Konten dari Pengguna

Home Alone & Perampok Kebahagiaan Kita

Makhsun Bustomi
Penulis Esai, sehari-sehari bekerja sebagai Policy Analyst di Pemerintah Kota Tegal.
1 Januari 2023 0:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makhsun Bustomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Percakapan di twitter banyak yang menyinggung apakah Home Alone diputar lagi di TV. Setiap pergantian tahun melalui film sepanjang masa itu, kita seperti dinasihati : Jangan takut sendirian!
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi ada kabar gembira. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah dicabut. Keramaian dan kerumunan tak lagi diharamkan. Kita tak lagi mudah gabut.
Sendiri boleh saja, asal diniatkan. Sendiri memang butuh mental baja. Kalau kamu sendirian, jadilah seperti Kevin. Sebab merasa sering di-bully, ia berharap bisa sendirian tanpa keluarganya. Lalu, kun fayakun, harapannya terkabul. Tanpa disengaja, ia ditinggalkan keluarganya belibur ke Paris. Kemudian, ia sibuk dengan bermacam taktik. Melawan dua perampok bodoh yang berhasrat menggasak isi rumahnya. Pesan berikutnya: jauh dari keluarga terasa berat. Tapi mengikut jalan cerita, Kevin memang ditakdirkan sibuk.
Seperti takdir dunia sekarang. Dunia ini sudah sibuk lagi sesak. Sesak bukan cuma dunia fisik. Sesaknya dunia, merambah pada dunia virtual. Koneksi tanpa putus 24 jam, zaman ini kita tak sulit menemukan teman. Amat mudah mendapatkan keramahan. Sekalipun mungkin artifisial, seperti ramahnya sapaan "Selamat Datang" pegawai Indomaret.
ADVERTISEMENT
Tentu saja yang hadir dalam dunia virtual bukan cuma cinta, persahabatan dan keramahan. Bermacam hujatan, bullyan, nyinyiran, kecemasan, benci, iri, ancaman juga mengalir. Entah dalam wujud oleh video , grafis, statistik atau percakapan grup whatsapp.
Kita bisa menyapa siapa saja tanpa merasa sendirian. Keramahan kita juga dapat diterapkan kepada teman dan keluarga serta siapa saja secara online. Dengan ponsel, kita mengabarkan banyak hal. Jangankan kejadian al Nahyan yang cuma kutangan di depan pernikahan sakral Kaesang dan Erina di Solo. Lha, wong Messi memakai jubah bisht khas Arab saja kita tahu detik itu juga. Coba cek berapa kali grup percakapan kita diinterupsi oleh berita anak kecil tersesat dan terlantar. Baru beberapa detik kabar datang lagi. Si anak sudah bertemu dengan orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Tetapi sayangnya, ketakutan sekarang ini bukan takut sendirian. Bahkan orang tak dikenal pun bisa anda aja ngobrol. Diajak tidur bareng, jika mau.
Tetapi musuh kita hari ini bukanlah Harry Lyme, dan sebagai Marv, perampok bodoh dalam Home Alone. Musuh ini menyerang tidak pada saat sendiri. Justru ketika ramai dan sibuk, kesepian menyelinap mengendap-endap. Dan siap merampok. Menggasak kebahagiaan manusia.
Sumber foto : Markus Spiske (www.pexels.com)
Musuh manusia modern adalah kesepian. Penyakit yang diam-diam mudah menginfeksi. Dalam buku Note on Nervous Planet, Matt Haig bicara tentang paradoks kesepian. Ada dua paradoks, yaitu kita semakin mudah terhubung tetapi semakin gampang kesepian. Kita sibuk tetapi mudah merasa tersisih. Dunia yang meriah, berita dan informasi yang melimpah ruah, justru kadang membuat kita terasing dan tersiolasi.
