementara tekanan dunia internasional terhadap Myanmar menguat, sejumlah pengungsi Rohingya mencoba melarikan diri lebih jauh lagi ke negara ketiga termasuk ke Indonesia, demi mencapai Australia sebagai tujuan akhir. Hal ini berpotensi menciptakan masalah baru terkait imigrasi ilegal dan ancaman kerusuhan bagi Indonesia. Tulisan ini akan menganalisis dua sisi persoalan pelik Rohingya: propaganda media massa Barat dan upaya Indonesia menangkal imigrasi gelap dari korban himpitan etnisitas di Myanmar tersebut melalui beragam kebijakan dan patroli perbatasan yang diperketat.
ADVERTISEMENT

Propaganda Giat Media Barat Soal Rohingnya

orang rohingnya yang terkena genosida, Foto : Ai Generator
Krisis kemanusiaan akibat konflik etnis antara mayoritas Buddha dan minoritas Muslim Rohingya di Myanmar telah menjadi perhatian utama pemberitaan media massa Barat beberapa tahun belakangan. Liputan mengenai ratusan ribu pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan dan diskriminasi di Myanmar kerap diwarnai unsur politis tertentu.
Media-media utama Barat seperti CNN, New York Times, hingga The Guardian gencar menggambarkan situasi mengenaskan pengungsi Rohingya yang terlantar di kamp-kamp padat dan kumuh Bangladesh, tanpa akses pangan, kesehatan, maupun fasilitas sanitasi memadai. Tujuannya untuk menekan citra buruk terhadap pemerintahan demokrasi Myanmar dipimpin Aung San Suu Kyi yang dinilai tidak tegas menindak praktik pembersihan etnis terhadap minoritas Muslim oleh militer.
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan opini publik global, media massa Barat mendesak agar PBB segera campur tangan memaksa Myanmar mengakhiri kebijakan diskriminatif dan memulihkan hak sipil etnis Rohingya. Mereka menggunakan isu pelanggaran HAM di Myanmar untuk kepentingan politis bagi negara-negara Barat guna menekan pengaruh Tiongkok di Asia Tenggara melalui tekanan terhadap sekutunya, Myanmar.

Ancaman Bagi Indonesia dari Rohingnya

orang rohingnya yang terkena genosida, Foto : Ai Generator
Indonesia menjadi jalur transit bagi para pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menuju negara ketiga seperti Australia. Minimnya pengawasan di wilayah perbatasan dan garis pantai utara Indonesia menjadi celah dimanfaatkan oleh imigran gelap Rohingya untuk masuk secara ilegal.
Hal ini menimbulkan serangkaian ancaman bagi Indonesia baik dari sisi politik, ekonomi, sosial, maupun keamanan. Secara politik, arus besar imigran Rohingya dapat mengganggu hubungan bilateral Indonesia dengan Myanmar dan Bangladesh. Secara ekonomi, penanganan logistik ribuan bahkan puluhan ribu pengungsi tanpa identitas resmi dapat menjadi beban APBN. Secara sosial, kehadiran imigran ilegal berpotensi memicu konflik dengan masyarakat lokal terkait sektor lapangan pekerjaan dan hunian. Secara keamanan, pengungsian dalam jumlah massif rawan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk aksi radikalisasi di penampungan sementara, yang dapat berujung pada kerusuhan, kriminalitas, dan aksi terorisme.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap tegas dengan melakukan pengetatan sistem imigrasi maupun patroli perbatasan. Selain itu perlu disediakan tempat penampungan sementara sambil menunggu proses relokasi atau deportasi kembali ke negara asal atau transit.

Penyelesaian yang Ditempuh Indonesia dalam Masalah Rohingnya Ini

rohingnya yang masuk ke indonesia. foto : iStock
Sebagai upaya penyelesaian masalah imigran gelap Rohingya, pemerintah Indonesia menempuh sejumlah kebijakan. Pertama, Indonesia menolak kedatangan kapal-kapal berisi ribuan pengungsi Rohingya dari Bangladesh yang hendak masuk ke perairan Indonesia.
Kedua, dilakukan pengetatan sistem imigrasi di pintu-pintu masuk utama seperti pelabuhan dan bandara. Selain itu, dikerahkan tim khusus penanganan imigran gelap untuk patroli di perbatasan utara dan selatan. Ketiga, bagi para imigran Rohingya yang berhasil masuk, dibuatkan tempat penampungan sementara dengan status isolasi mandiri guna memudahkan proses identifikasi administrasi.
ADVERTISEMENT
Keempat, Indonesia menerapkan kebijakan tegas "push back" atau penolakan terhadap upaya relokasi sepihak oleh Bangladesh maupun Myanmar atas warganya yang sudah berstatus imigran gelap. Kelima, Indonesia berupaya menjalin koordinasi regional bersama Thailand dan Malaysia terkait tukar data, deteksi dini, dan penanganan kasus imigran gelap di kawasan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan Indonesia mampu mengantisipasi dan menangani gelombang besar imigran ilegal Rohingya agar tidak menimbulkan masalah sosial, politik dan keamanan yang lebih parah.
Secara keseluruhan, krisis kemanusiaan etnis Rohingya di Myanmar telah dimanfaatkan oleh media massa dan kekuatan Barat untuk propaganda politik guna menekan pemerintahan Myanmar yang dekat dengan China. Di sisi lain, arus pengungsian besar-besaran Rohingya juga menimbulkan ancaman serius bagi stabilitas Indonesia terkait imigrasi ilegal, beban ekonomi dan logistik, hingga potensi radikalisasi dan aksi terorisme.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Indonesia telah mengambil sikap tegas dengan menerapkan kebijakan penolakan kapal Rohingya, pengetatan sistem imigrasi dan patroli perbatasan, pembentukan tempat penampungan sementara, hingga aturan "push back" terhadap upaya pemindahan paksa imigran gelap oleh Bangladesh dan Myanmar. Langkah-langkah ini diperlukan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia di tengah propaganda Barat serta krisis kemanusiaan pelik akibat konflik etnis yang tak kunjung usai di Myanmar.

Daftar Bacaan

Beech, H. (2017). Rohingya Crisis in Myanmar Is 'Ethnic Cleansing,' U.N. Rights Chief Says. The New York Times. https://www.nytimes.com/2017/09/11/world/asia/myanmar-rohingya-ethnic-cleansing.html
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2020). Laporan Diplomasi Indonesia 2020. https://kemlu.go.id
Allard, T. (2017). Myanmar faces mounting pressure over Rohingya refugee exodus. The Sydney Morning Herald. https://www.smh.com.au/world/myanmar-faces-mounting-pressure-over-rohingya-refugee-exodus-20170912-gyfnjw.html
ADVERTISEMENT
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2018). Siaran Pers Tentang Pengungsi Rohingya di Indonesia. https://www.kemendagri.go.id/news/2018/08/29/siaran-pers-tentang-pengungsi-rohingya-di-indonesia
Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Indonesia Dorong Myanmar Selesaikan Krisis Kemanusiaan di Rakhine Secara Adil. https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-dorong-myanmar-selesaikan-krisis-kemanusiaan-di-rakhine-secara-adil