Konten Media Partner

Dosen UIN Makassar Jadi Tersangka UU ITE Usai Diskusi di Grup WhatsApp

25 Oktober 2019 13:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen UIN Alauddin Makassar, Dr Ramsiah bersama Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa, (Makassar Indeks).
zoom-in-whitePerbesar
Dosen UIN Alauddin Makassar, Dr Ramsiah bersama Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa, (Makassar Indeks).
ADVERTISEMENT
Makassar -- Kepolisian Sektor Gowa menetapkan Dosen Universitas Islam Negeri atau UIN Alauddin, Makassar, Dr Ramsiah Tasruddin sebagai tersangka kasus UU ITE.
ADVERTISEMENT
Ramsiah yang juga Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin dilaporkan ke polisi karena tuduhan mencemarkan nama baik pejabat di lingkup kampus UIN Alauddin Makassar pada Mei 2017 lalu.
Ramsiah mengatakan, ia dilaporkan oleh mantan Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Nur Syamsiah. Ramsiah menjelaskan bahwa kasusnya, berawal saat radio kampus syiar yang berlokasi di kampus UIN Alauddin dan dipimpin oleh Irwanti, ditutup paksa oleh Wakil Dekan III Nur Syamsiah.
"Semua ini berawal dari kasus yang sudah lama yakni radio kampus yang dipimpin oleh Ibu Irwanti yang ditutup oleh Nur Syamsiah,” kata Ramsiah kepada Makassar Indeks, Jumat (25/10).
Ia melanjutkan, akibat tindakan itu studio Radio Syiar tidak on air, sehingga Kepala Laboratorium Radio, Irawanti Said, mendiskusikan kondisi tersebut melalui grup Whatsapp khusus dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, lalu kemudian ditanggapi oleh pimpinan dan dosen-dosen anggota grup untuk mendukung langkah penyelesaian masalah ini.
ADVERTISEMENT
Rupanya percakapan di grup tersebut diketahui oleh Nur Syamsiah yang kemudian ia kumpulkan lalu dijadikan sebagai barang bukti untuk dilaporkan ke Polres Gowa sebagai tindakan penghinaan di media sosial.
Nur Syamsiah melapor ke Polres Gowa pada tanggal 5 Juni 2017 tentang dugaan tindak pidana Penghinaan Melalui Media Sosial sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elekteonik (ITE).
Dosen Ramsiah saat menggelar aksi kamisan bersama relawan KPJKB Makassar di Monumen Mandala Makassar, Kamis (25/10).
Laporan itupun akhirnya membuat beberapa dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin dipanggil untuk diperiksa, termasuk Irwanti selaku Pimpinan Radio Syiar yang menjadi awal permasalahan.
"Di grup itu ada 30 lebih anggotanya, dan beberapa orang di antaranya sudah dipanggil untuk diperiksa termaksuk saya pada waktu itu ," ungkap Ramsiah.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 30 dosen yang berada di dalam grup whatsapp tersebut, hanya Ramsiah dijadikan tersangka oleh Polres Gowa pada Oktober 2019.
Ramsiah mengatakan, bahwa dengan berlanjutnya kasus tersebut membuat dirinya menjadi tidak tenang.
"Saya heran kok kasus ini malah menyudutkan saya dengan sendirinya sebagai tersangka utama, padahal awal dari kasus ini bukan dari saya dan saya melihat kasus ini seolah olah saya menjadi korban," ungkap Ramsiah.
Ia pun kini hanya berharap mendapat dukungan dan pendampingan dari berbagai lembaga termasuk Komite Perlindungan Jurnalis Dan Kebebasan Berkespresi.
"Saya akan jalani meski saya tidak terlalu paham soal hukum, jadi saya ke sini untuk minta pendampingan terkait adanya dugaan penghinaan ini," ujarnya.
Ia pun menegaskan tak pernah melakukan ujaran kebencian kepada pelapor, dan kasus ini sudah lama dan sudah di damaikan pada waktu itu, apalagi yang bersangkutan merupakan salah satu mantan pimpinan dan rekan dosennya.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada maksud untuk melakukan ujaran kebencian, saya hanya merespons pernyataan Kepala Lab Radio pada waktu itu, dan di pembahasan grup tersebut tidak ada unsur ujar kebencian di dalamnya dan kasus ini sudah berdamai pada waktu itu," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa, mengatakan bahwa kasus tersebut terkesan dipaksakan.
“Kasus ini sangat dipaksakan sekali, karena percakapan yang dilakukan oleh Ibu Ramsiah dalam grup WA yang dilaporkan bukanlah tindakan yang ilegal atau melanggar hukum. Melainkan pendapat atau ekspresi yang sah yang merupakan hak asasi manusia yang dijamin dan dilindung dalam konstitusi berbagai undang-undang," kata Azis.
Hal itu sesuai Pasal 310 Ayat (3) KUHP tertulis, "Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri", ujarnya.
ADVERTISEMENT