2 Perempuan Indonesia Menuju 'Atap Dunia'

EPIC Adventure
Untuk para petualang, penjelajah dan pengembara. Kami menyediakan berbagai informasi bagi para petualang nusantara yang mendambakan petualangan unik setiap harinya. Credits by : Mahitala - UNPAR
Konten dari Pengguna
29 Maret 2018 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari EPIC Adventure tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Puncak tertinggi di dunia. Gunung Everest. (Foto: Tim Chong/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Puncak tertinggi di dunia. Gunung Everest. (Foto: Tim Chong/Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fransiska Dimitri Inkiriwang (24) dan Mathilda Dwi Lestari (24) adalah dua orang perempuan yang berada dalam misi mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi dunia, puncak Gunung Everest. Tergabung dalam tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU), Gunung Everest akan menjadi puncak gunung terakhir dari rangkaian misi pengibaran bendera Indonesia di tujuh benua dan tujuh gunung tertinggi.
ADVERTISEMENT
Membentang di tengah rangkaian Pegunungan Himalaya, Everest merupakan titik tertinggi yang ada di Bumi. Dengan catatan elevasi 8.848 meter di atas permukaan laut, ketinggian Everest hampir sama dengan menumpuknya dua Gunung Carstensz, gunung tertinggi di Indonesia.
Mereka berdua sebelumnya telah berhasil mencapai enam puncak gunung tertinggi lainnya, yakni Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl), Gunung Elbrus (5.642 mdpl), Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl), Gunung Aconcagua (6.962 mdpl), Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl), dan Gunung Denali (6.190 mdpl) dalam empat tahun terakhir.
“Semua pengalaman dan latihan yang kami lakukan selama empat tahun telah membuat kami siap melakukan pendakian puncak Gunung Everest,” kata Mathilda.
Pendakian kali ini, Everest akan menghadirkan tantangan ekstra, karena di tengah perjuangan untuk membawa diri menapakkan langkah menuju puncak, oksigen di ketinggian ini berkurang sepertiga, dibandingkan dengan yang bisa kita hirup dengan bebas sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Frans, salah satu Seven Summiteers Indonesia yang pernah menjejakkan kakinya di gunung tersebut mengingat bahwa dengan oksigen setipis itu, pendakian menjadi amat berat. "Badan terasa amat dingin. Napas menjadi amat berat. Jalan satu langkah membutuhkan empat kali pengambilan napas," ujarnya. Hal ini sudah ia rasakan di area sekitar Camp 3 yang berketinggian sekitar 7.200 mdpl, --bahkan sebelum mencapai ketinggian 8.000 meter.
Di musim dingin pada bulan Januari, suhu di puncak Everest bisa mencapai -60 derajat Celsius. Pada musim panas yang merupakan musim pendakian, suhu udara di pucuk bumi ini "hanya" berkisar -20 derajat Celsius, menambah tantangan lebih bagi pendaki, apalagi yang berasal dari daerah beriklim tropis seperti Indonesia.
Kamis, 29 Maret 2018 akan menjadi titik mulai nya perjalanan dua pendaki ini. Bandara Soekarno Hatta akan menjadi awal perpisahan untuk warga Indonesia melepas dua pendaki perempuan Indonesia untuk mengharumkan nama ibu Pertiwi di kancah Internasional lewat kibaran merah putih di atap dunia, Gunung Everest.
ADVERTISEMENT