Menempuh Jalan Sumpah Pemuda, Merayakan "Puh Sepuh"

Makhsun Bustomi
Penulis Esai, sehari-sehari bekerja sebagai Policy Analyst di Pemerintah Kota Tegal.
Konten dari Pengguna
29 Oktober 2023 20:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makhsun Bustomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berapakah umur anda sekarang? Kira-kira berapa batas minimal usia yang layak untuk menjadi ketua RT? Apakah 36 tahun terlalu muda untuk menjadi calon wakil presiden?
ADVERTISEMENT
Jawabannya akan menimbulkan perdebatan. Sama dengan status kaya, sesungguhnya tak jelas kapan seseorang disebut tua. Batasnya kabur seperti kabut tebal menghalangi pandangan. Namun, lewat lensa para sosiolog dijelaskan bahwa pemisahan tua dan muda, pembedaam serta pertarungan antar generasi adalah konstruksi sosial atau bikinan semata. Jelas, ada kepentingan yang menyelinap di sana.
Di bulan Peringatan Hari Sumpah Pemuda perdebatan tentang pemuda untuk menjadi pemimpin makin memanas. Tanpa seorangpun calon capres atau cawapres yang diberi label muda sekalipun, sesungguhnya agenda memilih pemimpin akan selalu dibarengi isu -isu yang memancing polemik.
Ramainya percakapan dan perdebatan di media sosial adalah sebuah konsekuensi rimba demokrasi. Namun di tengah momentum peringatan Sumpah Pemuda ini merayakan dan memuliakan peran pemuda bisa ditempuh pula dengan menggali nilai-nilai filosofis tradisi budaya.
Photo by Gabriel Freytez: https://www.pexels.com/photo/assorted-iphone-lot-341523/
Belakangan ini viral "puh sepuh" yang digunakan dalam pergaulan medsos terkini. Kiranya ini tak lepas dari istilah "sepuh" dalam Bahasa Jawa dan Sunda. Sekaliber Maverick Vinales, pebalap Moto GP pun ikut merayakannya dalam postingan di medsosnya.
ADVERTISEMENT
"Puh sepuh" dalam percakapan medsos dilabelkan kepada orang yang memiliki kemampuan hebat dalam bidangnya. Kata ini bisa diucapkan kepada seseorang yang punya kemampuan di atas rata-rata. Dengan sudut pandang postif, merayakan "puh sepuh" dapat dimaknai sebagai memuliakan kemampuan dan kompetensi seseorang.
Dalam buku Fahruddin Faiz berjudul Mati Sebelum Mati Buka Kesadaran Hakiki (2022) dijelaskan sepuh dalam perspektif filsafat Jawa. Sepuh secara denotatif bermakna lanjut usia berdasarkan kalkulasi umur. Secara teknis regulasi misalnya, pemerintah menetapkan lewat Undang-Undang yang disebut lanjut usia adalah 60 tahun ke atas.
Sedangkan sesepuh atau pini sepuh itu artinya yang dituakan. Artinya dihormati dan dihargai karena status, jabatan atau posisi yang dimilikina. Seseorang yang menjadi ketua RT meskipun berusia 30 tahun, tentu saja dapat dikategorikan sesepuh di level RT setempat. Gibran tentu saja bisa disebut sebagai sesepuh di Solo karena posisinya sebagai walikota setempat. Sebagai catatan saja, secara ketentuan teknis, mengacu Undang-Undang Kepemudaan maka yang disebut pemuda adalah mereka yang berada dalam usia 16-30 tahun.
ADVERTISEMENT
Cristiano Ronaldo yang berumur 38 tahun, tak lagi disebut muda untuk ukuran pemain sepak bola. Tentu saja dengan pencapaian prestasinya maka Messi adalah sesepuh dalam sepakbola.
Dengan demikian merayakan dan memuliakan "puh sepuh" adalah merayakan kompetensi dan kemampuan. Menghargai keterampilan dan kelebihan sesorang. Seorang yang mampu mencapai kemakmuran finansial di usia di mana lazimnya masih usia sekolah atau kuliah, bisa disebut sesepuh pula. Boleh jadi, mungkin kemampuan tersebut karena privilege, diturunkan atau diwariskan dari orang tua atau keluarga, itu lain soal.
