Konten dari Pengguna

Kuota Hidup, Antara Umur Produktif dan Spiritual Saving

Makmun Hidayat
Adalah seorang jurnalis dan berkecimpung dalam penulisan/penerbitan buku. Mulai menulis di media massa sejak di kampus. Sempat bergiat di LP3ES.
3 Juni 2018 0:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makmun Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kuota Hidup, Antara Umur Produktif dan Spiritual Saving
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Komaruddin Hidayat yang dikenal luas sebagai seorang cendekiawan, suatu ketika mengungkapkan tentang umur manusia. Dia menyebut selain panjang umur, yang lebih penting lagi adalah berkah umurnya. Nasaruddin Umar menekankannya dengan memperbanyak spiritual saving.
ADVERTISEMENT
"Nabi Muhammad Saw. sendiri mengajarkan berdoa mohon panjang umur dengan disertai banyak amal soleh dan rezeki halal melimpah,” kata Mas Komar panggilan akrab Komaruddin Hidayat, dalam buku bestseller-nya Psikologi Kematian terbitan Hikmah.
Sekarang cobalah hitung umur kita. Untuk menghitungnya, sederhana. Tahun sekarang dikurangi tahun kelahiran, maka akan ketemu berapa umur kita.
Pertanyaanya kemudian mengapa untuk menghitung rentang usia perpatokan pada umur? Menurut putra kelahiran Desa Pabelan, Magelang, Jawa Tengah, itu yang juga pernah menjadi rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (kini bagian dari Provinsi Banten), karena "umur" memiliki makna positif yang bertalian dengan tingkat produktivitas seseorang. Dia menjelaskan, orang yang berumur panjang artinya yang berhasil meraih kemakmuran hidup. Idealnya adalah kemakmuran dalam hal harta, ilmu, dan amal.
ADVERTISEMENT
Jalan pikiran Mas Komar sejalan dengan konsep dan ajaran amal jariyah dalam Islam. Yaitu siapa pun orang yang dinyatakan telah meninggal dunia, namun orang itu masih berumur -artinya masih berproduksi amalnya- jika yang bersangkutan mewariskan ilmu yang membawa manfaat bagi kemanusiaan, mewariskan harta benda dan amal yang memberi nilai guna bagi kebajikan agama dan masyarakat.
Termasuk juga didalamnya adalah doanya para anak soleh yang mendoakan kedua orangtuanya. Kendati orangtua telah meninggal dunia, bila mengacu uraian Mas Komar, orangtua yang telah meninggal tersebut masih berumur. Yakni, berproduksi amalnya.
Mas Komar menyebut, banyak orang yang telah wafat namun mereka seakan masih hidup di tengah-tengah kita karena warisan amalnya. Misalnya, Nabi Muhammad, setiap saat selalu didoakan dan memperoleh ucapan salam dari para pengikutnya sehingga Rasulullah Muhammad senantiasa hidup di tengah kita, bahkan selalu hadir dalam hati kita.
ADVERTISEMENT
Banyak tokoh yang spirit, nama dan amalnya juga selalu dikenang masyarakat, sehingga mereka itu yang pergi hanya jasadnya tetapi ruh dan amalnya masih hidup.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Nasaruddin Umar, saat memberikan ceramah siraman rohani dalam acara buka puasa bersama di kediaman adik ipar Presiden RI kedua Soeharto, Soehardjo Soebardi, di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 20 Mei 2018 lalu, menyebut kalau orangtua meninggal, kita dianjurkan untuk berdoa. Karena doa yang dipanjatkan seorang anak pada orangtuanya yang meninggal mampu menerangi kehidupan orangtua di alam barzah.
"Alam barzah itu episode keempat, doa anak soleh pada orangtuanya yang sudah meninggal itu sangat bermanfaat," paparnya.
Pria kelahiran Ujung-Bone, Sulawesi Selatan, yang juga pernah menjadi rektor di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an ini, juga mengajak untuk memperbanyak spiritual saving sebagai tolak bala yang paling ampuh. Spiritual saving bukan hanya bermanfaat di akhirat kelak, tetapi juga dirasakan manfaatnya di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Bersyukurlah bagi yang telah memasuki usia kepala 4 dikaruniai nafas kehidupan. Terkait usia 40 tahun ini, disebut dengan jelas dalam QS al-Ahqaf ayat 15.
Sebuah nasehat menyebutkan apa yang harus dilakukan ketika menginjak usia 40 tahun. Nasehat itu isinya, selain meneguhkan tujuan hidup, meningkatkan daya spiritual, memperbanyak bersyukur, menjaga makan dan tidur, menjaga istiqamah dalam ibadah, juga menjadikan uban (rambut yang memutih di kepala) sebagai peringatan.
Dalam QS Al-Anbiya: 35, Allah berfirman, "Setiap jiwa pasti akan merasakan mati." Setiap mahluk hidup yang ada di alam jagat raya ini akan mengalami dan bahkan akan mendapati satu piala bergilir yang tidak dapat ditolak, yaitu kematian.
Terkait hal tersebut, Mas Komar menyebut sesungguhnya menurut ajaran agama, ruh seseorang itu tidak mengenal kematian melainkan hanya berpindah dunia. Karena konsep panjang umur berkaitan dengan produktivitas, maka kita tidak saja dituntut melakukan kerja keras, melainkan juga bekerja secara efektif dan cerdas.
ADVERTISEMENT
Untuk meraih itu, menurut Mas Komar mutlak diperlukan badan sehat, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. "Intelektualitas, profesionalitas, moralitas, dan spiritualitas menjadi pilar-pilar penyangga dan penyambung mata rantai umur manusia agar hidup abadi, baik di mata sejarah maupun Tuhan," sebutnya.