ADVERTISEMENT
Paradoks berikutnya. Semakin banyak stimulasi manusia makin bosan. Makin banyak hiburan, makin banyak keramaian, makin banyak pilihan, makin diliputi kebosanan. Dan rasa bosan ini akan membawa kita untuk mencari pengalih perhatian lain. Sayangnya pengalih perhatian ini lagi-lagi mengandalkan ponsel kita. Menonton video, melihat berita, membuka link berita dan sebagainya. Lagi-lagi menjadi lingkaran stimulan yang berlebihan.
Tersangka Utama
Mau tidak mau harus menetapkan tersangkanya : smartphone di genggaman kita, lengkap dengan fitur-fitur, aplikasi dan tetu saja jaringan internetnya yang menyala 24 jam.
Orang tua banyak curhat. Anak-anak zaman now enggan diajak ke mana-mana, lebih asyik di kamarnya. Mungkin mau diajak, tetapi matanya tak akan keluar dari layar gadgetnya.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, bukan karena mata kita yang tertuju ke layar ponsel. Melainkan nilai-nilai kehidupan modern yang kita anut sekarang bersumber dan mengacu ke sana. Lewat segala jenis berita dan informasi berupa teks, gambar, maupun video. Sukses ada ratingnya. Standar kecantikan mengacu di dalamnya. Versi terburuk kita dibanding-bandingkan dengan versi terbaik orang lain. Betapa njomplang keadaan diri manusia melihat versi-versi lainnya. Di situlah kebahagiaan rapuh dan rentan. Kebahagiaan kita sangat mudah dicuri.
Perampok ini bukan seperti toko dua maling dalam film Home Alone. Dia lebih jahat lagi. Dia tidak mudah jatuh dan terpelest oleh muslihat si Kevin. Perampok ini ready setiap 24 jam sehari. Bahkan saat kita terlelap, mudah saja baginya merampok kebahagiaan. Dengan dering panggilan atau notifikasi di tengah malam.
ADVERTISEMENT
Sabtu malam minggu, 2022 menuju 2023. Di era modern ini sulit menemukan orang yang betul-betul sendiri. Malam pergantian tahun baru sudah pasti banyak yang bisa dilakukan. Kalaupun di rumah tanpa keluarga, kita bisa terhubung dengan mana saja kita suka.
Sesekali kita bertanya pada diri sendiri. Mungkin yang kita cari bukanlah keramaian. Boleh saja sendirian, bahkan kadang penting juga untuk menyendiri. Obat ksesepian konon tidak harus kehadiran orang lain. Tetapi obatnya adalah kita belajar berbahagia, meski "ditemani" diri sendiri.
Tetapi jangan sampai kesepian datang, apalagi datang menyerang berhari-hari, berbulan-bulan. Kalau masih merasa kesepian, nasihatnya adalah terhubung dengan dunia nyata. Tonjolkan hal -hal yang membuat bahagia. Kurangi melihat hal-hal yang bikin cemas, marah dan sedih. Jangan biarkan dunia maya mengendalikan hidup kita. Perbanyak hidup secara offline.
ADVERTISEMENT
Ini butuh kerja keberanian. Memutus perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. Kalau Kevin berhadapan dengan perampok bodoh dan konyol, maka musuh kita adalah musuh yang sungguh pintar.
Smartphone, ponsel pintar yang menjadi teman dan pembantu kita. Pada saat yang sama dapat menjadi pencuri kebahagiaan manusia. Tugas kita sebetulnya tahu kapan menjadi teman dan menjadi lawan dengan mengabaikannya. Aneh bukan, ia hanya dalam genggaman, tetapi kitalah yang sering dikendalikan olehnya.
Jadi, percuma saja menjadikan teknologi smartphone dan internet sebagai tersangka. Apalagi memvonis begitu saja seakan kita hakimnya. Manusia selalu mempunyai pilihan. Satu tahun ke depan untuk lebih bahagia, sepertinya manusia harus terlebih dahulu lebih merdeka. Melawan siapa-siapa yang mencuri kebahagiaannya. Bahkan untuk tahun-tahun selanjutnya.
ADVERTISEMENT