Terkait kepempimpinan, apabila patokannya adalah usia maka akan kita dapat mencatat deretan tokoh muda yang telah menjadi pemimpin dalam level yang tinggi. Dengan ini, maka sebagian orang menjadi yakin usia muda tak menghalangi diri seseorang untuk memimpin ratusan juta manusia di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Pada tempo dahulu, sejarah mencatat Sutan Sjahrir menjadi Perdana Menteri ketika berusia 36 tahun. Sejatinya banyak contoh yang dapat menjadi acuan peran yang dilakukan oleh tokoh-tokoh saat mereka masih cukup belia. Boedi Oetomo didirikan oleh Dr. Soetomo saat ia berusia 20 tahun. Serikat Dagang Islam dimulai oleh H. Samanhudi ketika berusia masih 37 tahun. Sejarah juga mencatat saat partai pertama di Hindi Belanda yaitu Indische Partij dibentuk, penggagasnya adalah Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangun Koesoemo dan Douwes Dekker ketika mereka berusia 22, 26 dan 33 tahun.
Bicara kondisi saat ini di dunia, beberapa pemimpin atau kepala pemerintaha di beberapa negara tak sedikit yang berumur dibawah 4o tahun.
Aji Mumpung VS Aji Sepuh
ADVERTISEMENT
Usia tak menghalangi untuk menjadi sesepuh. Usia tak jadi soal bagi seseorang untuk menjadi yang dituakan. Namun dalam pandangan budaya Jawa tidak berhenti pada tingkatan sesepuh ini. Ada tingkatan berikutnya yaitu kualitas aji sepuh.
Aji sepuh bermakna dimuliakan karena ilmunya. Mungkin saja secara umur masih belia tetapi ilmunya sudah sangat tinggi sehingga dimuliakan. Penguasaan atas ilmu ini maka disebut kasepuhan. Kualitas aji sepuh ini tergambar dari perkataan, perilaku dan kontribusinya atau manfaatnya.
Ketika kita memperdebatkan ukuran muda dan tua ini akan menjadi panjang. Mungkin yang dibutuhkan adalah kriteria aji sepuh yang lebih spiritual. Namun untuk mencapai level aji sepuh tidak bisa dengan jalan aji mumpung. Level aji sepuh dicapai ketika seseorang sudah tak berjarak dengan ilmunya.
ADVERTISEMENT
Level ini sepertinya mustahil ditempuh dengan instan. Mampu sekalipun tak cukup jika mengabaikan dan menyingkirkan etika. Inilah tantangan kita dalam proses melahirkan kepemimpinan. Kualitas kasepuhan ini tidak melulu atau berhenti pada kemampuan yang bersifat hard. Melainkan bersifat soft atau spiritual.
Masih terhubung dengan kualitas kepemimpinan yang diharapkan, Tobroni (2005), menyebutkan seorang pemimpin selain harus kompeten, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, seperti jujur, disiplin, amanah, bijaksana, aspiratif dan utamanya mampu memberikan teladan. Ia menyebutnya sebagai spiritual leadership.
Gambaran kualitas inilah yang dapat menjadi lensa untuk melihat dengan jernih isu-isu ketika kita mempertentangkan tua melawan muda. Bukan cuma kompetensi tetapi bagaimana kualitas aji sepuh.
Kadang-kadang tontonan dalam pagelaran politik ini memang menggemaskan. Kita perlu rasional sekaligus mempertimbangkan nurani. Memperingati Sumpah Pemuda dapat dimaknai dengan merayakan "puh sepuh". Memaknai filosofi kasepuhan tidak berhenti pada memuliakan kemampuan teknis sebagai kriteria.
ADVERTISEMENT
Kini, kembalikan saja kepada nurani kita yang berdaulat. Para tokoh pemuda kita pada tempo dulu telah memberi contoh terbaik bagaimana mereka bisa bertemu dalam satu titik ketika mereka berbeda-beda latar belakang suku agama dan organisasi. Mereka punya ide yang beragam.
Tetapi titik komprominya adalah kesadaran bahwa kita adalah satu satu bangsa. Itulah kepentingan kita bersama tanpa memandang suku, agama, bahasa, pilihan politik dan usia.